"Keberhasilan dua kepala divisi ini adalah bukti bahwa Kanwil Kemenkum Aceh memiliki sumber daya manusia yang siap memimpin perubahan," katanya.
Meurah Budiman berharap hasil dari PKN tidak berhenti di ruang kelas, tapi benar-benar menjadi bahan bakar untuk mempercepat kinerja dan menghadirkan birokrasi yang responsif.
Ia menambahkan pembelajaran dari PKN Tingkat II harus diwujudkan dalam bentuk inovasi yang menyentuh langsung masyarakat, baik di bidang pelayanan hukum maupun pembentukan regulasi daerah.
"Kita ingin setiap program dan kebijakan lahir dari pemikiran yang visioner namun membumi. Itulah semangat yang sedang kita tanamkan," kata Meurah Budiman.
Baca: Kemenkum Aceh dan DPRA bahas penguatan harmonisasi regulasi daerah
Lulusan PKN Tingkat II diharapkan mampu berperan sebagai change leader, pemimpin perubahan yang tidak hanya memahami strategi manajemen publik, tetapi juga mampu mengorkestrasi kolaborasi lintas sektor.
Purwandani sendiri dikenal sebagai inisiator program Teuku Umar, yang digagas untuk meningkatkan kesadaran dan pendampingan masyarakat desa serta koperasi dalam melindungi produk lokal melalui pendaftaran kekayaan intelektual, khususnya merek kolektif.
Sementara itu Ardiningrat mengembangkan Program Forkaidah yang merupakan forum kolaborasi resmi dan berkelanjutan antara pemerintah daerah, lembaga vertikal, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam bidang pembentukan kebijakan hukum dan penyusunan regulasi daerah.
Dengan ini Kanwil Kemenkum Aceh kian memantapkan langkah menuju birokrasi yang terukur, adaptif, dan berdampak langsung bagi masyarakat Aceh.
Baca: Kemenkum harmonisasi rancangan pergub nilai perolehan air permukaan
