Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh menyatakan bahwa provinsi paling barat Indonesia ini masih banyak menyimpan energi terbarukan yang potensial, seperti tenaga air, panas bumi dan lainnya.
"Saat ini potensi di Aceh, terutama energi terbarukan sangat besar. Tenaga air saja, potensinya mencapai 5,147 MW yang berada di 70 lokasi di Aceh," kata Kepala Dinas ESDM Aceh Mahdinur, di Banda Aceh, Sabtu.
Hal itu disampaikan Mahdinur dalam paparannya pada diskusi 'Ngopi Kebangsaan' yang dilaksanakan DPD Ikatan Keluarga Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (DPD IKAL) Aceh, di Banda Aceh.
Mahdinur menyampaikan, selain tenaga air, Aceh memiliki tenaga panas bumi dengan potensi lebih dari 1.143 MW, dan terdapat lebih dari 22 lapangan. Kemudian, juga mempunyai tenaga surya yang potensinya mencapai 7.881 MW.
"Aceh punya energi potensial, belum lagi tenaga angin dan bioenergi yang melimpah di Aceh, bisa lebih besar lagi," ujarnya.
Meski memiliki energi potensial, kata Mahdinur, namun pemanfaatannya masih sangat kecil, dan bahkan ada yang belum tersentuh sama sekali seperti energi angin, panas bumi, dan bio energi.
Mahdinur menyebutkan, dari 5,147 MW potensi listrik tenaga air di Aceh, sejauh ini yang baru digunakan hanya sebesar 33,MW di 30 lokasi dari 70 lokasi yang ada. Lalu, untuk tenaga panas bumi baru dieksplor 65 MW di dua lokasi di Aceh, dan tenaga suraya baru digunakan sebesar 0,94 MW di 26 lokasi.
Tenaga surya baru mendapat rekomendasi Gubernur Aceh sebesar 127 MW di dua lokasi. Sedangkan Bioenergi baru dieksplor 137 unit pada 11 lokasi.
"Maka jelas sekali terlihat bahwa sumber daya energi terbarukan sangat besar dan potensial di Aceh. Tetapi pemanfaatannya masih kecil dan malah belum tersentuh sama sekali," katanya.
Selai itu, Mahdinur juga menuturkan bahwa sejumlah pengusaha lokal, nasional dan internasional telah menjajaki peluang bisnis masa depan tersebut, bahkan juga ada pengusaha yang sudah menandatangani kontrak eksplorasi di Aceh.
Mengenai regulasi, lanjut Mahdinur, Aceh juga sudah memiliki sejumlah peraturan tentang energi yakni UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2019.
"Terakhir, Aceh juga telah memiliki Instruksi Gubernur Aceh Nomor 16 Tahun 2022, tentang percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di lingkup Pemerintahan Aceh, ini sangat mendukung kesiapan Aceh menghadapi transisi energi," demikian Mahdinur.
Sementara itu, Ketua IKAL Lemhanas Aceh Prof Dr Syahrizal Abbas mengatakan bahwa ngopi kebangsaan tersebut merupakan telah jadi agenda rutinnya.
Sebelumnya, kegiatan serupa telah pernah dibuat dengan mengangkat tema-tema aktual, baik lokal maupun nasional; seperti tentang toleransi umat beragama, kelistrikan, moneter, hankam, hukum, pangan, dan sebagainya.
"Kegiatan ini telah jadi ikon DPP IKAL Lemhannas RI," kata Prof Syahrizal.
Kata Prof Syahrizal, ngopi kebangsaan ini juga sebagai bentuk kontribusi dan tanggung jawab alumni Lemhannas dengan persoalan kebangsaan yang ada.
Kegiatan itu juga diharapkan melahirkan solusi terhadap permasalahan yang ada, dan dapat menjadi referensi pengambil kebijakan, baik pada level daerah maupun pusat.
“Hasil diskusi kali ini dalam bentuk rekomendasi akan kita sampaikan ke Gubernur Lemhannas, dan DPP IKAL Pusat di Jakarta. Harapan kita, bisa jadi masukan ke RI 1 soal energi terbarukan di Aceh,” kata Prof Syahrizal.