Banda Aceh (ANTARA) - Sejarawan sekaligus peneliti sejarah Islam, Sariat Arifia menyatakan bahwa hari ulang tahun (HUT) Jakarta ke-498 pada 2025 menjadi peringatan kemenangan koalisi nusantara di bawah pimpinan pejuang asal Lhokseumawe, Aceh, yakni Fatahillah.
“Tidak akan ada Jakarta kalau tidak ada pasukan koalisi yang didukung Demak, Cirebon, Jepara, Tuban dan Gresik pimpinan Fatahillah dari Pasai Lhokseumawe. Itu hasil perjuangan bersama,” kata Sariat Arifia, dalam keterangannya yang diterima di Banda Aceh, Kamis.
Ia menyampaikan sejarah Jakarta ditandai dengan pembebasan Sunda Kelapa dari cengkeraman Portugis oleh pasukan yang dipimpin Fatahillah pada 22 Juni 1527 dan kini diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta.
Oleh karena itu, HUT ini sejatinya adalah peringatan atas perjuangan bersama warga masyarakat dari berbagai daerah yang layak disebut sebagai koalisi nusantara.
"Maka, peringatan hari ulang tahun Jakarta perlu dirayakan bersama dengan daerah yang turut berjuang membebaskan Sunda Kelapa yang kini disebut Jakarta," ujarnya.
Baca: Mapesa restorasi makam kuno tokoh Kesultanan Aceh
Sariat sendiri sudah lima tahun meneliti lapangan tentang Fatahillah dengan metode grounded theory dengan pendanaan mandiri.
Ia berharap Museum Perjuangan Jakarta Fatahillah dapat dikembangkan dengan koleksi dan narasi koneksitas dengan daerah lain yang ikut berjuang membebaskan Jakarta dari cengkeraman penjajah.
Dengan demikian, konsepsi Museum Fatahillah bisa memberikan gambaran yang lebih utuh terkait sejarah Kota Jakarta. Maka, perlu ada narasi dan koleksi benda-benda sejarah yang terkait dengan perjuangan pembebasan Sunda Kelapa.
"Perlu juga dilengkapi dengan narasi kaitan pembebasan Sunda Kelapa dengan upaya pembebasan Malaka oleh Pateh Unus, karena itu merupakan rangkaian juga,” katanya.
Ia menjelaskan waktu itu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang menakjubkan dan terpenting diantara pelabuhan lainnya karena menjadi tempat perdagangan terbesar.
Di mana, semua orang berdatangan dari Sumatera, Palembang, Laue, Tanjungpura (Tamjompura), Malaka, Makassar, Jawa, Madura, dan banyak lagi. Sehingga, Sunda Kelapa menjadi simpul perdagangan rempah-rempah dunia.
Baca: Gubernur dukung wacana produksi film sejarah kesultanan Aceh-Ottoman, siapkan tim sejarah terbaik
"Letak pelabuhan Sunda Kelapa berada dua hari perjalanan dari pusat kekuasaan Pakuan Pajajaran, Kota Dayo, tempat sang raja tinggal. Karena itu, pelabuhan ini dianggap menjadi yang terpenting," ujarnya.
Hal lain yang relevan diketahui dalam konteks HUT Jakarta, tambah dia, adalah rentang waktu dan proses perjuangannya cukup panjang. Perlu dipahami secara utuh, proses perjuangan dan pembentukan koalisi pembebas Jakarta memakan waktu panjang.
Dimulai dari penyerangan Portugis ke Kerajaan Pasai, keberangkatan Fatahillah ke Tanah Suci, upaya pembebasan Malaka dari kekuasaan Portugis oleh Pateh Unus.
"Kedatangan Fatahillah ke Demak dan Cirebon yang dilanjutkan dengan penggalangan dukungan untuk membebaskan Sunda Kelapa," kata Sariat Arifia.
Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim mengusulkan agar setiap peringatan HUT Kota Jakarta mengundang daerah yang dulu ikut mendukung pembebasan Sunda Kelapa sebagai pengakuan adanya kebersamaan perjuangan.
Baca: Surat keturunan Sultan Aceh terkait sejarah direspon Pemerintah Turki
“Mengundang daerah yang punya kontribusi historis, menurut saya, itu cakep. Keren kalau dilakukan,” kata Lukmanul Hakim.
Selain mengundang daerah yang punya kontribusi historis, lanjut dia, Museum Fatahillah juga sebaiknya dikuatkan menjadi museum perjuangan Jakarta Fatahillah supaya sejarah lahirnya Jakarta adalah hasil perjuangan daerah lain diketahui masyarakat.
“Rangkaian prosesnya cukup panjang. Peristiwa yang dijadikan momentum HUT Jakarta bukan peristiwa berdiri sendiri, karenanya layak diperingati secara bersama karena faktanya itu adalah hasil perjuangan bersama warga nusantara,” demikian Lukmanul Hakim.
Berdasarkan catatan sejarah, Fatahillah lahir dan dibesarkan di Pasai, melakukan hijrah ke tanah Jawa untuk menggalang perlawanan yang berhasil mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa.
Setelah berhasil membebaskan Sunda Kelapa, dia mengganti nama kota ini menjadi Jacarta (Ja-karta) yang berarti Kota Kemenangan. Ada perdebatan pendapat posisi Fatahillah atau Faletehan pasca terusirnya Portugis dari Sunda Kelapa.
Di mana, ada yang menyebutkan dia menjadi Adipati di Jakarta, ada pula yang menyebutnya kembali ke Demak dan ke Cirebon, bahkan dikisahkan memilih ke Banten.
Baca: Filolog: Aceh ditolak jadi negara bawahan Turki Utsmani
