Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan memudahkan wajib pajak untuk menjalankan kewajiban pajak mereka.
“Hal ini terkait dengan perubahan UU KUP yang ditujukan untuk menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum,” kata Menkumham dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis.
Menkumham Yasonna menjelaskan langkah ini merupakan terobosan baru yang dilakukan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan.
Menurutnya, para wajib pajak akan semakin mudah dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka jika NPWP diganti dengan NIK.
Meski demikian, ia menegaskan penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, namun tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak.
Syarat WNI yang wajib membayar PPh adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun.
Dalam UU HPP, pemerintah menaikkan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang pribadi dari sebelumnya Rp50 juta menjadi Rp60 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen.
Di sisi lain, pemerintah turut mengubah tarif dan menambah lapisan pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.
Sementara untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap yaitu Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang dan tambahan Rp4,5 juta diberikan untuk WP yang menikah, serta ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal tiga orang.