Banda Aceh (ANTARA) - Tiga organisasi wartawan, PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan PFI (Pewarta Foto Indonesia) meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas pembakaran rumah wartawan Harian Serambi Indonesia Asnawi di Kawasan Kuta Cane, Kabupaten Aceh Tenggara, Selasa (30/7) dini hari.
"Harus secepatnya diusut tuntas, dan para pelakunya diseret ke pengadilan. Peristiwa ini merupakan bentuk teror yang nyata terhadap pekerja media, khususnya wartawan," kata Sekretaris PWI Aceh, Aldin NL kepada wartawan di Banda Aceh, Selasa.
PWI menolak dan mengecam teror dalam bentuk apa pun terhadap wartawan. Bila keberatan dengan isi berita yang ditulis wartawan, silahkan menggunakan hak jawab atau melalui saluran yang dibenarkan dalam undang-undang, lanjut Aldin NL.
Aldin NL menyatakan, PWI akan memberi dukungan kepada korban Asnawi, dan berharap kepada korban dan keluarganya untuk tabah menghadapi ujian ini.
"Semoga rekan kita Asnawi dan keluarga tidak mengalami trauma atas peristiwa ini," kata Aldin NL.
Ketua AJI Banda Aceh, Misdarul Ihsan juga mengatakan, pihaknya mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kebakaran rumah Asnawi, dan seret pelakunya ke penjara.
Misdarul berharap kepada semua pihak untuk tidak mengancam apalagi sampai membakar rumah seorang jurnalis apabila ada persoalan pemberitaan.
Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah mengatur langkah-langkah hukum apabila terjadi sengketa pers. Bukan dengan kekerasan dan pengancaman.
"Berikan hak jawab, laporkan permasalah kepada Dewan Pers. Dewan Pers nantinya yang akan menentukan sikap bahwa sebuah pemberitaan itu menyalahi kode etik dan layak dipidana" kata Misdarul Ihsan didampingi Kadiv Advokasi AJI Banda Aceh, Juli Amin.
Kepada jurnalis, Misdarul juga berpesan dalam menjalankan profesi tetap menjunjung tinggi KEJ. "Berimbang dalam pemberitaan dan memverifikasi setiap informasi yang diterima," himbaunya.
Ketua PFI Aceh Fendra Trysanie menyatakan, pihaknya mengutuk keras pelaku yang diduga sengaja membakar rumah Asnawi Luwi.Menurut Fendra, jika terbukti benar pembakaran rumah seorang jurnalis tersebut dengan unsur kesengajaan, dan bahkan penyebab pembakaran itu disebut-sebut karena sebuah pemberitaan, maka peristiwa ini telah mencederai kemerdekaan pers seperti diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.
“Kami meminta aparat kepolisian khususnya Polres Aceh Tenggara untuk serius mengungkap kasus teror pembakaran rumah Asnawi Luwi jurnalis Harian Serambi Indonesia ini. Kami meminta Polda Aceh untuk memback-up kasus ini, dan berharap dalam 2x24 jam pelaku pembakaran sudah teridentifikasi dan ditangkap,” kata Fendra.
Kemudian PFI Aceh meminta Polda Aceh untuk bisa menjamin dan melindungi para jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistik di seluruh wilayah Aceh. Katanya, kepada semua pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan di media maka sepatutnya menggunakan mekanisme hukum yang di atur dalam undang-undang pers.
“Di atur dalam undang-undang Pers pasal satu, pasal lima, pasal 11, dan pasal 15, seperti hak jawab. Bahkan jika pemberitaan yang dimaksud salah, bisa saja meminta media yang bersangkutan untuk mengoreksinya,” kata Fendra, menjelaskan.
Organisasi pewarta foto ini menilai tindakan pembakaran rumah Asnawi Luwi di Aceh Tenggaran tersebut merupakan sebuah aksi teror kepada Asnawi serta para jurnalis lain yang melakukan tugas jurnalistik, khususnya di Kabupaten Aceh Tenggara.
“Karena itu kami menghimbau semua jurnalis di Aceh agar berhati-hati dan menjalankan tugas secara profesional dan sesuai kode etik jurnalistik, stop kekerasan terhadap jurnalis,” ungkap Fendra.