Tanjungpinang (ANTARA) - Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun dapat menjadi pintu masuk dalam mengusut kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam perizinan pertambangan bauksit, kata Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yeni Sucipto.
"Peristiwa OTT di Kepri memberi pesan bahwa ada permasalahan besar dalam proses pemberian ijin pertambangan bauksit. Asumsi kami, dalam berbagai peristiwa korupsi di bidang pertambangan di berbagai daerah, ada pribadi, kelompok maupun koorporasi yang diuntungkan dari penggunaan wewenang tersebut, apakah dalam bentuk kompensasi jangka pendek maupun jangka panjang ," ujar Yeni, yang dihubungi Antara di Tanjungpinang, Kamis.
Menurut dia, Pemprov Kepri memiliki kewenangan besar dalam pengelolaan pertambangan berdasarkan UU Pemda. Kewenangan itu semestinya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memperkaya diri, kelompok maupun koorporasi.
Baca juga: Gubernur Kepri jalani pemeriksaan lanjutan di KPK
Ia mengatakan, aktivitas pertambangan bauksit di Bintan seharusnya menjadi perhatian aparat penegak hukum sejak mulai proses perijinan. Namun yang terjadi justru tidak demikian, karena aktivitas pertambangan bauksit ilegal dapat berlangsung tanpa penegakan hukum sehingga negara dirugikan.
Kepala daerah di Bintan maupun Kepri bertanggung jawab terhadap aktivitas pertambangan bauksit tersebut. Pembiaran yang dilakukan merupakan kesalahan, yang menimbulkan asumsi masyarakat bahwa ada dugaan mereka menerima kompensasi dari pengusaha pertambangan bauksit.
Apalagi ada aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan di lahan milik Pemkab Bintan, yang berada di depan Polsek Teluk Bintan. Semestinya potensi mineral yang terkandung di lahan milik Pemkab Bintan dilindungi, dilestarikan dan dikelola sehingga memberi dampak positif untuk menambah pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: KPK amankan uang rupiah dan asing terkait OTT Kepri
Masyarakat dapat menyimpulkan sendiri apa yang sedang terjadi sehingga pelaku pertambangan bauksit dapat merajalela.
"Saya pikir aktivitas pertambangan bauksit di Bintan sudah tidak wajar sehingga perlu dilakukan tindakan hukum secara serius," katanya.
Yeni juga menyoroti kerusakan lingkungan dan hutan yang disebabkan aktivitas pertambangan bauksit tersebut. Kerusakan lingkungan dan hutan itu dapat dikonversi menjadi kerugian negara.
Penyidik KLHK semestinya bekerja cepat dan terbuka dalam menangani kasus itu. KLHK harus berani bertindak, dan terlepas dari intervensi dari pihak manapun. KLHK dapat bersinergi dengan penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan dan KPK dalam menindaklanjuti kasus kerusakan lingkungan dan hutan di Bintan.
Baca juga: Ternyata Gubernur punya ruang rahasia, kini disegel KPK
Kejati Kepri jika baru menangani kasus itu, sebaiknya menunjukkan proses hukum pertambangan bauksit di Bintan bebas dari intervensi. Dari berbagai kasus korupsi di sektor pertambangan, muncul asumsi bahwa proses hukum berlangsung lama atau lambat lantaran ada intervensi dari kelompok tertentu.
"Jika masyarakat ingin KPK menangani kasus itu, seharusnya ada tekanan dari kelompok masyarakat atau aktivis anti korupsi. Tekanan ini akan mendorong KPK untuk menangani kasus itu. Jika tidak ada, maka KPK biasanya tidak akan menindaklanjuti kasus itu jika sudah ditangani Kejati Kepri," katanya.
Berdasarkan data Antara, penyidik Kejati Kepri sejak beberapa pekan lalu sudah memeriksa sejumlah pihak, termasuk pengusaha dan pejabat yang berwenang. Saksi-saksi yang diperiksa, sebagian diduga bukan pemain utama dalam pertambangan bauksit tersebut, melainkan warga biasa yang namanya digunakan sebagai direktur dalam perusahaan.
"Pihak penyidik harus berani membongkar kasus itu sampai ke akar-akarnya, jangan sampai orang yang hanya dimanfaatkan namanya menjadi korban," tegas Yeni.
FITRA: OTT Gubernur Kepri pintu masuk pengusutan kasus pertambangan
Kamis, 11 Juli 2019 20:04 WIB