Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Pengurus Serikat Perusahaan Pers (SPS) Provinsi Aceh mengingatkan perusahaan pers baik media cetak, dalam jaringan (daring) dan elektronik wajib berbadan hukum perseroan terbatas (PT).
"Banyaknya media di Aceh tentu sangat berkontribusi baik dalam upaya kontrol publik, namun wajib taat adalah badan hukum media harus dalam bentuk PT," kata Ketua SPS Aceh Imran Joni didampingi Sekretaris Juli Saidi di Banda Aceh, Minggu.
Ia menjelaskan pihaknya terus mengimbau kepada seluruh perusahaan-perusahaan pers yang beroperasi di provinsi ujung paling barat Indonesia itu agar berbadan hukum berupa PT.
"Kami juga terus melakukan sosialisasi sejak satu tahun lalu dan kini sudah mulai berlaku ketentuannya," katanya.
Ia mengatakan ketentuan tersebut telah diimbau oleh Dewan Pers mulai 1 Juli 2014 dan dalam surat edaran (SE) Dewan Pers Nomor 01/SE-DP/I/2014 tentang pelaksanaan Undang Undang pers dan standar perusahaan pers tertanggal 16 Januari 2014.
Imron mengatakan dalam edaran tersebut dimaksud, disebutkan bahwa setiap perusahaan pers sesuai pasal 9 Ayat (2) UU 40/1999 tentang pers haruslah memiliki badan hukum Indonesia. Badan hukum yang dimaksud adalah berbentuk PT.
Karena itu SPS Provinsi Aceh mengajak semua lapisan yakni perusahaan pers, instansi Pemerintahan dan Swasta yang ada di Aceh, agar dapat memperhatikan perusahaan pers yang berbadan hukum apa, dan jika CV, maka dalam hukum di Indonesia tidak dikenal.
Ia mengatakan imbauan tersebut bukan bermaksud untuk merugikan perusahaan media yang adaÿ di Aceh, tapii sebaliknya, justru sangat sangat menguntungkan perusahaan pers.
"Jika terjadi sengketa hukum di kemudian hari, maka yang akan disita adalah aset PT, bukan wartawan dan apabila berbadan hukum PT maka akan berlaku UU pers sehingga jika bersengketa dan dianggap keliru, maka perusahaan pers cukup menggunakan hak jawab, hak koreksi dan permintaan maaf," katanya.
Namun, kondisi tersebut akan berbeda jika perusahaan pers berbadan hukum CV, maka berlaku tanggungjawab pribadi dan jika sampai ada penyitaan maka harta pribadi milik wartawan juga ikut disita.
Ia mengatakan jika perusahaan pers tersebut tidak berbadan hukum PT, otomatis Dewan Pers tidak akan ikut menyelesaikan permasalahan sengketa yang dimaksud.
"Kami berharap imbauan ini dapat diperhatikan, sebab badan hukum itu juga ikut memperlancar bisnis sebuah media, karena pihak ketiga yang ingin melakukan kerja sama dengan media, maka badan hukum yang dimiliki perusahaan pers dimaksud, sudah semestinya diperhatikan," katanya.
"Banyaknya media di Aceh tentu sangat berkontribusi baik dalam upaya kontrol publik, namun wajib taat adalah badan hukum media harus dalam bentuk PT," kata Ketua SPS Aceh Imran Joni didampingi Sekretaris Juli Saidi di Banda Aceh, Minggu.
Ia menjelaskan pihaknya terus mengimbau kepada seluruh perusahaan-perusahaan pers yang beroperasi di provinsi ujung paling barat Indonesia itu agar berbadan hukum berupa PT.
"Kami juga terus melakukan sosialisasi sejak satu tahun lalu dan kini sudah mulai berlaku ketentuannya," katanya.
Ia mengatakan ketentuan tersebut telah diimbau oleh Dewan Pers mulai 1 Juli 2014 dan dalam surat edaran (SE) Dewan Pers Nomor 01/SE-DP/I/2014 tentang pelaksanaan Undang Undang pers dan standar perusahaan pers tertanggal 16 Januari 2014.
Imron mengatakan dalam edaran tersebut dimaksud, disebutkan bahwa setiap perusahaan pers sesuai pasal 9 Ayat (2) UU 40/1999 tentang pers haruslah memiliki badan hukum Indonesia. Badan hukum yang dimaksud adalah berbentuk PT.
Karena itu SPS Provinsi Aceh mengajak semua lapisan yakni perusahaan pers, instansi Pemerintahan dan Swasta yang ada di Aceh, agar dapat memperhatikan perusahaan pers yang berbadan hukum apa, dan jika CV, maka dalam hukum di Indonesia tidak dikenal.
Ia mengatakan imbauan tersebut bukan bermaksud untuk merugikan perusahaan media yang adaÿ di Aceh, tapii sebaliknya, justru sangat sangat menguntungkan perusahaan pers.
"Jika terjadi sengketa hukum di kemudian hari, maka yang akan disita adalah aset PT, bukan wartawan dan apabila berbadan hukum PT maka akan berlaku UU pers sehingga jika bersengketa dan dianggap keliru, maka perusahaan pers cukup menggunakan hak jawab, hak koreksi dan permintaan maaf," katanya.
Namun, kondisi tersebut akan berbeda jika perusahaan pers berbadan hukum CV, maka berlaku tanggungjawab pribadi dan jika sampai ada penyitaan maka harta pribadi milik wartawan juga ikut disita.
Ia mengatakan jika perusahaan pers tersebut tidak berbadan hukum PT, otomatis Dewan Pers tidak akan ikut menyelesaikan permasalahan sengketa yang dimaksud.
"Kami berharap imbauan ini dapat diperhatikan, sebab badan hukum itu juga ikut memperlancar bisnis sebuah media, karena pihak ketiga yang ingin melakukan kerja sama dengan media, maka badan hukum yang dimiliki perusahaan pers dimaksud, sudah semestinya diperhatikan," katanya.