Banda Aceh (ANTARA) - Realisasi produksi minyak dan gas bumi (migas) Aceh mengalami penurunan dalam kurun waktu dua tahun terakhir yakni pada 2020 dan 2021, lebih kecil dibandingkan dengan hasil produksi 2019.
"Penurunan produksi/lifting dari minyak dan gas bumi antara lain disebabkan oleh sumur-sumur yang sudah tua, mengalami penurunan produksi secara alamiah," kata Kepala Dinas ESDM Aceh Mahdinur, di Banda Aceh, Jumat.
Berdasarkan data dari Dinas ESDM Aceh, jumlah produksi minyak bumi Aceh pada 2019 mencapai 2.024.337 barel, kemudian pada 2020 menjadi 1.654.507 barel, dan hingga triwulan ketiga 2021 kembali menurun menjadi 943.104 barel.
Sedangkan untuk gas bumi, pada 2019 terealisasi sebesar 22.265.310 mmbtu, kemudian pada 14.221.578 mmbtu dan hingga triwulan ketiga 2021 turun menjadi 11.583.725 mmbtu.
Mahdinur menjelaskan, produksi migas di Aceh secara dominan dihasilkan dari blok B yang dulunya dikelola oleh Exxon Mobil Oil, kemudian PT Pertamina Hulu Energi-NSB dan saat ini dikelola oleh PT Pema Global Energi.
Sumur-sumur migas di blok B tersebut, kata Mahdinur, merupakan sumur migas tua yang sudah lama dieksploitasi serta telah melewati masa puncak produksi. Karena itu mengalami penurunan produksi secara alamiah.
"Tapi, pada 2019 terjadi kenaikan produksi gas, karena PT Medco E&P Malaka mulai berproduksi dan memberikan kontribusi terhadap lifting migas Aceh," ujarnya.
Mahdinur menuturkan, untuk mempertahankan atau menekan laju penurunan produksi lifting migas di Aceh, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berada di Aceh akan mengembangkan lapangan yang telah ditemukan sebelumnya (discovery).
Tetapi, lanjut Mahdinur, itu belum di eksploitasi dan segera dilakukan eksplorasi atau mencari lapangan migas baru, serta akan melakukan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Enhanced Gas Recovery (EGR).
"Untuk peningkatan produksi di blok B juga dapat dilakukan dengan melakukan penghematan terhadap pemakaian gas dalam proses produksi (fuel own use)," demikian Mahdinur.