Banda Aceh (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry bersama Museum Aceh menyelenggarakan pameran keliling koleksi museum Aceh di museum kampus tersebut dalam upaya memperkenalkan warisan budaya Aceh kepada generasi muda.
“Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Museum Aceh, Museum UIN Ar-Raniry dan Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) sebagai upaya memperluas akses informasi dan memperkenalkan warisan budaya Aceh kepada generasi muda,” kata Rektor UIN Ar-Raniry Prof Mujiburrahman di Darussalam, Banda Aceh, Senin.
Di sela-sela membuka pameran di Darussalam, Banda Aceh, ia menjelaskan pameran bertema "Kenali Sejarah Agar Tak Salah Melangkah" yang berlangsung sejak 2 Desember hingga 6 Desember 2024 tersebut memberikan kesempatan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk memahami kekayaan budaya Aceh.
“Pameran ini memperlihatkan ragam kebudayaan dan kekayaan naskah yang ditinggalkan oleh generasi emas Aceh terdahulu. Kegiatan seperti ini penting dilanjutkan dengan pameran museum keliling sebagai upaya menjaga dan melanjutkan estafet sejarah masa depan,” kata Mujiburrahman.
Menurut Mujiburrahman, Museum bukan hanya tempat menyimpan artefak, tetapi juga menjadi jembatan sejarah yang menghubungkan generasi muda dengan peradaban masa lalu.
Ia mengatakan manuskrip Aceh tersebar di berbagai pelosok negeri bahkan hingga ke luar negeri.
“Prioritas kita sekarang adalah restorasi dan digitalisasi manuskrip. Ini adalah langkah awal yang penting sebelum beralih ke penelitian yang lebih mendalam,” katanya.
Ia mengatakan kekayaan budaya yang luar biasa, termasuk motif batik dan ukiran kayu yang harus segera dipatenkan oleh Dinas Kebudayaan agar tidak diambil alih oleh pihak lain,” ujarnya.
Mujiburrahman juga mengajak mahasiswa dan generasi muda Aceh untuk tidak hanya duduk di bangku kuliah, tetapi juga aktif mempelajari manuskrip sebagai sumber pembelajaran yang luar biasa.
“Belajar dari manuskrip adalah cara kita menghargai peradaban nenek moyang dan mempersiapkan Aceh untuk masa depan yang lebih baik. UIN Ar-Raniry memiliki sumber daya manusia yang mumpuni di bidang filologi dan siap mendukung pengembangan pengetahuan serta teknologi berbasis sejarah,” katanya.
Mujiburrahman juga mendorong upaya penerbitan ensiklopedi Aceh dalam dua bahasa, Indonesia dan Aceh, sebagai referensi komprehensif yang dapat digunakan oleh masyarakat luas. “Dengan menghargai warisan budaya, kita membangun batu loncatan menuju kemajuan Aceh di masa depan,” tutupnya.
Kepala UPTD Museum Aceh mengatakan pameran tersebut merupakan bagian dari program rutin museum untuk mendekatkan peran dan fungsi museum kepada masyarakat, khususnya di lingkungan kampus.
Ia menyebutkan pameran tersebut menampilkan 76 koleksi yang diklasifikasikan dalam 10 kategori, seperti geologika, biologika, etnografika, dan filologika.