Banda Aceh, 11/4 (Antaraaceh) - Kekhawatiran tentang situasi keamanan terkait pelaksanaan Pemilu Legislatif di Aceh kini sudah terjawab, setelah tidak ada satu peluru pun meluncur dari laras senapan di 23 kabupaten dan kota di provinsi itu pada 9 April 2014.
Aceh mungkin berbeda dengan provinsi lain di Indonesia karena daerah itu cukup lama didera konflik bersenjata sehingga mendapat perhatian khusus terhadap pengamanan agar pesta demokrasi bisa berjalan aman dan damai.
Meski saat ini tidak pernah lagi terdengar adanya kelompok seperatis yang melakukan perlawanan terhadap negara pascapenandatanganan nota kesepahaman (MoU) damai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka, namun senjata api disinyalir masih banyak beredar di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
Namun anehnya, senjata api kerap menyalak setiap menjelang "pesta demokrasi" seperti saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2012. Tidak hanya situasi politik yang memanas, namun saat itu juga tercatat sejumlah nyawa melayang, tewas ditembak orang tak dikenal.
Tidak kurang dari 3,3 juta penduduk yang tersebar di 23 kabupaten dan kota di Aceh memiliki hak pilihnya pada Pemilu untuk memilih calon legislatif dari 15 partai politik, termasuk tiga partai lokal yakni Partai Nasional Aceh, Partai Aceh dan Partai Damai Aceh.
Dan masih segar dalam ingatan, menjelang Pemilu Legislatif 2014 juga tercatat sejumlah orang harus menjadi korban karena kekerasan bersenjata seperti di Kabupaten Aceh Selatan dan Bireuen.
Tragisnya di Kabupaten Bireuen, tiga orang dan salah satunya adalah anak berusia sekitar dua tahun menjadi korban setelah mobil berstiker calon legislatif Partai Aceh diberondong senjata alaras panjang pada Minggu 31 Maret 2014.
Tokoh masyarakat, agama, dan pimpinan pemerintahan juga berkumpul menyikapi situasi politik yang memanas dengan menggelar doa dan dzikir bersama memohon agar pelaksanaan Pemilu di Aceh bisa berjalan lancar, aman dan damai.
Peristiwa kekerasan menjelang Pemilu Legislatif 2014 itu juga mengundang perhatian khusus dari Pemerintah Pusat, dan pihak Mabes Polri mengirim pasukan tambahan untuk mendukung personil Polda Aceh sebagai antisipasi gangguan pelaksanaan pesta demokrasi di wilayah tersebut.
Bahkan sehari menjelang pemilu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar pengamanan berbagai daerah yang dinilai rawan segera diperketat, terutama terkait pelaksanaan pemilihan umum legislatif.
"Saya instruksikan pengamanan khusus di Aceh dan tempat-tempat rawan lainnya," kata Presiden seusai rapat terbatas tentang pengamanan pemilu legislatif yang digelar di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/4).
SBY menginginkan agar seluruh warga negara yang telah memiliki hak memilih untuk dapat mengikuti pemilu secara langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta bebas dari tekanan dan paksaan dari pihak manapun.
Ia mengingatkan penyelenggara pemilu dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya serta aparat keamanan yaitu Kepolisian RI dibantu TNI dapat menjaga keamanan dengan baik pula.
"Mari kita ukir sejarah baru agar demokrasi semakin matang dan membawa kesejahteraan bagi Indonesia," ucapnya.
Pagi hari pada 9 April 2014, merupakan hari "H" pelaksanaan Pemilu Legislatif serentak di seluruh Tanah Air, tidak terkecuali di Aceh. Saat itu, suasana jalan raya lenggang, dan pusat-pusat pertokoan tutup di hampir seluruh wilayah Aceh.
Di ruas-ruas jalan utama seperti di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Utara dan Lhokseumawe, misalnya sesekali hanya terlihat mobil dan sepeda motor yang ditumpangi polisi dan tentara bersenjata lengkap melakukan patroli bersama pada hari "H" pencoblosan.
Sementara titik keramaian mulai terlihat di meunasah (mushalla), sekolah dan lapangan terbuka di kampung-kampung yang telah dijadikan sebagai lokasi tempat pemungutan suara (TPS) Pemilu, sejak pagi hari itu.
Antusias masyarakat dinilai banyak kalangan cukup tinggi untuk menyalurkan aspirasi politiknya pada Pemilu Legislatif 2014 dibandingkan pesta demokrasi sebelumnya.
"Saya baru kali ini menyoblos, sementara tiga kali Pemilu sebelumnya saya golput. Pemilu 2014 ini menyadarkan saya bahwa penting menyalurkan aspirasi politik untuk menentukan masa depan bangsa," kata Nurleli, warga Ateuk Munjeng Kota Banda Aceh.
Apalagi, kata dia, sebelumnya Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU/MUI) Aceh telah memberi fatwa bahwa umat Islam 'wajib' mengikuti Pemilu untuk memilih para calon pemimpinnya sesuai hati nurani.
Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi menyatakan, kondisi keamanan di Aceh pada hari pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014 kondusif, dan ditandai tingginya animo masyarakat mendatangi tempat-tempat pemungutan suara.
