Meulaboh (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Aceh (DPRA), Muhammad Rizki menegaskan rendahnya harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit selama ini telah merugikan petani di Aceh.
Seperti diketahui, harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, pada Ahad (21/6/2020) dibeli oleh pabrik kelapa sawit sebesar Rp1.050 per kilogram, sedangkan harga tampung di tingkat agen pengepul yang dibeli dari petani sebesar Rp850/kilogram.
Baca juga: Harapan petani Abdya harga jual kelapa sawit bisa tembus Rp1.500/kg
“Kami berharap Pemerintah Provinsi Aceh segera menetapkan harga standarisasi kelapa sawit, sehingga petani di Aceh tidak semakin dirugikan,” kata Muhammad Rizki didampingi Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRA, Teuku Raja Keumangan, Ahad.
Menurutnya, dengan adanya standarisasi harga TBS kelapa sawit di Aceh, maka hal ini akan menguntungkan petani dan pihak perusahaan selaku pelaku usaha, karena bisa mendapatkan up date harga sesuai dengan daya beli di pasar domestik maupun internasional.
Baca juga: Pemkab Aceh Utara targetkan 2.500 hektare peremajaan sawit
Kondisi tersebut juga diharapkan dapat menyebabkan masyarakat khususnya petani mengetahui harga kekinian TBS di Aceh.
Untuk itu, ia berharap kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan Aceh agar memperhatikan persoalan tersebut demi kesejahteraan petani, sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh di masa pandemi seperti saat sekarang ini.
"Kami minta kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, agar segera menegakkan standarisasi harga jual TBS di Aceh, sehingga petani tidak semakin dirugikan,” kata Muhammad Rizki menegaskan.
Sebelumnya, anggota DPRK Nagan Raya, Sigit Winarno saat melaporkan persoalan ini kepada anggota Komisi II DPRA, Muhammad Rizki mengatakan pihaknya selama ini kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat, khususnya petani di Kabupaten Nagan Raya karena harga jual kelapa sawit setiap harinya semakin rendah.
Kondisi tersebut menyebabkan petani merugi karena harga jual TBS yang diduga sarat permainan dan tidak memihak kepada rakyat kecil, ungkap Sigit Winarno.