"Regulasi KTR sudah ada di 23 kabupaten/kota se Aceh, dan yang terakhir kemarin pada Oktober 2024 di Kabupaten Pidie Jaya, yang juga didampingi Aceh Institute," kata Direktur Eksekutif The Aceh Institute, Muazzinah, di Banda Aceh, Minggu.
Tak hanya di kabupaten/kota, kata dia, peraturan KTR tersebut juga sudah disahkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh yaitu melalui Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Baca juga: Peneliti: Aceh bisa jadi contoh terbaik penerapan KTR untuk Sumatera
Sebagai informasi, The Aceh Institut merupakan lembaga swadaya masyarakat yang selama ini konsen terhadap isu KTR, dan fokus melakukan advokasi kebijakan terkait penerapan KTR di Aceh.
Muazinah menyampaikan, meski peraturannya sudah tersedia, tetapi implementasinya sejauh ini belum maksimal, terutama di lingkungan sekolah menengah atas (SMA).
Masalah tersebut karena tidak dapat diterapkan lewat kebijakan KTR kabupaten/kota. Mengingat, sekolah SMA sederajat berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh. Tentunya, ini harus menggunakan Qanun KTR provinsi.
Dirinya menyebutkan, qanun KTR Provinsi Aceh pada dasarnya juga mengatur bahwa lingkungan pendidikan masuk dalam wilayah. Tetapi, sejauh ini penerapannya belum berjalan optimal karena masih keterbatasan anggaran.
"Kalau Kepala Disdik Aceh pak Marthunis memang sangat konsen memberlakukan KTR di lingkungan pendidikan. Mungkin terbatas anggaran. Jadi hanya lahir produk kebijakan, tetapi implementasi nya juga tidak didukung dengan anggaran atau lainnya," ujarnya.
Karena itu, dirinya berharap adanya komitmen pemerintah secara keseluruhan untuk mengalokasikan anggaran terhadap implementasi KTR, sehingga tidak berhenti hanya sampai pada melahirkan produk kebijakannya saja.
"Ini lah yang kita minta, komitmen pemerintah secara keseluruhan untuk alokasi anggaran terhadap implementasi KTR," katanya.
Selain itu, dirinya menambahkan bahwa kendala penerapan KTR di Aceh juga karena sudah sangat berkurangnya keamanan sosial dari masyarakat. Dalam hal ini, penjual mau melayani anak-anak yang membeli rokok.
Dalam kesempatan ini, Muazinah juga menuturkan bahwa permasalahan penerapan KTR ini juga karena sudah berkurang security sosial di tengah masyarakat. Dimana, rokok juga dijual bebas untuk anak-anak.
Kondisi ini, lanjut dia, berbeda dengan fungsi sosial masyarakat yang mau menjaga anak-anak dari paparan rokok, meskipun bukan anak mereka sendiri.
"Dulu itu, anak orang merokok itu anak kita. Kalau sekarang ya tidak apa-apa lah anak orang. Jadi kita tidak menjaga lagi. Maka kita sangat berharap security sosial kembali ada di tengah masyarakat Aceh," demikian Muazinah.
Baca juga: Qanun kawasan tanpa rokok mulai disosialisasi, tahun depan mulai disanksi