Lalu, disusul kopi senilai 14,33 juta USD atau 20,12 persen, dan kondensat senilai 7,72 juta USD. Serta juga ada komoditas ekspor lainnya seperti cangkang kernel kelapa sawit, furniture, ikan olahan dan sebagainya.
Selain itu, Agus melihat bahwa perekonomian Aceh tahun ini memang tidak sekuat pada 2024 lalu yang mengalami pertumbuhan sebesar 4,66 persen (yoy) dari 2023 sekitar 4,23 persen.
Karena, pertumbuhan ekonomi pada 2024 sebelumnya didorong oleh berbagai event besar seperti Pemilu, Pilkada, serta Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut 2024.
"Kegiatan tersebut, telah mendukung sektor transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makanan minuman, serta administrasi pemerintahan," ujarnya.
Baca: BI: Hilirisasi pertanian bisa perbaiki kemiskinan pedesaan di Aceh
Dari sisi stabilitas keuangan, pembiayaan berdasarkan lokasi proyek pada triwulan IV 2024 juga mencapai Rp51,64 triliun, tumbuh 3,49 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Lalu, Financing to Deposit Ratio (FDR) atau rasio pembiayaan terhadap simpanan berdasarkan lokasi proyek berada di angka 113,10 persen. Kondisi itu menandakan tingginya aktivitas pembiayaan dibandingkan dana pihak ketiga (DPK) yang terhimpun di Aceh.
"Stabilitas sistem keuangan juga didukung oleh rendahnya non-performing financing (NPF), yang hanya sebesar 2,34 persen," katanya.
Meskipun tanpa dukungan PSN baru atau event nasional, tambah dia, Bank Indonesia meyakini bahwa dengan adanya perbaikan sektor pertanian, serta meningkatnya nilai ekspor Aceh, perekonomian tanah rencong tahun ini tetap mengalami pertumbuhan,
"Kita perkirakan, pada 2025 ini pertumbuhan ekonomi Aceh tetap tumbuh kuat, namun tidak setinggi tahun sebelumnya yang didukung PSN serta event nasional," demikian Agus Chusaini.
Baca: BI jadikan rumpon ijuk program unggulan pengembangan bisnis perikanan di Aceh