"Laporan dari kapolres di seluruh kabupaten dan kota di Aceh, Alhamdulillah kondisi keamanan di daerah kita sangat kondusif dan masyarakat juga antusias untuk mendatangi TPS-TPS," katanya menjelaskan.
Kapolda menyatakan, kondisi keamanan yang kondusif itu juga di daerah yang dikatagorikan rawan, seperti Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, dan Kabupaten Bireuen.
Sejauh ini tidak ada laporan di daerah itu terjadi gangguan keamanan, khususnya di TPS-TPS. Pihak TNI dan Polri melakukan patroli bersama untuk menjaga keamanan masyarakat menuju TPS.
"Saya katakan bahwa setiap perpindahan ataupun pergerakan kotak suara dari satu tempat ke tempat lain, harus dan wajib mendapat pengawalan dari pihak kepolisian," katanya.
Pengawalan dari kepolisian itu untuk meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan selama pergerakan kotak suara dalam pelaksanaan pemilu.
Pertanyakan penegakan hukum
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Aceh Muhammad Tanwier Mahdi menyatakan aparat kepolisian dan pihak penyelenggara serta pengawas pemilu agar bertindak tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif di provinsi itu.
"Dari sisi keamanan pelaksanaan pemilu di Aceh memang aman. Tapi dari tingkat kejujuran dan penegakan hukum masih dipertanyakan," katanya saat dihubungi dari Banda Aceh, Kamis.
Ia menjelaskan, pelaksanaan pemilu juga membutuhkan sikap "kejujuran" dari berbagai pihak terutama para penyelenggara pemilihan sehingga pesta demokrasi bisa berjalan sesuai harapan banyak orang khususnya di Aceh.
Tanwier Mahdi yang juga politisi Partai Demokrat menjelaskan adanya laporan dari Kabupaten Aceh Barat Daya yang menyebutkan petugas KPPS tidak memberikan formulir C1 DPR RI kepada saksi peserta pemilu di sejumlah TPS di daerah itu.
"Laporan TPS yang tidak memberikan formulir C DPR RI kepada saksi itu seperti di TPS 2 Desa Medang Ara Dua, Kecamatan Blang Pidie dan TPS Desa Tengah Kampung Raya, Susoh," kata dia menjelaskan.
Menurut dia, tidak diberinya formulir C1 DPR RI kepada saksi itu merupakan pelanggaran pemilu yang harus ditindaklanjuti oleh Panwaslu. Kalau tidak, kurang bermakna dari segi kualitas penyelenggaraan pesta demokrasi itu.
Selain itu, kata dia, Panwas Pemilu juga harus segera turun tangan untuk menyelidiki berbagai indikasi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014.
Dipihak lain, Tanwier juga menjelaskan pelanggaran-pelanggaran pemilu di Aceh yang harus diselesaikan sesuai prosedur hukum di Indonesia, antara seperti kasus Ketua KIP yang membawa surat suara sebelum hari H pencoblosan.
Sedangkan di Kabupaten Aceh Tenggara dilaporkan petugas KPPS dan saksi yang menggunakan seragam salah satu partai politik nasional, selain juga ditemukan kasus terkait sebanyak 407 surat suara yang telah dicoblos di Pidie.
Selain itu, juga terdapat sejumlah masyarakat yang tidak mendapatkan hak pilihnya pada Pemilu Legilatif 2014 dikarenakan petugas KPPS tidak mendaftarkan warga tersebut seperti di Gampong Meunasah Papeuen, Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar.
"Tidak hanya saya, istri dan beberapa tetangga saya juga tidak bisa memilih dan ini tentunya sangat mengecewakan sebagai penduduk Indonesia dengan tidak bisa menyalurkan aspirasi politik pada pemilu 2014," kata warga itu.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu Aceh menyebutkan telah menerima 34 laporan kasus pelanggaran Pemilu Legislatif terkait pemungutan dan penghitungan suara. Kasus-kasus tersebut dilaporkan oleh Panwaslu di 13 kabupaten dan kota di Aceh.
Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Ridwan Hadi menyebutkan pelaksanaan Pemilu di daerahnya berjalan aman dan damai serta sukses, yang ditandai antusiasnya masyarakat mendatangi 10.839 TPS diseluruh Aceh tanpa adanya kendala.
Ia menyebutkan, kesuksesan pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 itu tidak terlepas dari peran dan kerja sama dari berbagai pihak, terutama pengamanan dilakukan Polri dan TNI, sehingga masyarakat merasa aman bergerak ke TPS dimasing-masing desa.
Pemilu Legislatif di Aceh dan secara nasional sudah selesai, namun harapan agar pelaksanaan pesta demokrasi (Pilkada, Pilpres dan Pemilu legislatif) kedepan terutama di Serambi Mekah agar benar-benar berjalan jujur, aman dan damai.
Dan harapan juga sebelum pesta demokrasi itu digelar, tidak ada lagi harus diawali dengan "mengorbankan" nyawa-nyawa manusia demi ambisi politik sesaat, khususnya di Aceh.
Pemilu Aman di Aceh Ditengah Kekhawatiran
Jumat, 11 April 2014 11:34 WIB