Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe, Aceh, melakukan studi banding ke pondok pesantren milik Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang ada di Jawa Timur.
Wakil Ketua MPU Kota Lhokseumawe, Tgk Abu Bakar Ismail saat berkunjung ke Pondok Pesantren Wali Barokah di Kediri, Sabtu menyatakan, dirinya bersama dua anggota berkunjung ke sana untuk melihat dari dekat kegiatan belajar mengajar di pondok milik LDII itu.
Abu Bakar Ismail yang akrab disapa Abati itu didampingi Ketua Komisi C Tgk Muhammad Isa Muhammad (Waled) dan Sekretaris Komisi C Tgk Abdullah A Gani (Abon) dan Ketua DPD LDII Kota Lhokseumawe Tgk Nurdin.
Selain ke Pondok Wali Barokah, para ulama Aceh itu juga berkunjung ke Pondok Pesantern Modern Kadengmangu, Jombang, Jawa Timur.
Setelah menerima penjelasan, Abati menyatakan, pada prinsipnya kurikulum yang diajarkan di Pondok Pesantren Wali Barokah tidak ada persoalan, karena hampir sama dengan pondok-pondok lainnya yang ada di Aceh atau di daerah lainnya, hanya metodenya saja yang mungkin ada perbedaan, tapi tujuannya sama.
Abati yang juga Pimpinan Ponpes Darul Ulum Al-Munawarah menyatakan, seluruh pondok pesantren ingin menghasilkan dai dan daiyah untuk menyebar luaskan ilmu agama kepada umat Islam di seluruh penjuru Tanah Air.
Hal yang sama juga disampaikan Waled Isa yang menyatakan, metode yang diajarkan di pondok LDII berbeda dengan pondok-pondok di Aceh, namun hasilnya tetap sama menciptakan manusia yang berkarakter, bertauhid, dan akhlakulkarimal.
"Walaupun agak istans, tapi matang, tidak ada yang mentah," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Ponpes Wali Barokah KH Drs Sunarto MSi menyatakan, Ponpes Wali Barokoh yang dirikan tahun 1951 itu berada di atas lahan seluas 4,5 hektare dan kini memiliki 3.855 santri dan santriwan.
Salah seorang guru, Syech Abdul Aziz Ridwan menyatakan, kurikulum yang diajarkan di podoknya adalah Alquran dan Hadist dengan metode penyampaian secara langsung antara guru dan murid.
Sebelum masuk dalam pelajaran pokok, para santri diwajibkan belajar membaca Alquran dengan lancar sesuai dengan tajwid dan menulis huruf begon (Arab Melayu) selama dua bulan.
Kemudian, para santri memasuki tahap berikutnya yakni belajar Alquran dan 15 himpunan, yakni kumpulan hadist yang membahas cara ibadah, seperti tentang tauhid, salat, puasa, haji, dan ilmu faroit (warisan) yang masa pendidikan selama 1,5 sampai 2 tahun.
Setelah itu, para santri ditugaskan atau kerja praktek di seluruh daerah di Indonesia dengan masa tugas selama 1 tahun di Pulau Jawa dan 1,5 tahun di luar Jawa.
Setelah bertugas, kata Abdul Azis, mereka bisa kembali ke Pondok Wali Barokah untuk memperdalam ilmu agama, seperti pembahasan hadist besar "kutubushitah" yang terdiri Hadis Bukhari, Muslim, Nasa'i, Abi Daud, dan Ibnu Majah, serta belajar Bahasa Arab, Nahu Saraf dan menghafal Alquran.
Ia menyatakan, target pendidikan yang ingin dicapai adalah menciptakan santri yang sukses pribadi, yakni alim, akhlakulkarimah, dan mandiri.
Kemudian target berikutnya sukses keluarga, kalau sebagai anak, menjadi anak yang shaleh, kalau berkeluarga menjadi suami atau istri yang bertanggungjawab.
Target selanjutnya, sosial kemasyarakat, yakni menjadi santri yang baik di masyarakat, berjiwa sosial, menyampaikan amanah, dan menunjukkan kehidupan yang baik.
