Banda Aceh (ANTARA) - Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia tidak mungkin melepaskan diri dengan yang namanya masalah hidup, baik dalam skala kecil maupun besar, baik dalam urusan pekerjaan, rumah tangga, kebutuhan materi, dan tekanan hidup lainnya, ketika yang satu selesai lalu datang yang lain silih berganti.
Namun, karena sudah menjadi sunnatullah, berbagai persoalan hidup tersebut solusinya sangat tergantung ada atau tidaknya rasa syukur kepada Allah pada diri seseorang, bahwa hanya Allah yang memberikan masalah dan Allah juga yang mengangkatnya.
Karenanya, bersyukur tidak hanya dilakukan ketika harapan kita terkabul, tapi juga dituntut untuk tetap merasa bersyukur dalam keadaan apapun.
Yaitu, menggunakan semua nikmat yang kita terima sesuai keinginan Allah untuk beribadah dan meraih keridhaan-Nya.
Sementara tidak adanya rasa syukur atas segala nikmat diberikan Allah, merupakan bentuk dari Istidraj yang membuat seseorang semakin jauh dari Allah dan melahirkan kesombongan dengan nikmat-nikmat yang diterima.
Demikian antara lain disampaikan Ustaz H Ridwan Ibrahim, SAg MPd, Kabid Dakwah Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Mushalla Kantor Harian Serambi Indonesia, Meunasah Manyang, Pagar Air, Rabu (27/2) malam.
"Sudah sepatutnya kita sebagai seorang hamba terus menambah kesyukuran kepada Allah atas segala nikmat-Nya yang tiada tara. Nikmat kehidupan ini, nikmat kesehatan, nikmat harta, keluarga atau segudang nikmat kesenangan hidup yang telah Allah SWT anugerahkan kepada kita. Karena kalau tidak, itulah kita sudah terkena penyakit Istidraj, yaitu nikmat yang menjauhkan kita dari Allah," ujar Ustaz Ridwan Ibrahim pada pengajian yang dipandu Dosi Elfian dan turut dihadiri Ketua Dewan Pembina KWPSI, H. Sjamsul Kahar.
Imuem Chik Masjid Haji Keuchik Leumiek Lamseupeung ini menyebutkan, Istidraj itu hakikatnya lupa pada nikmat Allah, nikmat menjadikan seseorang menjadi sombong, lalai dalam ketaatan beribadah, kerap berbuat dosa dan gemar bermaksiat.
"Dengan segala nikmat yang terus diterima, apa yang dilarang Allah justru itu yang dikerjakan dan yang disuruh Allah justru itu yang sering ditinggalkan. Jika demikian adanya, maka nikmat itu akan menjadi Istidraj yaitu azab Allah yang ditangguhkan sampai tiba saatnya nanti akan dibalas Allah baik ketika masih berada di dunia lebih-lebih di akhirat kelak," ungkap Ustaz Ridwan.
Hal ini sesuai dengan penegasan Alquran dalam Surat Ali-Imran ayat 178 yang artinya,"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan".
"Mungkin dari kita banyak yang bertanya ‘padahal dia adalah seorang yang banyak dosa, gemar bermaksiat, malas ibadah dan ingkar pada Allah, kok bisa ya kaya dan sukses terus?’ Jangan heran dulu, karena mungkin saja semua karunia yang ia terima adalah ‘Istidraj’ dari Allah," jelasnya.
Meski derajatnya terus naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya semakin terpadang di mata manusia, itu adalah Istidraj dari Allah kepada hamba sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung.
Allah SWT biarkan orang ini dan tidak disegerakan azabnya. Sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-An'am ayat 44 yang artinya, "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa".
"Maka berhati-hatilah kita. Apabila kita melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah. Sederhananya, jika melihat orang yang secara agama ibadahnya buruk, sementara maksiat kepada Allah dan manusia jalan terus, lalu rezekinya Allah berikan melimpah, kesenangan hidup begitu mudah ia dapatkan, tidak pernah sakit dan jarang tertimpa musibah, panjang umur, bahkan Allah berikan kekuatan pada fisiknya. Maka, waspadalah sebab bisa jadi itu adalah istidraj baginya dan bukan kemuliaan," ungkapnya.
Ustaz Ridwan Ibrahim menyampaikan beberapa ciri-ciri tertimpa Istidraj antara lain, Pertama, ibadahhnya makin lama makin menurun, tapi nikmat terus bertambah. Semakin sedikit ibadah tapi makin tambah umur.
Kedua, terus melakukan kemaksiatan tapi kesuksesan hidup justru semakin melimpah. Ali Bin Abi Thalib ra berkata, “Hai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepada-Nya.”
Ketiga, semakin banyak dan melimpah hartanya tapi semakin kikir. Sangat sulit bersedekah dan berinfak di jalan Allah, tapi kalau untuk kepentingan kesenangan duniawi, sangat mudah mengeluarkan harta termasuk untuk mempertahankan kekuasaannya. Ia mengira harta yang ditumpuknya akan mengokohkan posisi dan kekuasaannya.
Keempat, jarang sakit. Imam Syafi’i berkata, “Setiap orang pasti pernah mengalami sakit suatu ketika dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit, lihatlah ke belakang mungkin ada yang salah dengan dirimu". Sakit juga jika kita menerimanya dengan ikhlas, bisa menjadi penggugur dosa dan sering-sering ingat kepada Allah untuk minta kesembuhan.
"Agar terhindar dari Istidraj, maka gunakan nikmat sesuai keinginan Allah sebagai tanda syukur. Gunakan harta yang sesuai yang disukai Allah. Dengan infak di jalan Allah. Hendaklah kita takut jika selalu mendapat nikmat Allah, sementara kita tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya. Jangan sampai nikmat menjadi tabungan dosa. Yang harus kita ingat, kita bisa buat apa saja, apakah itu baik dan jahat, syukur atau ingkar, maksiat atau taat, tapi ingat semuanya itu akan dibalas oleh Allah dengan ganjaran yang setimpal," pungkasnya.
Istidraj, azab yang berbungkus nikmat
Jumat, 1 Maret 2019 7:37 WIB