Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), total kejadian karhutla di Indonesia mencapai 206 kejadian dan didominasi oleh Aceh yaitu sebanyak 53 kali hingga Juni 2023. Kemudian disusul Kalimantan Tengah 35 kali kejadian.
Menurut dia jika Pemerintah Aceh lengah dan tidak memiliki strategi terintegrasi dalam mengatasi hal ini. Dikhawatirkan akan berdampak pada kekeringan hingga krisis air, baik untuk dikonsumsi maupun lahan pertanian dan perkebunan.
Bila ini terjadi, dampak jangka panjang nya adalah produktivitas pangan atau berdampak pada ketahanan pangan. Karena sangat berpotensi banyak gagal panen karena krisis air atau kekeringan dampak dari El Nino tersebut.
“Ancaman kelaparan juga bisa terjadi, tentu ini cukup berbahaya bila tidak segera dicari solusi, terutama terkait dengan karhutla,” katanya.
Ia menyatakan dampak nyata dari efek El Nino sudah mulai terlihat di depan mata. Kejadian Karhutla tertinggi seluruh Indonesia merupakan peringatan bagi pemerintah Aceh untuk segera mengatasinya.Begitu juga dengan kekeringan, dari total kejadian seluruh Indonesia sebanyak 18 kejadian, Aceh masuk empat besar. Meskipun Jawa Tengah tertinggi sebanyak 11 kejadian, Jawa Barat 3 kejadian, Jawa Timur 3 kejadian dan Aceh satu kejadian.
"Tetapi ini tidak boleh diremehkan, karena cukup berpotensi dilanda kekeringan, apa lagi karhutla Aceh tertinggi dari seluruh Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Sekitar 43 Ha sawah di Nagan Raya Aceh gagal tanam akibat kekeringan
Kemudian, lanjutnya, berdasarkan data dari sipongi.KLHK, total Karhutla di Aceh hingga Juni 2023 sudah mencapai 491,8 hektare. Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah yang paling tinggi yaitu mencapai 117,7 hektare, disusul Aceh Tengah 78,5 hektare dan Subulussalam 75,5 hektare.
Jika karhutla terus meluas, dan dampak dari El Nino ini tidak segera diatasi, maka bencana asap bisa terjadi yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Berkaca pengalaman pada 2015-2016 yang menyebabkan karhutla di Indonesia mencapai 2,6 juta hektare. Terjadi bencana asap hingga ke Malaysia dan Indonesia mengalami kerugian ekonomi hingga Rp221 triliun.
“Meskipun tidak semua wilayah bakal terjadi kekeringan, bisa saja ada yang banjir atau bencana lainnya, karena tidak semua wilayah memiliki dampak yang sama,” katanya.
Karena itu, WALHI mengingatkan Pemerintah Aceh harus memiliki perencanaan anggaran dan fasilitas untuk masyarakat yang mengungsi jika sewaktu-waktu terjadi bencana di Aceh.
Karena perencanaan mitigasi kebencanaan yang baik itu adalah sigap dan cepat. Terutama persoalan pendanaan yang mudah diakses ketika bencana datang.
“Selama ini yang jadi masalah pada kesediaan dana, pemerintah sering panik dengan pendanaan, karena tidak dipersiapkan secara matang sebelumnya, maka ini perlu segera dipersiapkan dan ada alokasi dana khusus untuk menghadapi setiap bencana,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga berharap Pemerintah Aceh maupun kabupaten/kota segera melakukan pendataan wilayah yang berpotensi terdampak dari fenomena El Nino atau bencana alam lainnya.
Sehingga lebih mudah melakukan penanganan maupun perencanaan, baik upaya mitigasi maupun evakuasi saat bencana datang.
Kemudian, pemerintah juga harus mempersiapkan peralatan yang cukup dan personel yang terlatih untuk mengatasi berbagai bencana yang sewaktu-waktu terjadi di Aceh dampak dari berbagai bencana alam yang terjadi di Aceh.
“Peralatan kebencanaan dan personel harus dipersiapkan dengan matang dan harus standby selama 24 jam, tidak boleh lengah,” demikian Ahmad Shalihin.
Baca juga: DLHK: 60 Ha sawah di Aceh Barat kehilangan sumber air akibat tambang batu bara