Banda Aceh (ANTARA) - Berdiri sejak abad ke-18, Masjid Teungku Di Anjong berdiri kokoh di Gampong Peulanggahan, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, meskipun sempat rusak parah diterjang Tsunami pada 2004 silam.
Keberadaan masjid ini tidak terlepas dari perjalanan Habib Abubakar bin Husen Bilfaqih, seorang ulama dari Hadramaut, Yaman, yang tiba di Aceh pada tahun 1642 Masehi.
Habib Abubakar mengembara dari Yaman untuk menyiarkan agama Islam ke Asia Tenggara. Dia kemudian menetap di Aceh semasa Sultan Alaudin Mahmud Syah (1760-1781) memimpin Kerajaan Aceh Darussalam.
Di Aceh, Habib Abubakar lebih dikenal dengan nama Teungku Di Anjong. Menurut salah seorang penjaga makam Teungku Di Anjong, Fahmi, gelar tersebut diberikan karena Habib Abubakar adalah seorang ulama yang memiliki akhlak mulia.
Baca juga: Masjid Raya Baiturrahman sediakan 7.250 takjil selama Ramadhan
Dalam bahasa Aceh, Dianjong memiliki makna orang yang sangat dimuliakan dan disanjung oleh masyarakat. Versi lain menyebutkan Dianjong berarti anjungan rumah.
Fahmi, mengisahkan bahwa kedatangan Habib Abubakar ke Aceh terjadi atas isyarah (mimpi) diperintah Rasulullah untuk menyebarkan Islam.
“Kedatangan beliau ini ke Aceh merupakan perintah langsung dari Rasulullah yang disampaikan lewat isyarah,” katanya
Fahmi mengatakan, Teungku Di Anjong datang ke Aceh bersama dua sahabatnya, yakni Habib Abdul Rahman bin Mustafa Alaydrus dan Habib Syekh Al-Jufri, yang juga mendapat isyarah untuk mensyiarkan agama Islam ke berbagai negara.
Namun, hanya Habib Abubakar yang akhirnya menetap di Aceh, sedangkan Habib Mustafa bin Abdul Rahman Alaydrus menuju Mesir dan Habib Syekh Al-Jufri ke Malabar, India, untuk berdakwah.
“Ada pula yang menyebut jumlah mereka empat orang, namun satu di antaranya pulang ke Hadramaut. Jadi, yang makrufnya ada tiga sahabat yang mengamalkan kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al-Ghazali secara istiqamah, yang mereka pelajari di makam Rasulullah hingga memperoleh bimbingan langsung melalui mimpi, itu makruf cerita yang diceritakan ulama-ulama Hadramaut,” katanya.
Setelah memilih menetap di Aceh, Habib Abubakar bermukim di Peulanggahan, yang dulunya menjadi tempat persinggahan para pedagang yang melintasi Selat Malaka. Ia membangun rumah di Peulanggahan dan menjadikannya sebagai dayah atau pesantren.
Pada masa itu, dayah Teungku Di Anjong berkembang pesat, menarik murid-murid dari berbagai wilayah Nusantara hingga Semenanjung Malaya. Seiring waktu, dayah ini kemudian dijadikan masjid yang masih digunakan hingga kini sebagai tempat ibadah dan belajar agama.
“Pada tahun 80-an, dayah ini kemudian berubah menjadi bangunan masjid,” katanya.
Halaman selanjutnya: basis pertahanan militer