Meulaboh (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Aceh Barat menyusun rancangan Qanun (Peraturan Daerah) tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten (Ripparkab) Aceh Barat, sebagai upaya meningkatkan kualitas dan pelayanan pariwisata di daerah.
“Kita berharap dengan penyusunan rancangan qanun ini, dapat meningkatkan kualitas pariwisata di daerah,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat, Marhaban dalam keterangannya di Meulaboh, Jumat.
Ia mengatakan kualitas pelayanan dan citra kepariwisataan sangat dipengaruhi oleh sistem usaha pariwisata yang merupakan komponen penting secara menyeluruh.
Baca juga: Wisatawan Malaysia kagumi Aceh Ramfest
Adanya dinamika dan kompleksitas permasalahan serta tantangan pengembangan tata kelola dan manajemen usaha pariwisata, termasuk sumber daya manusia pariwisata, memerlukan landasan hukum tentang jasa pariwisata di kabupaten Aceh Barat.
Atas persoalan tersebut, kemudian Pemerintah Kabupaten Aceh Barat menggelar forum diskusi untuk menyusun Qanun tentang Ripparkab Aceh Barat.
Ia berharap rumusan qanun ini, nantinya dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perencanaan. Hal ini menjadi penting saat pelaksanaan qanun itu sendiri.
Marhaban mengatakan di Aceh Barat juga perlu dicanangkan wisata halal sesuai rencana induk, sehingga ke depan tidak ada pertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi.
"Kita cermati dalam konsideran seharusnya memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis. Unsur tersebut harus disusun berurutan," ujar Marhaban.
Perwakilan Kemenkumham Aceh, Nurdani menyebutkan Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten (Ripparkab) Aceh Barat ini disarankan tetap mengacu pada peraturan yang lebih tinggi.
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno ngabuburit Ramadhan sambil lari di Aceh
Untuk itu, setiap peraturan yang dibuat harus harmonis dan berperspektif HAM termasuk peraturan daerah, yang merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang termasuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Menurut Nurdani, peraturan daerah merupakan instrumen hukum dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah, katanya.
Baca juga: Menparekraf tetapkan Desa Iboih sebagai desa wisata terbaik, begini harapan Sandiaga Uno