Banda Aceh (ANTARA) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendesak Pemerintah Aceh untuk segera merealisasikan reparasi (pemulihan) terhadap 242 korban konflik Aceh yang telah ditetapkan Gubernur Nova Iriansyah.
“Seharusnya tidak boleh sebatas SK Gubernur saja, tapi yang namanya reparasi mendesak itu ya segera direalisasi dalam tahun yang sama dengan terbitnya SK tersebut," kata Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, di Banda Aceh, Kamis.
Hendra mengatakan, sebelumnya kebijakan pemberian hak reparasi itu diterbitkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh Nomor 330/1269/2020, pada 27 Mei 2020. Namun hingga hari ini belum direalisasikan.
Baca juga: Reparasi mendesak bagi 242 korban konflik Aceh belum terealisasi
"Kalau direalisasikan tahun berikutnya, maka tidak bisa digolongkan lagi sebagai reparasi mendesak, lebih kepada reparasi komprehensif,” ujarnya.
Hendra berharap, reparasi korban pelanggaran HAM di Aceh jangan hanya dijadikan sebatas jargon, karenanya mereka menagih realisasi dari kebijakan Pemerintah Aceh tersebut yang telah diklaim sebagai salah satu capaian kinerja terkait dengan indikator perdamaian.
Hendra menyampaikan, reparasi mendesak itu mengacu pada qanun (peraturan daerah) tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh untuk mendorong proses pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.
Baca juga: 20 keluarga korban konflik sampaikan kesaksian kepada KKR Aceh
Reparasi mendesak diberikan kepada mereka yang membutuhkan, sehingga proses pengungkapan kebenaran bisa berlangsung tanpa ada hambatan.
“Kondisi mendesak dalam reparasi kalau mau kita umpakan dalam situasi bencana alam, mirip seperti proses emergency respon pasca bencana, di mana masyarakat terdampak bencana musti dibantu dulu kebutuhan dasar pangan untuk dia bertahan hidup,” kata Hendra.
Hendra menyebutkan, sesuai dengan SK Gubernur Aceh tentang penetapan reparasi mendesak bagi korban pelanggaran HAM itu, terdapat beberapa jenis layanan reparasi yang diberikan seperti layanan medis, psikologis, bantuan usaha, jaminan sosial bagi korban lansia, serta keperdataan.
Baca juga: Korban konflik Aceh butuhkan bantuan ekonomi
Karena itu, KontraS Aceh mendesak Pemerintah Aceh agar segera merealisasikan reparasi sebagaimana yang tercantum dalam lampiran SK tersebut, sehingga nantinya bisa menjadi klaim terhadap capaian kinerja tahun selanjutnya.
"Jika belum ada realisasi hanya masih sebatas SK Gubernur Aceh, tidak tepat diklaim bahwa reparasi mendesak sebagai capaian empat tahun Pemerintah Aceh dalam isu perdamaian," ujarnya.
Dirinya menuturkan, kritikan terhadap pemerintah ini harus dipandang sebagai bentuk perhatian masyarakat sipil dalam mendukung kinerja pemerintah menjadi lebih good and clean goverment.
“Kebijakan pemerintah tidak boleh hanya sebatas jargon saja, tetapi harus dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat,” demikian Hendra Saputra.