Sembilan anggota DPRK Aceh Barat Daya (Abdya) yang tergabung dalam Fraksi Abdya Maju, mendapat sorotan tajam karena dianggap mengabaikan kepentingan rakyat setelah mangkir dari Sidang Paripurna pengesahan Anggaran 2025.
"Sidang Paripurna pengesahan anggaran pada Jumat (22/10) kemarin gagal karena rapat tidak mencapai kuorum," ungkap Wakil Ketua DPRK Abdya, Nurdianto di Blangpidie, Sabtu.
Menurut Nurdianto, rapat paripurna pengambilan keputusan harus dihadiri 2/3 atau sekitar 18 orang dewan dari 25 anggota DPRK. Sementara kemarin sembilan di antaranya tidak hadir.
"Kalau mau tidak hadir itu hak masing-masing anggota DPRK. Tapi kalau membatalkan agenda yang sudah disepakati dengan Badan Musyawarah itu tidak bisa dibatalkan oleh ketua atau pimpinan DPRK karena semua ada aturannya," ungkapnya.
Baca juga: Pimpinan DPRK Nilai Panwaslih Abdya Semakin Tidak Kompeten Kawal Pilkada serentak 2024
Baca juga: Pimpinan DPRK Nilai Panwaslih Abdya Semakin Tidak Kompeten Kawal Pilkada serentak 2024
Nurdianto dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap ketidakhadiran sembilan anggota Legislatif dari Fraksi Abdya Maju dalam rapat penting yang digelar pada Jumat (22/10) untuk membahas anggaran daerah.
Menurutnya, meskipun ketidakhadiran anggota DPRK sering terjadi, kali ini kepentingan daerah seharusnya lebih diutamakan sesuai dengan sumpah dan janji yang telah diucapkan.
"Ketidakhadiran 9 anggota DPRK dari Fraksi Abdya Maju, termasuk ketua DPRK, sangat merugikan. Anggaran yang harus segera disahkan bisa saja berubah menjadi Perbup, yang sangat merugikan masyarakat Abdya," ujar Nurdianto dengan nada serius.
Pernyataan tersebut disampaikan Nurdianto di hadapan Wakil Ketua I DPRK Tgk Mustiari, serta di hadapan sejumlah anggota dewan lainnya seperti Agusri Samhadi, Jasman, dan Mukhlis.
Nurdianto menjelaskan bahwa jika anggaran disahkan melalui Perbup, maka gaji untuk ribuan tenaga kontrak selama satu tahun ke depan tidak akan terealisasi.
Begitu juga dengan Tunjangan Kinerja (Tukin) ASN dan anggaran-anggaran lainnya juga akan terdampak, karena penggunaannya mengacu pada aturan tahun sebelumnya, di mana gaji honorer hanya bisa dibayarkan selama 6 bulan.
"Saya berharap kegiatan ini tidak dipolitisasi. Kita tentu tidak tahu siapa yang nanti terpilih menjadi bupati. Kemarin, kami yang hadir tidak berada dalam ranah politik itu, tetapi masyarakat dapat menilai siapa yang serius membangun Abdya dan siapa yang tidak," tambahnya dengan nada tegas.
Secara terpisah, Pj Bupati Abdya, Sunawardi, juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemungkinan anggaran 2025 disahkan melalui Perbup. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut akan merugikan Abdya dan masyarakatnya secara keseluruhan.
"Saya sangat berharap anggota legislatif mampu mencari solusi bersama dan mengambil keputusan terbaik demi kebaikan Abdya," kata Pj Bupati dengan harapan besar.
Sunawardi menambahkan bahwa jika anggaran disahkan melalui Perbup, banyak program penting yang akan terdampak. Selain gaji honorer yang hanya dibayarkan selama 6 bulan, program-program lain seperti pembangunan infrastruktur dan layanan masyarakat juga akan terpengaruh.
Oleh karena itu, lanjut Sunawardi, penting bagi seluruh anggota legislatif untuk bersatu demi kepentingan bersama.
"Harapan saya, kita semua bisa bekerja sama dan mengesampingkan perbedaan politik demi kesejahteraan masyarakat Abdya," kata Pj Bupati Sunawardi.
Informasi yang dihimpun wartawan menyebutkan bahwa ketidakhadiran mereka menyebabkan pengesahan anggaran ABPK 2025 gagal dan memicu kekecewaan serta kritik dari berbagai pihak.
Apalagi, sidang paripurna pengesahan anggaran ABPK tersebut merupakan yang perdana dilakukan sejak anggota DPRK Abdya periode 2024-2029 dilantik.
Menurut informasi berkembang, sebelumnya undangan paripurna itu ditandatangani oleh Ketua DPRK Abdya, Roni Guswandi. Namun, secara tiba-tiba pimpinan dewan itu membatalkan sidang paripurna dengan alasan masih dinas luar.
Anehnya lagi, pembatalan tersebut dilakukan secara pribadi yang diberitahukan melalui pesan WhatsApp, bukan secara resmi sehingga membuat banyak pihak kecewa termasuk unsur Forkopimkab.
Pembatalan agenda sidang paripurna tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan karena sebelumnya sudah disepakati dengan Badan Musyawarah dan bahkan undangannya pun sudah diedarkan termasuk untuk Forkopimkab Abdya.