Rantai pasok barang menjadi simpul yang memperlancar ekonomi dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, simpul tersebut menjadi semakin kompleks dan rentan.
Rute utama perdagangan dunia terhambat oleh konflik, politik, atau kapal kontainer yang kandas. Dunia sangat bergantung dengan sendi-sendi yang dilalui arus lalu lintas barang dalam jumlah banyak, tanpa hambatan. Pada level di bawahnya, untaian yang lebih rumit dan kecil telah terbangun pada berbagai batas wilayah, serta melintasi sungai.
Kerentanan sistem, sebagian besar, terjadi akibat perubahan iklim, serta rantai pasok yang tidak berkelanjutan. Maka, rantai pasok barang harus membangun daya tahan untuk beradaptasi dengan insiden cuaca ekstrem yang kerap terjadi. Kita pun harus mengurangi dampak negatif terhadap alam sebagai bagian dari upaya tersebut.
Kajian mendalam
Riset baru CDP, lembaga nirlaba global yang mendorong transparansi lingkungan hidup bagi kalangan perusahaan, kota, dan pemerintah daerah, telah mengkaji permasalahan tersebut dengan memakai data yang berasal dari sejumlah perusahaan.
Kami mencermati 3.163 perusahaan besar dengan pendapatan tahunan di atas EUR/US$ 250 juta. Perusahaan-perusahaan ini mengisi kuesioner tahunan tentang ketahanan air CDP. Sebanyak 1.542 perusahaan--50%--mengaku telah mempersiapkan rantai pasok barang menghadapi risiko air. Beberapa upaya yang ditempuh antara lain mencantumkan klausul standar air dalam kontrak kerja sama dengan pihak pemasok, mengumpulkan data air, serta meningkatkan kesadaran publik terkait isu tersebut, atau berkolaborasi mewujudkan inovasi.
Analisis lanjutan juga menyajikan perspektif unik tentang cara yang ditempuh perusahaan-perusahaan terbesar di dunia dalam menangani permasalahan air. Satu di antara lima perusahaan berhadapan dengan risiko rantai pasok yang berpotensi menimbulkan kerugian besar dari sisi finansial atau strategis terhadap bisnis. Risiko ini bahkan diperkirakan mencapai nilai US$77 miliar. Dan, menurut 79 perusahaan, aset senilai US$ 7 miliar rentan terkena risiko akibat kelangkaan air, pangan, serta permasalahan regulasi dan reputasi.
Menjawab tantangan
Data tersebut menunjukkan, persediaan air kian rentan, dan nilai kerugian finansial terus melonjak. Tanggung jawab kini terletak di pundak perusahaan besar yang menghadapi dampak air terbesar. Perusahaan-perusahaan besar ini juga dituntut agar bekerja sama dengan pihak pemasok demi menjawab tantangan risiko air.
Menurut riset kami, beberapa sarana tengah digunakan perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab--insentif finansial, kontrak yang lebih ketat, serta kerja sama yang lebih erat merupakan kunci utama. Sejumlah perusahaan visioner juga tengah menangani permasalahan tersebut. Sebanyak 443 perusahaan--14%--menawarkan insentif untuk meningkatkan pengelolaan air di seluruh rantai pasokan kepada para eksekutif senior, termasuk dewan direktur. Beberapa perusahaan lain bahkan menyediakan insentif finansial secara langsung untuk kepala bagian atau staf pengadaan barang
Pihak pembeli dan pemasok barang harus berkolaborasi agar inisiatif keberlanjutan menjadi norma bisnis. Hal tersebut perlu dianggap sebagai daya saing pihak pemasok barang. Jika kita gagal menjawab tantangan ini, dampak finansial dari risiko air pun kian melonjak.
Langkah ke depan
Laporan ini menjadi dasar untuk berbagai perusahaan agar segera menangani permasalahan air dalam rantai pasok barang, serta menawarkan enam langkah penting. Setiap indikator ini saling terkait: melakukan asesmen tentang risiko dan dampak rantai pasok; menentukan target global; memberikan insentif bagi eksekutif perusahaan agar mengambil tindakan; mencantumkan klausul pengelolaan air sebagai persyaratan pihak pemasok; bekerja sama dengan pihak pemasok barang; serta memberikan insentif dan dukungan untuk pihak pemasok.
Daya tahan rantai pasok, upaya mengurangi risiko air, serta menjaga perputaran roda ekonomi masih bisa dilakukan. Namun, mempercepat upaya tersebut secara komprehensif menuntut lebih dari sekadar aksi sukarela. Standarnya harus ditingkatkan agar kita dapat mengejar ketertinggalan.
Regulasi yang lebih ketat terkait keterbukaan informasi dan mekanisme pelaporan yang transparan harus tersedia untuk membuat kemajuan. Langkah ini menuntut pendekatan kolektif antara kebijakan pemerintah, standar industri, serta partisipasi pemangku kepentingan.