Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) mengoptimalkan pemanfaatan Integrated Cold Storage (ICS) atau gudang pendingin sebagai salah satu komponen investasi perikanan, serta upaya menstabilkan harga ikan yang menurun akibat melimpahnya hasil tangkapan nelayan.
"Pemanfaatan ICS sangat membantu stabilitas harga ikan terutama pada saat tangkapan laut melimpah. Serta menjaga kesegaran dan kualitas produk perikanan sebelum sampai ke konsumen," kata Kepala DKP Aceh, Aliman di Banda Aceh, Selasa.
Aliman menyatakan langkah tersebut dilakukan merespon melimpahnya hasil tangkapan nelayan dalam beberapa hari terakhir dari berbagai daerah di Aceh, sehingga membuat stok ikan jenis tongkol (deho) berlebih.
Baca: DKP catat tangkapan ikan di PPS Kutaraja Banda Aceh capai 100 ton per hari
“Alhamdulillah dengan upaya bersama dan koordinasi yang baik dengan para pengelola cold storage, harga ikan dapat distabilkan dengan cepat," ujarnya.
Sebagai informasi, dalam beberapa pekan terakhir hasil tangkapan nelayan Aceh melimpah, diperkirakan mencapai 100 ton per hari, terutama untuk jenis ikan tongkol. Akibatnya, harga ikan menurun hingga Rp3.000 per kilogram.
Baca: KKP tangkap kapal penangkap ikan ilegal di Samudera HindiaIa menjelaskan Pemerintah Aceh menjalankan kebijakan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, terutama memfasilitasi tata kelola hulu hilir sektor kelautan dan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut pengamatannya, sejauh ini tata niaga hasil perikanan di pasar berjalan dengan baik dan menguntungkan semua pihak. Baik nelayan, pengusaha pengolahan, pengelola cold storage.
"Yang terpenting adalah masyarakat dapat memperoleh ikan dengan harga terjangkau dan kualitas mutu yang bagus," katanya.
Baca: Hasil tangkapan ikan nelayan Lhokseumawe capai 4.657 ton
Di Aceh, saat ini tersedia sebanyak 21 unit ICS baik milik pemerintah maupun swasta, dan 17 diantaranya telah disertifikasi serta memiliki sertifikat kelayakan pengolahan (SKP)/good manufacturing practices (GMP), kemudian satu unit sedang dalam pembinaan kelayakan pengolahan.
"Memang masih ada beberapa yang saat ini mengalami kendala dalam operasionalnya, itu terus dicari solusi bersama pengelola dan pemerintah kabupaten/kota di mana cold storage berada," ujarnya.
Baca: Tingkat konsumsi ikan di Aceh lampaui angka rata-rata nasionalAdapun kendalanya yakni beban operasional listrik terlalu tinggi, hal ini menimbulkan kesulitan pihak mitra pengelola dan mengakibatkan cold storage dan infrastruktur bantuan APBN lainnya belum sepenuhnya berfungsi dengan baik atau pada kapasitas penuh.
Kemudian, juga terdapat kondisi ICS yang kurang diminati meski kondisinya bagus dan berstandar internasional, seperti ICS Sabang.
Kemungkinannya, dianggap kurang strategis untuk pemasaran dibandingkan dengan ICS yang berada di pelabuhan terdekat seperti Banda Aceh, sehingga pemilik kapal lebih memilih bongkar di PPS Kutaraja.
Baca: Produksi ikan di Aceh Timur capai 11,28 ribu ton
Apalagi, pelabuhan bongkar perikanan di Sabang belum dapat digunakan oleh kapal berukuran besar untuk berlabuh. Di sisi lain, biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih rendah dengan mengelola ICS di Banda Aceh.
Karena itu, beberapa ICS di daerah belum sepenuhnya dapat bekerja optimal. Kemudian, umur rata-ratanya sudah di atas tujuh tahun, bahkan ada yang sudah 15 tahun.
"Meski demikian, kami akan terus meningkatkan koordinasi dengan pihak pengelola dan kabupaten/kota untuk memanfaatkan ICS yang ada agar lebih optimal, dan mampu memberikan hasil terbaik demi kemajuan sektor kelautan dan perikanan di Aceh," demikian Aliman.
Baca: Kenapa nelayan Aceh dilarang melaut saat peringatan tsunami 26 Desember?