Banda Aceh (ANTARA) - Atraksi barongsai yang digelar dalam rangka menyambut tahun baru Imlek 2576 Kongzili di Banda Aceh menjadi salah satu bukti nyata adanya toleransi beragama di ibu kota provinsi Aceh kata warga setempat.
"Jadi kalau ada yang bilang Aceh itu tidak toleransi salah, buktinya kita tetap bisa nonton barongsai dan ini salah satu cerminan dari adanya toleransi," kata salah seorang warga muslim Banda Aceh, Chika, di Banda Aceh, Rabu.
Dirinya menyampaikan, meskipun mayoritas penduduk di Banda Aceh beragama Islam, perayaan barongsai tetap diselenggarakan dan disambut antusias warga sekitar.
Menurutnya, hal ini telah menunjukkan bahwa Banda Aceh merupakan kota yang toleran dan tidak mendiskriminasikan umat agama manapun.
"Dengan adanya barongsai ini kita bisa melihat bahwa Kota Banda Aceh ini bisa menjadi kota yang benar-benar ada toleransi," kata Chika.
Sementara itu, Pelatih Tim Barongsai, Harianto atau Chong Lie menjelaskan bahwa Imlek bukan perayaan yang berkaitan dengan agama tertentu, melainkan tradisi budaya masyarakat Tionghoa.
“Imlek identik dengan budaya Tionghoa, bukan agama. Oleh karena itu, seluruh warga Tionghoa di Banda Aceh dan Indonesia dapat merayakannya,” katanya.
Ia mengungkapkan, atraksi barongsai dalam perayaan Imlek 2025 digelar di 21 lokasi di Banda Aceh dan mendapat sambutan meriah dari warga muslim setempat.
Sejak pagi, ratusan orang memadati lokasi pertunjukan untuk menyaksikan atraksi tersebut.
"Dari pagi hingga sekarang, penonton terus berdatangan. Ini menjadi bukti bahwa Aceh adalah daerah yang menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman," ujarnya.
Keberagaman, lanjut Harianto, juga terlihat dari para pemain barongsai di Banda Aceh, dimana lebih dari separuhnya beragama Islam, sedangkan sisanya beragama Buddha, Kristen, dan Katolik.
"Barongsai kini sudah menjadi cabang olahraga. Di Banda Aceh, ada sekitar 35 atlet, dan lebih dari 65 persen diantaranya beragama Islam," katanya.
Dirinya menambahkan, pertunjukan barongsai di Banda Aceh tahun ini mengusung konsep tradisional, berbeda dari dua tahun sebelumnya yang lebih menonjolkan atraksi di atas tonggak.
“Kami ingin menampilkan sisi lain dari barongsai, yang lebih dekat dengan alam, seperti adegan di dalam hutan dengan unsur kepiting dan laba-laba,” demikian Harianto.