Banda Aceh (ANTARA) - Berawal dari informasi lowongan kerja ke Kamboja dengan gaji fantastis yang didapatkan dari media sosial Facebook, Reza (26) pria asal Banda Aceh, mencoba mengubah nasib di negara angkor wat tersebut, tetapi pengalaman itu membawanya menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking).
Di sana, Reza tidak pekerjakan sesuai informasi di lowongan kerja yang menjanjikan pekerjaan sebagai operator dengan iming-iming gaji Rp10 hingga Rp15 juta di perusahaan game online. Sebaliknya, ia dipaksa bekerja sebagai scammer atau penipu.
"Ketika esok mulai bekerja paspor kami di ambil dan di hari itu juga mereka memberi info kepada kami bahwasanya itu perusahaan penipuan," kata Reza di Banda Aceh, Selasa.
Reza bercerita bahwa ia bersama rekan-rekannya di perusahaan penipuan itu dipaksa berpura-pura menjadi wanita karir dengan menggunakan akun palsu untuk memangsa tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri berinvestasi bodong dengan modal awal 200 dolar AS.
"Bahkan, ada yang berhasil ditipu sampai Rp100 juta atau setara 1.000 dolar AS, saya melihat sendiri banyak sekali TKI yang menjadi korban uang puluhan dan ratusan juta pun lenyap dengan cara mereka melakukan scam dan penipuan," ujarnya.
Nasib menjadi bubur, Reza menolak tapi dia tak berdaya melawan orang-orang tersebut. Ia selalu mendapatkan ancaman dan hukuman dari bos mereka selama di sana. Terlebih lagi jika tidak berhasil mendapatkan target setiap hari, para pekerja migran itu akan diberi hukuman fisik dan diancam dijual.
"Lebih parahnya lagi jika kita tidak sesuai kualifikasi perusahaan, maka kita akan dijual ke perusahaan lain, nah disini lah nyawa kita akan terancam bahkan lenyap," katanya.
Aksi perdagangan manusia (human trafficking) itu turut disaksikan langsung oleh Reza saat bekerja di sana. Kata dia, perusahaan memberikan imbalan senilai 300 dolar AS per kepala bagi mereka yang berhasil membawa tenaga kerja untuk dimasukkan perusahaan penipuan itu.
Ia mendapati banyak pekerja menipu teman-teman serta saudara sendiri untuk bisa dimasukkan ke perusahaan itu dengan iming-iming diberikan upah senilai 300 dolar AS.
"Saya melihat dengan mata saya mereka yang membawa orang langsung mendapat upah tersebut," katanya.
Reza mengungkapkan bahwa banyak sekali pekerja migran Indonesia yang terjerumus di perusahaan penipuan yang kata dia milik orang China tersebut. Bahkan, masih ada sekitar 70 orang Indonesia yang bekerja di dalam satu gedung itu, dan diduga jumlahnya masih banyak lagi di tempat lain.
"Untuk dari Aceh cuma saya aja sendiri, rata-rata di sana banyak orang Indonesia yang berasal dari Medan yang terjebak serta masih ingin bekerja di sana," ujar Reza.
Kronologi kejadian
Reza sudah merasakan ada hal yang tidak wajar dari proses keberangkatan menuju Kamboja pada 16 November 2022. Hal ini karena prosesnya terbilang mudah dan semua biaya keberangkatannya itu dibayar semua oleh perusahaan. Tetapi, ia baru menyadari ketidakwajaran itu ketika sudah menjadi korban.
Cerita Reza, ia banyak mendapatkan banyak sekali informasi lowongan ke Kamboja yang di unggah di sebuah grup di Facebook. Unggahan itu menarik perhatiannya, betapa tidak, isinya menawarkan gaji fantastis senilai belasan juta, fasilitas kerja yang menarik, serta perusahaan menanggung semua biaya keberangkatan.
Tergiur informasi itu, ia pun menghubungi nomor HRD yang tertera pada unggahan tersebut. Oleh HRD, dikatakan bahwa pekerjaan yang mereka tawarkan itu mudah dikerjakan dan resmi.
Setelah yakin akan informasi yang dikatakan HRD perusahaan tersebut dan akhirnya berangkat dari Medan - Kuala Lumpur - Phnom Phen. Kata dia, pihak perusahaan membayar imigrasi di Medan supaya bisa lolos (VIP Line) tanpa ditanya-tanyai oleh petugas imigrasi hingga akhirnya bisa berlanjut ke Kuala Lumpur - Phnom Phen (Kamboja).
Setibanya di bandara, ia kembali menggunakan VIP Line supaya lolos imigrasi. Perusahaan juga memfasilitasi taxi yang menunggu kedatangan para pekerja migran dan juga mengantarkan mereka ke perusahaan penipuan tersebut.
Usaha menyelamatkan diri
Usaha Reza menyelamatkan diri dan proses pemulangan yang penuh liku itu menjadi pengalaman tak bisa dilupakan seumur hidupnya.
Reza mengatakan bahwa ia bisa keluar dari sana dengan syarat harus membayar uang tebusan sekitar Rp35 juta, tetapi pihak keluarga tidak mampu sehingga melaporkannya ke Polda Aceh dan ke Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh pada 28 November 2022.
