Kuala Simpang (ANTARA) - Senyum sumringah petani seolah hilang setelah mendengar kabar harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit turun lagi.
Bagi kebanyakan petani sawit swadaya (kecil) mereka tak banyak tahu tentang faktor atau penyebab yang mempengaruhi fluktuatif-nya harga sawit.
Yang mereka (petani) tahu ketika harga TBS tidak stabil maka ada pihak-pihak elite yang diuntungkan. Sementara dikalangan petani "menjerit" tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan perawatan kebun minus.
Di kabupaten ujung timur Provinsi Aceh, yakni Aceh Tamiang harga TBS di tingkat petani pada medio Juli ini Rp1.000/kg setelah sebelumnya sempat anjlok tajam Rp700-800/kg.
“Harga sudah naik pengembilan di agen (pengepul) rata-rata sudah Rp1.000/kg,” kata Sunarno saat dijumpai di kampungnya Wanosari, Kecamatan Tamiang Hulu, Ahad lalu.
Dampak sawit murah banyak petani mengundur masa panen. Alasan mereka karena berat diongkos. Setiap panen mereka menggunakan jasa tukang dodos sawit dangan upah Rp250-300/kg. Artinya ketika harga cuma Rp800 hasil kebun bagi dua dengan pemanen.
“Jadi kalau ditanya kerugian petani jelas banyak rugi, karena biasa dipanen setengah bulan (dua pekan) mundur jadi tiga minggu. Harga Rp1.000/kg saja rata-rata petani mengurungkan niat panen sawitnya, apalagi dibawah Rp1.000,” sebut Nanok.
Di sisi lain Nanok yang memiliki lahan kelapa sawit seluas enam hektare justru merasa terbebani dalam perawatan. Pemupupukan pohon sawit dilakukan dalam tempo enam bulan sekali dengan biaya Rp6 juta sekali putaran, belum termasuk upah pekerja.
Sementara persediaan pupuk subsidi di wilayah Tamiang Hulu juga langka. Petani harus beli pupuk non-subsidi dengan harga mahal.
“Jadi itung-itung petani tak terido, artinya setiap kali hasil panen tak tersisa uang untuk dibawa pulang,” ujarnya.
Disamping itu harga kebutuhan sembako saat ini juga melambung tinggi. Tidak sesuai lagi pendapatan petani dengan kebutuhan belanja bahan pokok. Bahkan turunnya harga sawit dibarengi dengan masa buah trek.
“Wajar kalau masyarakat banyak mengeluh tidak sanggup pikir, dari sawit turun, buah trek, pupuk dan sembako mahal itu sama dengan petani menderita. Lengkap sudah penderitaannya,” lanjut Sunarno mewakili petani sawit di kampungnya.
Namun petani sedikit lega setelah mendapat informasi dalam waktu dekat setelah Lebaran Idul Adha 1443 Hijriah harga sawit akan kembali naik.
“Harapan masyarakat mudah-mudahan info itu nyata,” pungkas Nanok, berharap.
Pupuk langka
Senada dikatakan Adi Syahputra (23) petani di Desa Balai, Kecamatan Bendahara yang juga mengeluhkan harga sawit turun. Dia menilai harga penjualan sawit hari ini tidak sesuai sama kebutuhan petani yang dibeli di pasar.
“Egak sesuai karena barang-barang di pasar tidak ada yang turun satu pun. Sementara produksi TBS sedang trek dan harganya turun kali,” keluh Adi.
Selain itu, kata Adi persediaan pupuk juga langka disetiap kios maupun KUD di seputaran Sungai Yu, Ibu kota Kecamatan Bendahara. Kalau pun tersedia pupuk subsidi dijual di atas HET (harga eceran tertinggi).
“Harganya kurang pas tidak sesuai sama patokan harga dari pemerintah. Urea pada saat saya beli bulan Maret 2022 seharga Rp140 ribu per zak, harusnya Rp100 ribu per zak,” sebut Adi.
