Banda Aceh (ANTARA) - Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Krueng Aceh mencatat bahwa kerusakan di wilayah DAS Aceh, terutama di bagian hulu mencapai sekitar 264.900 hektare, atau mengalami kondisi kritis.
"Ada 264.900 hektare wilayah DAS kita yang kritis, kenapa kritis karena terjadi gangguan dalam DAS itu, atau kerusakan," kata Kepala BPDASHL Krueng Aceh Eko Nurwijayanto, di Banda Aceh, Rabu.
Eko mengatakan, kerusakan tersebut terhitung dari luas lima juta hektare wilayah kerja BPDASHL Krueng Aceh. Tidak termasuk DAS wilayah Aceh Singkil atau sungai bagian Alas yang menjadi tanggungjawab BPDASHL Medan.
Eko menyampaikan, dari total 974 DAS di Aceh yang berada di wilayah kerja mereka, terdapat 20 DAS dengan kondisi rusak, atau harus dipulihkan. Terutama DAS di kawasan Jambo Aye, Peusangan, Krueng Tripa serta di beberapa daerah lainnya yang sering banjir.
"Tidak semua DAS yang rusak itu berada di bagian hulunya, tetapi juga ada di bagian tengahnya, atau di daerah pertanian," ujarnya.
Eko mengatakan, kerusakan DAS tersebut disebabkan oleh banyak hal seperti adanya perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian.
Belum lagi, kata Eko, adanya kegiatan pembukaan lahan di wilayah yang sebelumnya merupakan kawasan hutan lindung, akhirnya dapat mengganggu fungsi lindungnya. Begitu juga di hutan konservasi.
Kemudian, kerusakan DAS juga disebabkan adanya aktivitas pertambangan di kawasan hulunya. Perkebunan tanaman semusim seperti jagung, daun serai.
"Kalau hujan deras maka bisa terjadi longsor dan akhirnya lari ke sungai, hingga merubah fungsi hutan. Banyak faktor yang akhirnya berdampak pada kerusakan DAS," kata Eko.
Eko menjelaskan, dalam rangka upaya pemulihan atau rehabilitasi hutan dan lahan, langkah pertama yang mereka lakukan adalah menyiapkan tempat persemaian bibit permanen, yang kemudian dibagikan secara gratis kepada masyarakat sebagai upaya penghijauan.
"Kalau dalam kawasan hutan khususnya di hulu, kita juga ada melakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Pola yang kita lakukan menanam tanaman yang menghasilkan buah, sehingga pohonnya tidak dipotong," ujarnya.
Eko mencontohkan, di wilayah Aceh Tengah pihaknya terus melakukan penanaman tanaman multiguna atau yang menghasilkan buah di dalam kebun kopi, seperti alpukat, jengkol, durian, pete dan lain sebagainya.
"Sekarang kita merubah pola penghijauan dengan tanaman buah-buahan, satu sisi menghasilkan ekonomi, dan juga cukup kuat untuk menahan laju erosi apabila terjadi hujan," katanya.
Meski demikian, tambah Eko, pihaknya saat ini memprioritaskan tiga DAS untuk dilakukan intervensi di bagian hulu nya, yakni DAS Peusangan Bireuen, wilayah Tripa Nagan Raya, dan Meureubo Aceh Barat.
"Ini wilayah yang sering banjir saat masuk musim penghujan. Kita intervensi di bagian hulu dengan sedikit kita lakukan reboisasi," demikian Eko.