Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kakao di Tanah Rencong, salah satunya melaksanakan program gerakan pemangkasan (germas) tanaman komoditi tersebut.
"Salah satu program yang sudah dilaksanakan pada tahun ini adalah pemangkasan kakao (germas) di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen," kata Kabid Perbenihan, Produksi dan Perlindungan Perkebunan Distanbun Aceh Fakhrurrazi, di Banda Aceh, Senin.
Dirinya mengatakan, melalui program tersebut, Distanbun Aceh terus memberikan edukasi yang baik kepada para petani kakao bagaimana cara dapat meningkatkan produksinya.
Di mana, kata Fakhrurrazi, pemangkasan kakao yang tepat bisa dilakukan setiap empat bulan sekali, dengan langkah tersebut diharapkan produksi tanaman kakao Aceh lebih meningkat lagi kedepannya.
Baca juga: Produksi kakao di Aceh Timur capai 6.069,65 ton
"Karena cabang-cabang yang tidak produktif berkurang sehingga mengurangi kelembaban dan menambah intensitas sinar matahari daun," ujarnya.
Selain itu, kata Fakhrurrazi, Distanbun Aceh juga melakukan program rehabilitasi tanaman kakao setiap tahunnya, dan sudah mengalokasikan kegiatan perbaikan pertumbuhan dan produktivitas tanaman melalui tindakan sambung samping, pucuk dengan klon-klon unggul dan perbaikan kultur teknis.
Kemudian, pihaknya juga melakukan pengawalan dan pendampingan terhadap kegiatan budidaya kakao seperti pembibitan, pemeliharaan, pemangkasan, panen dan pasca panen.
Lalu, juga adanya fasilitasi berupa sarana pertanian program intensifikasi guna meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan standar teknis budidaya kakao yang baik dan benar.
Baca juga: Pemkab Aceh Utara dorong petani tingkatkan produktivitas kakao
"Contoh, kebun kakao yang mendapat perlakuan intensifikasi adalah kebun dengan jumlah tegakan/populasi tanaman lebih 70 persen dari jumlah standar (1.000 pohon/Ha), pohon pelindung melebihi 20 persen dari standar, lahan memenuhi persyaratan," katanya.
Fakhrurrazi menyebutkan, sejauh ini luas areal perkebunan kakao masyarakat seluruh Aceh sekitar 97.214 hektare dengan melibatkan sekitar 124.868 petani. Jumlah produksinya saat ini lebih kurang 40.724 ton per tahun. Namun, untuk 2022 ditargetkan 42.300 ton.
"Untuk daerah yang dominan penghasil kakao di Aceh itu meliputi Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Timur, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Nagan Raya, dan Pidie Jaya," ujarnya.
Baca juga: Forum Kakao: Tanaman kakao di Aceh perlu peremajaan
Dalam kesempatan ini, Fakhrurrazi menyampaikan bahwa organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dominan menyerang tanaman yaitu hama penghisap buah kakao (PBK) atau dikenal dengan nama Helopeltis.
Kata Fakhrurrazi, pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi hama kakao yang dapat menurunkan produksi kakao sekitar 50-60 persen itu. Apalagi serangannya terus berulang setiap tahun sehingga menimbulkan kerugian besar karena tanaman tidak sempat tumbuh normal.
Langkah yang dilakukan, lanjut Fakhrurrazi, memberikan penyuluhan kepada petani agar rajin merawat tanaman dan juga melakukan pemangkasan teratur. Kemudian melakukan pemupukan dua kali dalam setahun, yaitu pada saat musim penghujan atau pada akhir musim hujan. Selain itu dapat dilakukan dengan sanitasi.
"Kebun yang kotor mendukung perkembangan hama ini karena banyak gulma yang menjadi inang alternatifnya sehingga perlu dilakukan pembersihan gulma disekitar pertanaman kakao, supaya selain tidak dihinggapi hama juga merangsang tanaman untuk berproduksi," katanya.
Tak hanya itu, tambah Fakhrurrazi, dalam penanganan hama kakao, Distanbun Aceh juga melakukan sosialisasi teknik melalui konsep pengendalian hama terpadu (PHT) meliputi panen sering, pemangkasan, sanitasi, penyaringan buah, pemanfaatan semut hitam dan penggunaan Agens Pengendali Hayati (APH)
"Kami juga mengajarkan petani secara mandiri agar dapat memperbanyak APH untuk mengendalikan hama kakao. Memberi bantuan APH pada petani seperti beauveria bassiana dan trichoderma, serta bantuan pestisida bila serangan hama sudah terlalu tinggi," demikian Fakhrurrazi.