Jakarta (ANTARA) - Ada fakta menarik dalam kerja sama Polri dalam membantu Kepolisian Thailand (Royal Thai Police) menangkap Chaowalit Thungduang alias Sia Paeng Nanoo alias Sulaiman, buronan nomor satu yang merupakan bandar besar atau bos narkoba di negeri Gajah Putih yang melarikan diri ke Indonesia.
Bos narkoba Thailand itu ada kaitannya dengan Aceh, yang sekaligus menunjukan kerentanan daerah di ujung barat Indonesia itu.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol. Wahyu Widada di Bareskrim Polri, Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa penangkapan terhadap bandar itu setelah Polri menerima red notice dari Royal Thai Police pada tanggal 16 Februari 2024.
"Buronan ini salah satu seorang pelaku kriminal yang telah ditetapkan sebagai buronan yang paling dicari di Thailand karena telah melakukan berbagai kejahatan sebelum akhirnya melarikan diri ke Indonesia untuk bersembunyi," kata Wahyu.
Baca juga: UNHCR bantu penerjemah ke Polri untuk ungkap penyelundupan Rohingya di Aceh
Rentan disusupi
Dari hasil penyelidikan, buronan Chaowalit masuk ke Indonesia melalui jalur laut dari perairan Thailand menuju perairan Aceh menggunakan kapal cepat pada tanggal 8 Desember 2023 dengan menempuh waktu perjalanan 17 jam. Selanjutnya yang bersangkutan tinggal di Sumatera Utara dengan nama samaran Sulaiman.
Hal ini menunjukkan betapa mudahnya Indonesia disusupi penjahat, penyelundupan orang rohingya, dan tentu saja barang terlarang lainnya, melalui jalur laut. Posisi Aceh di muka Selat Malaka jadi gerbang masuknya.
Sindikat penyelundupan orang
Fakta lainnya adalah selama berada di Indonesia, Chaowalit menggunakan identitas palsu, KTP, maupun kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran palsu. Bagaimana dia mendapatkannya? Karena dibuat oleh seorang warga negara Indonesia di Aceh berinisial FS.
"Sampai di Indonesia ada WNI berinisial FS yang sebelumnya dikenalkan salah satu saksi di Thailand untuk membantu buronan membuat identitas palsu sebagai WNI atas nama Sulaiman. Identitas palsu itu tersebut berupa KTP, KK, dan akta kelahiran sebagai penduduk Aceh Timur," katanya.
Fakta ini menunjukkan adanya jaringan penyelundupan orang yang beroperasi di Aceh. Keberadaan mereka bisa jadi bisa mangakses ke pemerintahan sehingga bisa memalsukan kartu identitas hingga akta kelahiran.
Sindikat ini sebelumnya juga terbongkar dari kedatangan imigran rohingya di Aceh Barat, dan pelakunya adalah sejumlah warga Aceh juga, yang kini sudah ditetapkan polisi sebagai tersangka penyelundup orang. Kemungkinan bukan hanya satu jaringan yang beroperasi di Aceh.
Pelarian bos narkoba
Selama berada di Indonesia, kata dia, Chaowalit atau Sulaiman hidup dengan suplai uang yang dikirim dari Thailand. Selama berada di Indonesia ada WNI yang membantunya mengirimkan uang, mengantar berpergian, hingga menemani selama tinggal di Indonesia (seorang wanita).
Disebutkan pula bahwa total ada delapan saksi yang terkait dengan pelarian Chaowalit di Indonesia yang sedang diburu penyidik Polri karena membantu buronan selama dalam pelarian.
Chaowalit tinggal berpindah-pindah dari satu apartemen ke apartemen dan dari hotel ke hotel, dan beberapa kali berganti-ganti yang menemani.
Baca juga: Jaringan penyelundupan Rohingya ke Aceh tersebar di tiga provinsi, begini penjelasan polisi
Chaowalit diketahui berapa di Bali sejak 20 Mei 2024 untuk berlibur. Selama berkomunikasi menggunakan Google Translet karena tidak bisa berbahasa Inggris maupun bahasa Indonesia.
"Yang dijelaskan oleh Thailand, Chaowalit terlibat kasus narkoba di Thailand, salah satu bandar narkoba yang besar di negara tersebut, kemudian melakukan pembunuhan, termasuk pada saat melahirkan diri. Sebenarnya sudah ditangkap dan ditahan, kemudian melarikan diri saat izin berobat gigi di salah satu rumah sakit di Thailand," kata Komjen Pol. Wahyu.
Meski selama di Indonesia tidak ada catatan kriminalitas, Chaowalit adalah buronan paling berbahaya di Thailand karena telah membunuh seorang polisi dan beberapa orang yang diduga saksi kasus perkaranya.
Sekretaris Jenderal Badan Pengawasan Narkotika Thailand Phanurat Lukboon mengapresiasi kinerja Polri dalam membantu pihaknya menangkap buronan nomor satu di negerinya. Hal ini mengingat kejahatannya cukup besar, yakni membunuh aparat, yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat di sana.
"Polisi Thailand menyatakan tersangka orang yang penting segera ditangkap. Kami tahu dia berada di Indonesia, sudah 6 hari tinggal di Medan. Berarti Kepolisian Indonesia sangat berkualifikasi. Kami semua tahu bahwa kasus narkoba bukan hanya masalah satu negara, melainkan harus berkolaborasi dengan negara lain," kata Phanurat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polri bantu Royal Thai Police tangkap buronan bandar narkoba nomor 1