"Kalau ini bisa tercapai, maka masing-masing santri menjadi orang profesional religius," katanya.
Wakil Ketua MPU Kota Lhokseumawe, Tgk Abu Bakar Ismail saat berkunjung ke Pondok Pesantren Wali Barokah di Kediri, Sabtu menyatakan, dirinya bersama dua anggota berkunjung ke sana untuk melihat dari dekat kegiatan belajar mengajar di pondok milik LDII itu.
Abu Bakar Ismail yang akrab disapa Abati itu didampingi Ketua Komisi C Tgk Muhammad Isa Muhammad (Waled) dan Sekretaris Komisi C Tgk Abdullah A Gani (Abon) dan Ketua DPD LDII Kota Lhokseumawe Tgk Nurdin.
Selain ke Pondok Wali Barokah, para ulama Aceh itu juga berkunjung ke Pondok Pesantern Modern Kadengmangu, Jombang, Jawa Timur.
Setelah menerima penjelasan, Abati menyatakan, pada prinsipnya kurikulum yang diajarkan di Pondok Pesantren Wali Barokah tidak ada persoalan, karena hampir sama dengan pondok-pondok lainnya yang ada di Aceh atau di daerah lainnya, hanya metodenya saja yang mungkin ada perbedaan, tapi tujuannya sama.
Abati yang juga Pimpinan Ponpes Darul Ulum Al-Munawarah menyatakan, seluruh pondok pesantren ingin menghasilkan dai dan daiyah untuk menyebar luaskan ilmu agama kepada umat Islam di seluruh penjuru Tanah Air.
Hal yang sama juga disampaikan Waled Isa yang menyatakan, metode yang diajarkan di pondok LDII berbeda dengan pondok-pondok di Aceh, namun hasilnya tetap sama menciptakan manusia yang berkarakter, bertauhid, dan akhlakulkarimal.
"Walaupun agak istans, tapi matang, tidak ada yang mentah," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Ponpes Wali Barokah KH Drs Sunarto MSi menyatakan, Ponpes Wali Barokoh yang dirikan tahun 1951 itu berada di atas lahan seluas 4,5 hektare dan kini memiliki 3.855 santri dan santriwan.
Salah seorang guru, Syech Abdul Aziz Ridwan menyatakan, kurikulum yang diajarkan di podoknya adalah Alquran dan Hadist dengan metode penyampaian secara langsung antara guru dan murid.
Sebelum masuk dalam pelajaran pokok, para santri diwajibkan belajar membaca Alquran dengan lancar sesuai dengan tajwid dan menulis huruf begon (Arab Melayu) selama dua bulan.
Kemudian, para santri memasuki tahap berikutnya yakni belajar Alquran dan 15 himpunan, yakni kumpulan hadist yang membahas cara ibadah, seperti tentang tauhid, salat, puasa, haji, dan ilmu faroit (warisan) yang masa pendidikan selama 1,5 sampai 2 tahun.
Setelah itu, para santri ditugaskan atau kerja praktek di seluruh daerah di Indonesia dengan masa tugas selama 1 tahun di Pulau Jawa dan 1,5 tahun di luar Jawa.
Setelah bertugas, kata Abdul Azis, mereka bisa kembali ke Pondok Wali Barokah untuk memperdalam ilmu agama, seperti pembahasan hadist besar "kutubushitah" yang terdiri Hadis Bukhari, Muslim, Nasa'i, Abi Daud, dan Ibnu Majah, serta belajar Bahasa Arab, Nahu Saraf dan menghafal Alquran.
Ia menyatakan, target pendidikan yang ingin dicapai adalah menciptakan santri yang sukses pribadi, yakni alim, akhlakulkarimah, dan mandiri.
Kemudian target berikutnya sukses keluarga, kalau sebagai anak, menjadi anak yang shaleh, kalau berkeluarga menjadi suami atau istri yang bertanggungjawab.
Target selanjutnya, sosial kemasyarakat, yakni menjadi santri yang baik di masyarakat, berjiwa sosial, menyampaikan amanah, dan menunjukkan kehidupan yang baik.
"Kalau ini bisa tercapai, maka masing-masing santri menjadi orang profesional religius," katanya.