Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh menuntut seorang warga negara (WN) Bangladesh dengan hukuman satu tahun penjara karena terbukti bersalah masuk dan tinggal di Indonesia secara ilegal.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum Yuni Rahayu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Selasa.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Arnaini serta didampingi Mustabayirah dan Jamaluddin masing-masing sebagai hakim anggota.
Terdakwa atas nama Parvez, warga negara Bangladesh. Terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.
Selain pidana penjara selama satu tahun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menuntut terdakwa Parvez membayar denda Rp5 juta subsidair tiga bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Parvez terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 119 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian," kata JPU.
Berdasarkan fakta dan keterangan saksi-saksi, kata JPU, terdakwa masuk dan tinggal di Indonesia tanpa dilengkapi dokumen sah perjalanan luar negeri.
Terdakwa masuk ke wilayah Indonesia dari Malaysia melalui Tanjung Balai, Sumatera Utara, secara ilegal, pada Februari 2023. Selanjutnya, terdakwa menuju Kota Banda Aceh untuk menemui istrinya di Kota Banda Aceh.
Terdakwa Parvez akhirnya ditangkap tim gabungan di Gampong Pie, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, pada 29 Februari 2024, kata JPU menyebutkan.
Sebelum menuntut terdakwa, JPU mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, terdakwa memasuki dan tinggal di Indonesia secara ilegal.
"Sedangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa mengaku tidak mengulangi perbuatannya. Terdakwa masuk ke Indonesia karena istrinya sakit di Banda Aceh," kata JPU.
Usai mendengar tuntutan jaksa penuntut umum, majelis hakim menanyakan apakah terdakwa mengajukan pembelaan atau tidak. Terdakwa bersama penasihat hukumnya menyatakan mengajukan pembelaan secara tertulis.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 20 Agustus 2024 dengan agenda mendengarkan pembelaan terdakwa.
Baca juga: Kejari Bireuen hentikan dua perkara berdasarkan keadilan restoratif