Menurutnya petani juga tidak bisa beli pupuk subsidi disembarang tempat lagi, setelah dibuat aturan sistem kelompok tani dan zonasi wilayah.
“Jadi warga Kecamatan Bendahara enggak bisa beli di Kecamatan Karang Baru. Kalau pun ada pupuk di kios Kecamatan Bendahara kita (petani) harus terdaftar di kelompok tani, baru bisa beli,” ungkap petani milenial ini.
“Kalau kita di luar kelompok pembelian dibatasi maksimal satu zak ukuran 50 kg, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan kita. Tapi kalau orang kelompok bebas beli sudah ada data nama dan luas areal petani masing-masing di kios-kios pupuk subsidi,” sambungnya.
Mewakili petani milenial mantan Ketua PMII Aceh Tamiang ini meminta kepada pemerintah Aceh maupun pusat mencari solusi dengan membuat kebijakan yang pro kepada petani sawit.
“Logikanya kita Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia, seharusnya pemerintah bisa membuat petani sejahtera,” tukas Adi Syahputra.
PKS batasi pembelian TBS
Haji Samuri, salah seorang agen penampung TBS di wilayah hulu Aceh Tamiang membenarkan harga TBS di parik sepekan terakhir mengalami penurunan. Saat beredar harga Rp700/kg, pihaknya masih berani ambil sawit petani dengan harga Rp1.000/kg.
Samuri dikenal banyak relasi dalam bisnis sawit, sehingga dia bisa menjual ke berbagai PKS lokal maupun luar daerah.
“Kita masih beli sawit petani Rp1.000 per kilogram. Kalau harga di PKS bervariasi Rp1.300-1.350/kg, tapi kondisinya Senin (11/7) PKS di Aceh Tamiang membatasi pembelian TBS, hanya 15 truk yang boleh masuk satu PKS per hari. Sebagian PKS di luar Aceh bahkan ada tidak terima buah lagi dari pihak ketiga,” tuturnya.
Alasan pihak PKS, kata Haji Samuri tangki penimbunan CPO mereka sudah penuh, truk tangki bermuatan CPO juga antre di PKS-PKS, karena barang di Pelabuhan Belawan belum jalan/ekspor.
“Jika di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara sudah membutuhkan baru truk CPO jalan, PKS beli sawit normal lagi seperti biasa,” ujar Samuri pemilik dua peron (Ram) sawit terbesar di wilayah Tenggulun dan Jambo Rambong, Bandar Pusaka ini.
Penetapan harga TBS
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (Distannakbun) Kabupaten Aceh Tamiang mencatat penetapan harga TBS pada pekan ini dari Pemprov Aceh sebesar Rp1.600/kg untuk petani mitra di Aceh Tamiang. Sementara di tingkat petani swadaya tidak ada penentuan harga tapi mengikuti harga pasar yakni Rp1.050/kg.
“Beberapa hari ini sudah mulai naik sawit, sebelumnya turun sampai Rp700/kg di tingkat petani swadaya,” kata Kepala Bidang Perkebunan Distannakbun Aceh Tamiang, Edwar Fadli Yukti di Aceh Tamiang, Rabu (6/7).
Ditegaskan Edwar Yukti kalau untuk penetapan harga TBS itu langsung di provinsi tidak di kabupaten. Sekarang ini penetapan harga TBS dilakukan per minggu, tidak lagi sebulan sekali.
“Waktu penetapan harga semua perusahaan industri/pabrik kelapa sawit (PKS) wajib hadir di provinsi baik secara virtual zoom ataupun tatap muka,” tegasnya.
Edwar menambahkan proses penetapan harga dari perusahaan dihitung dari nilai tender CPO-nya, kemudian dihitung kembali pakai metode rumus baru ditentukan berapa harganya per wilayah. Untuk Provinsi Aceh dibagi dua wilayah Barat dan Timur.
