Banda Aceh (ANTARA) - Warga Gampong Negeri Antara di Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, sudah tidak sanggup lagi hidup berkonflik dengan gajah liar dalam kurun waktu 13 tahun lamanya.
"Kami tidak mau konflik ini berlarut-larut. Masyarakat kami hidup dalam ketakutan setiap harinya karena takut dengan gajah liar. Kami ingin hidup dengan nyaman,” kata Reje atau Kepala Desa Negeri Antara Riskanadi di Banda Aceh, Jumat.
Hal itu disampaikan dalam kunjungannya ke Banda Aceh bersama 24 orang perangkat desa dari Bener Meriah dan Aceh Tengah yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Peusangan.
Dirinya bersama perangkat desa datang ke Banda Aceh untuk meminta solusi kepada Pemerintah Aceh agar dapat segera menyelesaikan konflik gajah yang sudah berlangsung di desa mereka selama belasan tahun.
Riskanadi menyampaikan selama belasan tahun sudah ratusan rumah dan ribuan hektare kebun warga di Bener Meriah telah dirusak oleh gajah liar. Warga menanam berbagai komoditas seperti pinang, durian, serai wangi, dan nilam. Tetapi, akibat konflik yang berkepanjangan, hasil panen mereka gagal.
“Ekonomi masyarakat terpuruk. Akibatnya, masyarakat desa yang semula 90 persen petani beralih menjadi buruh pabrik. Hanya tinggal 10 persen petani, itu pun bertani di pekarangan rumah, yang lain sudah lumpuh total," ujarnya.
Konflik gajah di Bener Meriah juga menyebabkan banyak anak-anak desa putus sekolah akibat orang tua mereka kehilangan mata pencaharian. Di samping itu, gajah liar juga muncul di permukiman dan halaman sekolah sehingga membuat anak-anak dan orang tua takut.
"Anak-anak kami terpaksa harus putus sekolah karena sulit pergi ke sekolah sebab gajah kadang-kadang juga masuk ke pekarangan sekolah sehingga orang tua waswas," katanya.
Pihaknya sudah berupaya penghalauan melakukan penggiringan gajah. Namun ada satu ekor gajah yang perilakunya sudah berbeda dengan gajah lain. Gajah itu tidak takut dengan pagar power fencing (kawat kejut)
“Gajah itu sudah pandai keluar masuk meskipun ada pagar listrik. Kami sudah minta ke BKSDA agar gajah itu dibawa ke Pusat Pelatihan Gajah (PLG),” ujarnya.
Dirinya juga menuturkan akibat konflik gajah dan manusia, dua orang warga Desa Negeri Antara meninggal dan satu orang luka parah akibat tertusuk gading gajah. Padahal, wilayah permukiman mereka diketahui bukan wilayah koridor gajah sumatera.
Konflik tersebut sudah berlangsung selama belasan tahun tanpa solusi. Pihaknya juga sering melaporkan hal ini ke BKSDA Aceh. Namun, konflik dengan gajah liar masih saja berlangsung dan warga setempat hidup dalam ketakutan.
Ia berharap kedatangannya bersama perangkat desa dari Bener Meriah dan Aceh Tengah yang desanya hidup belasan tahun berkonflik dengan gajah ke Banda Aceh untuk meminta solusi kepada pemerintah dapat membuahkan hasil.
"Semoga bulan Desember ini ada solusi dari pemerintah dan pihak terkait. Jika tidak, pihaknya akan datang dengan masyarakat yang lebih banyak ke Banda Aceh untuk menyampaikan aspirasinya," demikian Riskanadi.