Aksi penyelamatan diri itu juga tidak terlepas dari bantuan BP3MI Aceh yang selalu berkomunikasi dengan Reza via chat. Proses komunikasi itu pun tidak mudah, telepon genggamnya itu disita dari pagi sampai malam. Ia hanya bisa berkomunikasi pada malam hari saja.
"Staf BP3MI Aceh melaporkan kasus saya ini ke imigrasi Indonesia terus dari sana langsung ke KBRI Kamboja untuk diproses lalu masuk ke laporan polisi Kamboja," katanya.
Selama proses bertahannya itu, rasa ketakutan selalu membayang-bayangi benak Reza. Ia takut ketahuan karena mengadukan perbuatan perusahaan penipuan di Kamboja.
Usai melaporkan kejadian yang menimpanya itu, ia harus menunggu selama dua minggu untuk proses penjemputan oleh polisi Kamboja. Selama itu pula, ia selalu dipantau dan diintimidasi oleh perusahaan.
"Tapi dari sana saya terus memberanikan diri untuk terus berkomunikasi dengan staf BP3MI dan saya juga hubungi ke nomor polisi Kamboja langsung," ujarnya.
Penantian tiba, awal bulan Desember 2022, polisi Kamboja menjemput Reza bersama dua orang teman lainnya di lokasi tempat bekerja. Saat penjemputan itu, ia merasa takut dan cemas karena mereka hanya menjemput yang terdata, sedangkan banyak pekerja migran lainnya yang juga ingin keluar dari perusahaan itu.
Ancaman tidak berhenti sampai disitu, saat berhasil sampai keluar gedung, mereka dibawa ke tempat bos besar perusahaan penipu itu. Telepon genggam mereka diperiksa serta dipaksa menghapus semua data yang menjadi ancaman bagi perusahaan.
"Serta paspor kami tidak dikembalikan," katanya.
Setelah berhasil selamat, ketiganya kemudian menjalani pemeriksaan langsung di kantor Polisi Kamboja selama tiga hari. Lalu, mereka kembali menjalani pemeriksaan selama lima hari di kantor Imigrasi Kamboja hingga akhirnya mereka dijemput oleh staf KBRI Kamboja.
Reza dan keduanya pun bersyukur akhirnya dapat dipulangkan ke Indonesia pada 16 Desember 2022. Namun, mereka masih harus menjalankan pemeriksaan Badan Reserse Kriminal Polri di Jakarta.
Saat ini, Reza dan dua temannya itu telah berada di penampungan rumah perlindungan dan trauma center (RPTC) menjalani serangkaian proses untuk bisa kembali ke halaman masing-masing.
Melalui cerita ini, ia berharap semakin banyak orang yang teredukasi dan bisa memutuskan mata rantai perdagangan manusia dengan modus lowongan kerja yang dengan tawaran menggiurkan.
"Jangan sampai ada korban lagi khusus nya orang Aceh. Semakin banyak yang sadar bahwa untuk bekerja keluar negeri butuh proses dan tahapan yang resmi bukan seperti yang saya alami ini," kata Reza.
Peran BP3MI Aceh
Kepala BP3MI Aceh Jaka Prasetiyono mengatakan bahwa pihaknya bersinergi dengan berbagai instansi terkait dalam menangani pengaduan Reza, Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Banda Aceh yang menjadi korban human trafficking itu.
Setelah menerima laporan dari ayah kandung Reza pada 28 November 2022, BP3MI Aceh langsung menghubungi hotline Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh untuk melaporkan kasus tersebut, serta berkonsultasi terkait langkah tepat dan cepat untuk menolong Reza keluar dari perusahaan.
KBRI Phnom Penh menerima laporan dari BP3MI Aceh, dan melanjutkan laporan tersebut ke pihak Kepolisian Kamboja. Adapun KBRI Phnom Penh akan menindaklanjutinya dengan melaporkan ke Kepolisian Kamboja, selanjutnya korban melaporkan dirinya ke hotline human trafficking Kamboja.
Proses konsultasi dan koordinasi antara BP3MI Aceh, korban, KBRI Phnom Penh, serta polisi Kamboja berlangsung selama tujuh hari kerja, hingga akhirnya Reza dan kedua temannya diselamatkan dari perusahaan tersebut.
KBRI Phnom Penh menjelaskan bahwa terdapat ribuan orang yang mengalami kasus yang sama seperti Reza. Tidak hanya warga Indonesia, namun terdapat warga Filipina dan Vietnam.
Jaka mengungkapkan bahwa pekerja migran asal Aceh yang menjadi korban human trafficking di Kamboja bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, peristiwa serupa juga dialami oleh pekerja migran Indonesia asal Aceh Tamiang.
Maka dari itu, ia mengajak agar masyarakat Aceh yang ingin mencoba peluang karir ke luar negeri bisa melalui skema yang telah diatur pemerintah melalui BP2MI atau berangkat melalui dokumen resmi.
"Lengkapi dokumennya, kalau merasa bingung bisa datang ke kantor BP3MI Aceh," demikian Jaka Prasetiyono.