“Barat dengan Timur harga berbeda. Kalau selisih harga lebih tinggi di sini (timur) dari barat,” ungkap Edwar didampingi staf PIP Khairul Kadri.
Surat Edaran Bupati
Terkait tidak stabilnya harga TBS di tingkat petani menurut Edwar Yukti Pemkab Aceh Tamiang sedang membuat Surat Edaran (SE) tentang penetapan harga TBS tidak bisa dilakukan sepihak oleh perusahaan. Format surat edaran dari Distanbunnak tersebut sudah dikirim ke Bidang Ekobang dan Hukum Setdakab Aceh Tamiang untuk dikoreksi.
“Melalui edaran Bupati meminta kepada perusahaan (PKS-PKS) agar tidak sepihak dan semenah-menah dalam menetapkan harga TBS,” sebut Edwar.
Meski disadari kondisi hari ini pemerintah daerah tidak bisa menyalahkan perusahaan penerima TBS. Alasan logis pihak perusahaan juga harus dipertimbangkan.
“Tangki penimbunan CPO di PKS-PKS sudah pada penuh, karena barang (CPO) yang di ekspor tidak bisa keluar dari Pelabuhan Belawan. Jadi bagaimana mereka mau beli sawit mau disimpan dimana barangnya,” ujar Edwar.
“Namun akan disampaikan melalui surat edaran perusahaan diminta untuk tetap perhatikan kondisi masyarakat jangan sampai nanti dipikir Pemkab Aceh Tamiang seolah-olah yang abai tidak peduli dengan nasib petani sawit,” tambahnya.
Saat ini update harga terus diminta dari PKS. Pihaknya mengklaim untuk skala kabupaten/kota harga TBS tertinggi di Aceh Tamiang Rp1.600/kg.
Tetapi dalam pelaksanaannya dinas tetap melihat harga TBS dari lapangan (petani swadaya) yang tidak menikmati rujukan harga resmi yang ditetapkan pemerintah.
“Ada pola yang pertama mitra, kalau lahan mitra harga tinggi-tinggi saja tapi tidak bisa jadi patokan kita. Saat ini yang jadi kendala petani swadaya atau punya masyarakat yang selalu terzolimi soal harga,” kata Edo sapaan akrab Edwar Fadli Yukti.
Dorong petani ikut kemitraan
Untuk itu Distanbun Aceh Tamiang akan mengajak petani swadaya bergabung dengan perusahaan/PKS masuk kemitraan. Adapun kriteria petani mitra, bibit harus bersertifikat tidak boleh bibit dura, dan wajib ikut kelembagaan/kelompok yang memiliki badan hukum. Dua hal itu sebagai syarat utamanya.
Dinas ini mencatat setidaknya ada 12 unit industri PKS beroperasi di Kabupaten Aceh Tamiang. Sedangkan jumlah pemegang HGU sebanyak 48 perusahaan dan untuk perkebunan sawit rakyat mencapai 23.105 hektare.
Saat ini perusahaan yang sudah membuka peluang kerja sama (petani mitra) di antaranya, PKS Pati Sari, PKS BSG/eks PT Mapoli, PT Rapala, PMKS Sisirau dan PT Seumadam yang sedang mengarah ke mitra pembelian TBS. Pola kemitraan ini diyakini akan membuat harga TBS tingkat petani lebih terjamin.
“Ke depan dinas akan surati perusahaan-perusahaan wajib buat kemitraan, jadi masyarakat kita minta ikut jadi petani mitra kalau mau harga sawit stabil,” seru Edo.
Selain itu dinas juga akan mengajak koperasi-koperasi pelaksana Program Sawit Rakyat (PSR) di Aceh Tamiang semua masuk mitra PKS. Koperasi PSR dijamin lolos menjadi mitra karena syarat sudah terpenuhi.
