Banda Aceh (ANTARA) - Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) bersama Pemerintah Aceh mulai membahas solusi atau penyelesaian terkait bagi hasil signature bonus (bonus tanda tangan) dari kegiatan minyak dan gas bumi di tanah rencong.
"Kita sudah mengundang Pemerintah Aceh melakukan pembahasan terkait bagi hasil signature bonus tersebut," kata Plt Deputi Keuangan dan Monetisasi, Muhammad Akbarul Syah Alam, di Banda Aceh, Kamis.
Rapat pembahasan bagi hasil signature bonus bersama BPMA tersebut dihadiri perwakilan Biro Ekonomi Setda Aceh, Husaini, perwakilan Badan Pengelola Keuangan Aceh, Saumi Elfiza dan perwakilan Dinas ESDM Aceh, Dian Budi Dharma.
Signature bonus merupakan biaya yang diwajibkan atas kontraktor pemenang lelang wilayah kerja migas yang kemudian disetorkan kepada pemerintah.
Baca: BPMA bentuk tim percepatan dukung penyusunan regulasi CCS
Akbar mengatakan, adapun beberapa wilayah kerja migas di Aceh yang telah ditandatangani sejak 2015 diantaranya wilayah kerja “B” pada 2021, ONWA dan OSWA pada 2023 dan wilayah kerja Bireuen-Sigli juga di 2023.
Kata dia, para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah menyetorkan dana signature bonus ke rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi secara tepat waktu.
“Hanya saja, pada saat dana diterima di rekening PNBP Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, itu belum ada peraturan yang mengatur mekanisme penyetoran 50 persen bagian Pemerintah Aceh,” ujarnya.
Karena, jelas Akbar, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015 pasal 70 disebutkan bahwa dana signature bonus wajib dibagi kepada Pemerintah Aceh sebesar 50 persen dan Pemerintah Pusat 50 persen. Tetapi, regulasi soal penyetorannya belum ada.
Baca: BPMA: Capaian TKDN hulu migas di Aceh selama 2024 capai 69 persen