Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Sejumlah industri pengolahan ikan rumah tangga di Aceh mengaku terpaksa menggunakan garam impor agar bisa memproduksi ikan asin akibat ketersedian bahan baku garam lokal cukup terbatas di pasaran.
"Garam ikan asin ini, didatangkan dari Medan (Sumatera Utara). Cuma kami membelinya di warung pengecer di sini," kata Munzir (32), karyawan pengolahan ikan di Gampong (Desa) Lampulo, Banda Aceh, Rabu.
Menurut dia, penggunaan garam impor telah lama dilakukan industri oleh mikro pengolahan ikan tersebut dengan memperkerjakan tiga orang karyawan setiap hari, jika bahan baku ikan segar dan garam tersedia.
Ia mengaku pasokan ikan lembing atau ikan yang berwarna hitam yang memiliki kulit tebal ini diolah menjadi ikan asin. Bahan baku ikan ini didapat dari tempat pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, atau didatangkan sendiri oleh pedangang pengumpul ke tempat pengolahan ikan itu.
Sedangkan garam beryodium impor di daerah tersebut, relatif lebih mudah yang diperoleh di pasaran seharga Rp9.000 per kilogram. Untuk garam lokal dengan jenis yang sama, meski jauh lebih murah yakni Rp7.000 per kilogram, tetapi ketersediaan pasokan di pasaran cukup langka.
"Bahan baku ikan yang kami beli di tempat pelangan, harus segera di olah. Mulai kulit, lalu mencabut tulang, hingga proses penjemuran selama tiga hari," katanya.
"Jika garam beryodiun tidak tersedia di pasaran, maka tak bisa kami olah menjadi ikan asin. Kualitas ikan ini pun, berkurang jika harus tunggu garam," tutur Munzir.
Bustami (51), karyawan industri pengolahan ikan yang lain di Banda Aceh mengatakan, bila pasokan garam beryodiun impor terhenti dari Medan, maka usaha pengolahan ikan asin di tempatnya bekerja tidak beroperasi.
Padahal data Badan Pusat Statistik Aceh hingga Juli 2018 mencatat, total impor garam selama tujuh bulan terakhir tahun ini ke provinsi itu senilai 870.783 dolar AS. Nilai impor garam ini meningkat 0,72 persen dibanding periode Januari sampai Juli 2017 senilai 864.600 dolar AS.
"Kami tak bikin ikan asin, jika tidak tersedia garam. Malah harga ikan segar ini sering lebih murah, ketika tangkapan nelayan banyak," terang dia.
Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf di tahun 2017 pernah?menyatakan, provinsi tersebut memiliki panjang garis pantai mencapai 2.666 kilometer.
Ini, lanjutnya, merupakan salah satu potensi bahi?para petani untuk digarap, dan dijadikan produsen garam terbesar di Sumatera.
"Hal ini wajar, mengingat Aceh memiliki luas kawasan laut mencapai 295 ribu kilometer per segi dengan panjang garis pantai mencapai 2.666 kilometer," ujar Irwandi.