“Karena syarat mitra sama dengan syarat masuk PSR, mulai dari bibit, kelembagaan dan lahan kebun tidak masuk kawasan hutan lindung,” ujarnya lagi.
Peran dinas akan bantu fasilitasi untuk petani mitra. Akan ada kontrak kerja sama baik koperasi maupun kelompok tani langsung dengan perusahaan. Nantinya zona/lahan mitra akan ditentukan oleh perusahaan kepada lembaga yang menaungi petani. Syarat dan ketentuan PKS harus diikuti oleh koptan/lembaga koperasi.
“Manfaat lain bergabung di mitra sudah ada beberapa perusahaan PKS menawarkan subsidi pupuk dengan pembayaran secara cicil. Bahkan perusahaan bersedia membantu angkutan untuk membawa produksi,” bebernya.
Jadi cara ini akan dijadikan solusi menghadapi situasi fluktuasi harga TBS di Aceh Tamiang yang setiap hitungan jam dapat berubah, kadang dalam sehari bisa tiga kali naik turun.
“Kalau mitra PKS sudah pasti selama seminggu harga telah ditetapkan. Apalagi hari ini kewajiban seluruh PKS, mereka paling rendah harus memiliki sertifikasi perkebunan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Itu wajib sebagai satu syarat untuk ekspor CPO, saat ini mereka (PKS) lagi mengejar semua,” tukas Edwar Yukti.
Titik terang
Secara terpisah Ketua DPW Apkasindo Aceh Sofyan Abdullah dihubungi dari Kuala Simpang, Sabtu (9/7) mengatakan sepulangnya ia dari Bogor, Jawa Barat dalam satu pertemuan dengan Menko Marves RI Luhut Binsar Pandjaitan melihat titik terang soal harga sawit sudah nampak.
Di mana, kata Sofyan biang-biang kerok yang mempermainkan harga sawit sudah diketahui.
“Gini ya, saya baru pulang bertemu dengan Pak Menteri Luhut Binsar Pandjaitan dan Dirjen Perkebunan Andi Nur Alamsyah. Lama kami kemarin tiga jam sama Pak Luhut. Intinya dasarnya ada perubahan tapi kan, butuh waktu akan membaik harga TBS ini,” ujar Sofyan.
Kendala yang dihadapi itu dicontohkan Sofyan Abdullah karena di Indonesia sendiri ada berapa ratus ribu PKS tidak terukur dan berapa perusahaan HGU yang tidak terdaftar, jadi permainan ini diduga sangat rapi.
“Berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia. Jadi ini lah lagi dibongkar satu-satu dimana titiknya,” ungkap Sofyan.
Apkasindo menyadari hari ini suka tidak suka kaum petani menjerit semua. Akibat menjerit ini timbul bahasa-bahasa tidak enak dari bawah harus diterima pemerintah.
“Jeritan petani ini sudah saya sampaikan juga dengan BPDPKS yang punya uang. Kita minta syarat biaya tambahan eskpor CPO sebesar 200 dolar/ton diturunkan menjadi 150 dolar. Pak Luhut pun sampaikan hal itu, munkin turun dalam beberapa minggu ini menjadi 150 dolar/tonton,” sebutnya.
Sementara itu terkait wacana Pemda Aceh Tamiang akan mengajak seluruh petani sawit melalui lembaga atau kelompok menjadi mitra PKS, Apkasindo Aceh menyatakan setuju dan menilai program kemitraan petani-perusahaan itu positif, tapi dengan catatan harus jelas dengan siapa kelompok tani bermitra.
“Karena begini kalau bermitra dengan PT atau PKS itu dengan sendirinya bisa mendongkrak harga disekeliling dia. Membantu dalam kapasitas pemodal sebagai induk semang sesuai dengan pola kemitraan bantuan untuk petani,” demikian kata Sofyan Abdullah.
Anjloknya harga dan penderitaan petani kelapa sawit di Aceh Tamniang
Selasa, 12 Juli 2022 11:41 WIB