Lhokseumawe (ANTARA) - Ratusan tenaga kesehatan honorer berunjuk rasa di Kantor Wali Kota Lhokseumawe menolak diberhentikan atau dirumahkan.
"Sudah puluhan tahun saya mengabdi dengan gaji yang tidak seberapa, sekarang kami mau dirumahkan. Padahal dulu saat pandemi COVID-19, kami menjadi garda terdepan," kata Idha Yanti, seorang pendemo di Lhokseumawe, Senin.
Ratusan tenaga kesehatan tersebut sebelumnya berkumpul di Masjid Agung Islamic Center dan berjalan kaki menuju Kantor Wali Kota Lhokseumawe sambil berorasi dan membawa beberapa poster penolakan upaya pemerintah daerah merumahkan mereka.
Idha Yanti menuntut pemerintah daerah agar honorer tenaga kesehatan tidak dirumahkan dan diangkat menjadi aparat sipil negara melalui jalur pemutihan.
"Tolong hargai kerja kami selama puluhan tahun mengabdi kepada masyarakat dan negara pak. Saat pandemi, kami garda terdepan dengan gaji Rp300 per bulan dan tidak penuh dibayar dalam setahun. Bahkan, dana COVID-19 tidak pernah kami rasakan," katanya.
Idha Yanti menyebutkan, pihaknya menolak untuk mengikuti ujian pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan ujian tenaga bakti daerah (TBD) tahun 2023 karena dinilai posisi tenaga kesehatan menjadi prioritas.
"Tenaga honorer tenaga kesehatan dan guru diprioritaskan tapi mengapa kami tenaga kesehatan harus mengikuti ujian. Padahal di kabupaten/kota yang lainnya tidak ada ujian TBD 2023," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Lhokseumawe T Adnan usai menemui para peserta demo mengatakan pengurangan tenaga honorer dilakukan sesuai dengan analisis beban kerja.
"Jadi, pemerintah sudah menghitung kebutuhan tenaga kerja di setiap organisasi perangkat daerah dan khususnya di puskesmas terdapat 500 tenaga honorer, sementara yang dibutuhkan hanya 150 orang saja," katanya.
Oleh sebab itu, kata T Adnan, pihaknya meminta kepala puskesmas untuk memilih berapa kebutuhan honorer tenaga kesehatan, namun ternyata adanya protes dari tenaga kesehatan yang tidak terpilih.
"Atas dasar tersebut, kami melakukan tes seleksi bagi honorer tenaga kesehatan, namun mereka tidak mau mengikuti ujian seleksi tersebut dengan alasan takut tidak lulus. Ini kan tidak fair dengan honorer di OPD lainnya," katanya.
T Adnan mengatakan selain dari analisis tenaga kerja, kebijakan tersebut juga dilakukan karena minimnya anggaran.
"Tadi saya juga sudah tekankan kepada tenaga honorer bahwa jangan hanya berharap menjadi ASN saja, masih ada peluang usaha lainnya untuk meningkatkan perekonomian," pungkas T Adnan.
Ratusan tenaga kesehatan unjuk rasa, tolak dirumahkan
Senin, 13 Februari 2023 15:19 WIB