Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy didakwa memberikan suap berupa satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekitar Rp900 juta) kepada Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana.
"Terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahra Umum KONI Johny E Awuy telah memberikan hadiah berupa satu unit mobil Fortuner, uang sejumlah Rp300 juta, satu kartu ATM Debit BNI senilai Rp100 juta serta satu ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana selaku Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Tujuan pemberian hadiah tersebut adalah agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 serta proposal dukungan KONI dalam Pengawasan dan Pendampingan Seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018.
"Untuk memperlancar proses persetujuan dan pencairan dana bantuan tersebut, telah ada kesepakatan mengenai pemberian 'commitment fee' dari KONI Pusat kepada Kemenpora sesuai arahan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora RI Imam Nahrowi kepada terdakwa Ending dan Johny Awuy," tambah Ronald.
Pemberian pertama adalah terkait proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 dengan usulan dana dari KONI sebesar Rp51,529 miliar.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrowi lalu membuat disposisi kepada Deputi IV Kementpora Mulyana untuk dilakukan telaah dan dilanjutkan kepada asisten deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian.
Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono pada 17 April 2018 membeli satu unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD hitam seharga Rp489,9 juta yang kepemilikannya diatasnamakan supir Supriyono, Widhi Romadoni.
Selanjutnya mobil diantarkan ke rumah Mulyana di Jakarta Timur oleh Widhi Romadoni.
Kemenpora kemudian menyetujui dana hibah untuk KONI sebesar Rp30 miliar dalam bentuk perjanjian kerja sama pada 24 Mei 2018.
"Setelah proposal disetujui, Ending Fuad Hamidy disarankan oleh Mulyana dan Adhi Purnomo (selaku ketua tim verifikasi) untuk berkoordinsi dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrowi terkait jumlah 'fee' yang harus diberikan KONI kepada Kemenpora agar hidah segera dicairkan," tambah jaksa Ronald.
Setelah berkoordinasi dengan Miftahul Ulum disepakati "commitment fee" untuk Kemenpora sebesar 15-19 persen dari total nilai bantuan dana hibah.
Pencairan tahap I dilakukan pada 6 Juni 2018 yaitu sejumlah Rp21 miliar atau 70 persen dari total proposal yang disetujui. Dari jumlah itu, Rp300 juta diberikan Johny E Awuy kepada Mulyana di ruangan kerja Deputi IV pada Juni 2018.
Setelah pemberian itu, pada 8 November 2018 dilakukan pencairan dana tahap II pada 8 November 2018 sebesar 30 persen atau sejumlah Rp9 miliar.
Pemberian kedua adalah terkait proposal dukungan KONI dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan sejumlah Rp27,506 miliar.
Imam Nahrowi kembali membuat disposisi kepada Mulyana untuk dilakukan telaah dan dilanjutkan kepada asisten deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian.
Dalam rapat pembahasan yang dihadiri oleh Mulyana, Asisten Deputi Olahraga Prestasi pada Deputi IV Chandra Bakti dan ketua tim verifikasi Adhi Purnomo ternyata proposal yang diajukan KONI tidak sesuai dengan peraturan presiden sehingga Mulyana meminta Ending untuk merevisi proposal tersebut.
"Untuk memperlancar proses persetujuan proposal dukungan KONI tersebut, Ending meminta Johny Awuy untuk menyerahkan uang sejumlah Rp100 juta dan satu ponsel Samsung Galaxy Note 9 sesuai permintaan Mulayana sebelumnya melalui Atam selaku supir Ending," ungkap Ronald.
Pemberian itu dilakukan pada 27 September 2018 di restoran bakso lapangan tembak Senayan dalam bentuk ATM dengan saldo lebih kurang Rp100 juta.
Ending pada 28 November 2018 kembali mengajukan proposal perbaikan yang dibuat secara "back date" tertanggal 10 Agustus 2018 dengan usulan dana Rp21,062 miliar. Selanjutnya Imam Nahrowi memberikan disposisi kepada Mulyana untuk menelaah proposal perbaikan itu.
Dalam rapat verifikasi pada 6 Desember 2018, disepakati dana hibah yang diberikan adalah sejumlah Rp17,971 miliar untuk pelaksanaan kegiatan terhitung 1 Juli - 31 Desember 2018.
Pencairan dana hibah dilakukan pada 13 Desember 2018 senilai Rp17,971 miliar.
"Masih pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul Ulum, terdakwa Ending memerintahkan Suradi selaku Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI Suradi untuk mengetik daftar rincian para penerima dana 'commitment fee' dari Kemenpora atas pencairan dana sejumlah Rp17,971 miliar yang di dalam daftar tersebut tertulis inisial 'Mly' yaitu Mulyana sejumlah Rp400 juta,'Ap' yaitu Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen sejumlah Rp250 juta dan 'Ek' yaitu Eko Triyanta (staf pada Deputi IV Kemenpora) sejumlah Rp20 juta," ungkap jaksa Ronald.
Adhi Purnomo mengatakan "kalau ada tanda terima kasih Insya Allah akan saya gunakan untuk menambah pembayaran cicilan rumah".
Ending lalu bertemu dengan Eko pada 18 Desember 2018 di lantai 12 gedung KONI Pusat dan memberikan Rp215 juta kepada Eko Triyanta sebagai bagian Adhi Purnomo dan Eko. Pada sore harinya, Eko Triyanta diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang yang diterima dari Ending.
Atas perbuatannya, Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap dakwaan tersebut, Ending dan Johny tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 21 Maret 2019.