Banda Aceh (ANTARA) - United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyatakan bahwa serangan aksi massa mahasiswa terhadap pemindahan paksa pengungsi Rohingya di Banda Aceh karena kampanye online terkoordinasi hingga ujaran kebencian.
"Serangan massa terhadap pengungsi bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi, namun hasil dari kampanye online terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi dan ujaran kebencian terhadap pengungsi," kata Juru bicara UNHCR Indonesia Mitra Salima Suryono dalam keterangannya di Banda Aceh, Kamis.
Menurutnya, kampanye online yang terkoordinasi itu juga merusak upaya Indonesia dalam menyelamatkan nyawa orang-orang yang putus asa dalam kesulitan di laut.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Aceh melakukan aksi menolak etnis Rohingya, dan massa membawa paksa 137 pengungsi dari tempat sementara di Balai Meuseuraya Aceh (BMA) ke kantor Kemenkumham Aceh.
Baca juga: Demo, mahasiswa pindahkan pengungsi Rohingya ke Kemenkumham Aceh
Badan Pengungsi PBB ini sangat prihatin melihat serangan massa ke pengungsi yang mayoritasnya adalah anak-anak tersebut. Aksi itu membuat pengungsi tersentak dan trauma.
Kata Mitra, UNHCR sangat mengkhawatirkan keselamatan para pengungsi dan menyerukan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan darurat guna memberikan perlindungan bagi semua individu dan staf kemanusiaan yang putus asa.
Selain itu, UNHCR juga mengingatkan bahwa pengungsi Rohingya yang mencari perlindungan di Indonesia itu adalah korban penganiayaan dan konflik, serta penyintas perjalanan laut yang mematikan.
"Indonesia dengan tradisi kemanusiaan yang telah lama diterapkan membantu menyelamatkan nyawa orang-orang yang putus asa ini, yang jika tidak ditolong akan meninggal di laut seperti ratusan orang lainnya," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, UNHCR juga memperingatkan masyarakat umum untuk waspada kampanye online yang terkoordinasi dan dikoreografikan dengan baik di platform media sosial.
Kemudian, menyerang pihak berwenang, masyarakat setempat, pengungsi, pekerja kemanusiaan, menghasut kebencian serta membahayakan nyawa.
"UNHCR mengimbau publik di Indonesia memeriksa ulang semua informasi yang tersedia secara online, yang banyak diantaranya salah atau diputarbalikkan, dengan gambar yang dibuat oleh AI, dan ujaran kebencian yang disebarkan melalui akun bot," demikian Mitra Salima.
Polisi tetapkan dua tersangka baru kasus penyelundupan Rohingya
Baca juga: Polresta Banda Aceh kembali tetapkan dua tersangka penyelundup Rohingya