"Kami sudah dua hari dua malam sejak Rabu sore tertahan di sini. Saya bersama para penumpang sudah kelaparan karena stok bahan makanan di mobil sudah tidak ada lagi. Disini juga tidak ada warung yang buka, karena rumah-rumah penduduk juga telah terendam banjir," kata Yayang, salah seorang sopir mobil rental yang menghubungi wartawan di Tapaktuan, Jumat.
Yayang mengaku membawa penumpang dari Medan, Sumatera Utara, tujuan Tapaktuan. Mereka terjebak banjir di Ladang Rimba sejak Rabu (6/12) sore karena air telah merendam badan jalan setinggi 2 meter lebih sehingga melumpuhkan transportasi dari arah Medan, Sumatera Utara menuju Tapaktuan, Aceh Selatan maupun sebaliknya.
Dia mengatakan, untuk bertahan hidup selama beberapa hari lalu, mereka tidak hanya menyantap roti dan makanan ringan lainnya yang dibawa penumpang tapi juga menyantap barang-barang kiriman milik masyarakat baik yang berada di mobil penumpang, mobil angkutan barang maupun dalam mobil pribadi.
Dia menyebutkan, selama dua hari dua malam terjebak banjir di lokasi tersebut, telah mengakibatkan antrian kendaraan sepanjang 10 Km lebih yang memenuhi kedua sisi badan jalan.
Dia memperkirakan antrian kendaraan serupa juga terjadi dari arah Tapaktuan menuju Medan.
"Jumlah kendaraan yang mengantri di kawasan Desa Ladang Rimba, Trumon Tengah ini diperkirakan sudah mencapai ribuan unit, karena arus transportasi sejak dua hari lalu benar-benar lumpuh total," ujarnya.
Menurutnya, pada Kamis (7/12) malam proses penyeberangan kendaraan menggunakan mobil trado (mobil pengangkut beco) dengan ongkos angkut kendaraan sebesar Rp300 ribu/unit sempat berlangsung lancar. Namun pengangkutan kendaraan tersebut secara tiba-tiba terhenti pada Jumat (8/12) pagi tanpa diketahui alasan dan penyebabnya.
"Sekarang ini kendaraan yang bisa melintas hanya truck interculer sepuluh roda, sedangkan kendaraan mini bus empat roda belum bisa karena ketinggian air bisa menenggelamkan kendaraan. Kami tidak tahu kenapa mobil trado yang semalam mengangkut kendaraan melewati banjir tiba-tiba berhenti," kata Yayang.
Ketua Pemuda Trumon Raya, Adi Samridha membenarkan pada Kamis malam satu unit mobil trado milik masyarakat setempat sempat melayani pengangkutan kendaraan melewati banjir.
"Benar semalam ada mobil trado. Tapi setelah selesai mengangkut kendaraan sekitar 300 unit lebih, tepat pada Kamis tengah malam kemarin mobil trado tersebut tidak berani lagi melintas karena debit air yang merendam badan jalan tersebut terus naik," kata Adi Samridha.
Selain mobil trado, lanjutnya, upaya melewati banjir yang merendam badan jalan tersebut juga dilakukan puluhan masyarakat setempat dengan cara mendorong mobil dalam kondisi mesin mati serta knalpot ditutup dengan plastik.
Selain itu, masyarakat setempat juga menyediakan beberapa unit perahu dan rakit yang menggunakan papan diikat diatas drum serta rakit menggunakan pohon pisang.
"Untuk jasa mendorong mobil oleh puluhan warga termasuk pengangkutan sepeda motor menggunakan rakit dipungut biaya sebesar Rp50 ribu/mobil atau per unit sepeda motor. Sedangkan ongkos angkut orang menggunakan rakit atau perahu dipungut sebesar Rp10 ribu/orang sekali jalan," sebutnya.
Menurutnya, banjir yang merendam badan jalan di Jembatan Ie Mirah, Desa Ladang Rimba, Trumon Tengah tersebut merupakan banjir kiriman akibat meluapnya Sungai Gelombang, perbatasan Aceh Selatan dengan Pemko Subulussalam dan Aceh Singkil.
Selain itu, banjir tersebut semakin diperparah akibat tingginya curah hujan yang mengguyur wilayah Kecamatan Trumon Raya beberapa hari terakhir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Selatan, Cut Syazalisma menyebutkan, sebanyak 10 desa dalam Kecamatan Trumon, Trumon Tengah dan Trumon Timur terendam banjir sejak Senin (4/12) akibat meluapnya sungai di kawasan tersebut menyusul tingginya curah hujan.
Di Kecamatan Trumon Timur ada 6 desa terendam banjir masing-masing Desa Kapa Sesak, Seneubok Pusaka, Titi Poben, Krueng Luas, Pinto Rimba dan Alue Bujok.
Di Kecamatan Trumon ada 2 desa, yakni Ujong Tanoh dan Padang Harapan serta di Kecamatan Trumon Tengah juga ada dua desa yakni Lhok Raya, Cot Bayu dan Ladang Rimba.
"Ketinggian air yang merendam rumah-rumah penduduk dan lahan perkebunan milik warga mencapai 2 meter lebih," ungkap Cut Syazalisma.
Menurutnya, beberapa desa di Kecamatan Trumon Timur, Trumon dan Trumon Tengah telah terisolir akibat dikepung banjir. Ia menyatakan, pihaknya bersama Polres dan Kodim 0107, Sargas SAR, Basarnas Pos Meulaboh serta PMI dan relawan RAPI telah mengevakuasi sebagian warga korban ke lokasi titik-titik pengungsian menggunakan perahu karet (rubber boat).
Ratusan warga dalam beberapa desa di Kecamatan Trumon Tengah telah dievakuasi ke lokasi titik pengungsian di Kompi Brimob Ladang Rimba, sedangkan ratusan warga dalam beberapa desa di Kecamatan Trumon juga telah dievakuasi di lokasi titik pengungsian yang didirikan di bekas kantor camat lama, Trumon dan di Pasar Ujong Tanoh, Trumon.
"Proses evakuasi warga korban banjir sampai saat ini terus berlangsung. Karena jumlahnya tergolong banyak sehingga evakuasi dilakukan secara bertahap. Evakuasi ini diprioritaskan terhadap warga korban rentan, seperti ibu hamil, ibu menyusui, lansia, orang tua, orang sakit serta anak-anak dan balita," ungkapnya.
Meskipun demikian, tambah Cut Syazalisma, sebagian warga juga ada yang memilih tetap bertahan di rumahnya masing-masing dengan cara naik ke lantai dua.
"Sebagian warga ada yang enggan dan takut meninggalkan rumahnya sehingga tidak mau mengungsi. Mereka sudah terbiasa dengan kejadian banjir seperti sekarang ini. Namun demikian khusus terjadap warga korban yang rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, lansia, balita dan anak-anak kami tetap mengevakuasi ke lokasi lebih aman untuk menghindari jatuh korban jiwa," ujarnya.
Selain itu, ia menyatakan, pihaknya bersama instansi terkait juga telah menyalurkan bantuan masa panik terhadap warga korban banjir baik yang berada dilokasi pengungsian di Kompi Brimob maupun di lokasi pengungsian bekas kantor camat lama Trumon dan Pasar Ujong Tanoh.
"Selain ke lokasi pengungsian, kami juga mendistribusikan bantuan masa panik ke desa-desa yang terisolir akibat di kepung banjir dimana masih ada warga yang memilih tetap bertahan dirumahnya masing-masing," kata Cut Syazalisma.