Banda Aceh 23/6 (Antaraaceh) - Sepanjang tahun 2012-2014, saya berkesempatan mengunjungan saudara-saudara kita di bumi emas, bumi cenderawasih papua. Dalam perspektif saya, papua bumi yang elok nan indah, bumi yang kaya dengan sumber daya alamnya bahkan potensi sumber daya manusia yang luar biasa, terutama dalam hal komunikasi verbal maupun non verbal. hanya saja saat ini, potensi manusia tersebut dalam situasi dan kondisi terpinggirkan atau sengaja dipinggirkan termasuk potensi alamnya.
Kesempatan itu saya jalani sebagai tugas tambahan dalam menjalani Tri Dharma Perguruan Tinggi khusus pada pengabdian dan penelitian, sebagai staf ahli pemberdayaan masyarakat program PNPM desa Wisata Wil VIII kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif Republik Indonesia.
Dalam proses komunikasi lansung (face to face communication) baik secara verbal maupun nonverbal, tentu banyak sekali hal-hal menarik yang dapat diungkapkan tergantung perspektif yang kita gunakan. Sudut pandang tersebut tentu mesti lahir dari lubuk hati dan nurani yang paling dalam, sehingga terungkap realitas secara jujur.
Kejujuran mengungkapkan realitas menjadi prasyarat utama dalam proses hakikat dan proses mencari kebenaran secara akademis. Terbukti memang proses komunikasi yang efektif dengan bentuk, media/saluran dan dalam tingkat apapun dapat membawa kepuasan dan keberhasilan dalam kehidupan.
Hakikat dan prinsip utama proses komunikasi adalah tercipta saling pengertian, terjalin kebersamaan, melahirkan kepuasan dan kebahagiaan bagi siapapun yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Tanpa itu saya kira bukan komunikasi dan jangan pernah menyebutnya komunikasi.
Dalam perspektif komunikasi, boleh disebutkan; tidak ada usaha yang lebih penting untuk meraih saling pengertian, kebersamaan, keberhasilan dan hubungan antar manusia yang memuaskan daripada mempelajari seni berkomunikasi yang efektif. Hal ini berlaku bagi semua jenis, bentuk dan level komunikasi. Dalam bahasa Max De Pree berujar “tidak ada usaha yang lebih penting untuk meraih keberhasilan dan hubungan antar manusia yang memuaskan daripada mempelajari seni berkomunikasi”.
Tulisan singkat ini, saya ingin menceritakan bagaimana proses komunikasi secara lansung dengan realitas rill dengan beberapa saudara-saudara kita dipedalaman di papua, sehingga dapat kita mengambil hikmah dan manfaatnya, minimal buat diri pribadi selebihnya tentu harapan besar bisa jadi catatan penting bagi negara bangsa kedepan.
Beberapa kampung dan distrik yang kebetulan saya sempat berbincang-bincang dan berdiskusi atau dengan kata lain proses menjalankan komunikasi face to face/komunikasi lansung dengan masyarakat setempat.
Secara acak dapat disampaikan beberapa kampung dan disktrik antara lain; kampung Bakaru, Kampung Aipiri, Desa Saoka, Desa Tanjung Kasuari, Kampung Rosaor, Kampung Yende, Kampung Patimburak, Kampung Fior. Kampung Berap, Kampung Tarfia, Kampung Nakai, Kampung Suru, Distrik Ebungfauw, Distrik Yokari, Distrik Nimbokrang, Distrik Sentani Timur, distrik Sentani Kota, Distrik Demta, Distrik Kurulu, Kampung Yiwika, Kampung Sopaima bahkan dari distrik web Kampung Ubrub kabupaten Kerom.
Khusus di kampung Ubrub tersebut kawan-kawan kita dari Yonif 515/Kostrad juga sedang menjalankan tugasnya. Semoga juga mampu memerankan hakikat dan prinsip-prinsip komunikasi efektif dan persuasif dengan saudara-saudara kita sebagai masyarakat yang sama sekali belum terangkut oleh yang namanya pembangunan.
Hal menarik yang dapat menjadi renungan dan inspirasi untuk menoleh kedalam jiwa bagi kita semua antara lain; tergambarkan dan terpancarkan dengan jelas dan tegas dalam setiap gerak komunikasi verbal maupun nonverbal yang diperlihatkan oleh saudara-saudara kita dipedalaman Papua. Mereka mampu menjalani hidup apa adanya, dengan keinginan kuat agar hidup lebih berarti dan bermakna di buminya.
Saudara-saudara kita ini tidak ingin menjalani hidup ini begitu saja, misal hanya menjalani hari-hari seperti biasa, tapi bagi masyarakat pedalaman papua tidak demikian. Dengan situasi dan kondisi apapun tetap memperlihatkan raut-raut wajah ramah, ceria, saling tegur sapa dan penuh semangat.
Mereka menjalani hidup dengan usaha keras, tanpa kemalasan, walau hidup getir, walau kesulitan hidup dililit kemiskinan menjadi teman hidup keseharian yang sudah cukup lama namun tidak menyurutkan langkah untuk tetap semangat, rajin, penuh keinginan untuk hidup lebih berarti dan bermakna. Menjalani hidup dengan keinginan tanpa penyesalan.
Dalam dinamika komunikasi verbal dan non verbal tersebut, terpancar dalam percakapan, dari raut wajah, mata, sikap tubuh dan perhatian tergambarkan hidup yang tidak pernah mengeluh, ketegaran dalam sikap sempurna menyiratkan harapan pantang menyerah, wajah-wajah ramah penuh toleransi, yang selalu dilumuri senyum penuh makna, walau panas dan teriknya matahari menjadi sahabat setia.
Ada semacam kesadaran rill bukan kesadara palsu, yang terpancar dari jiwa-jiwa masyarakat papua bahwa pemenuhan kehidupan juga didasarkan pada kemampuan untuk berhubungan /berkomunikasi dengan orang lain atau komunitas luar dalam cara yang wajar dan baik. Dalam proses membangun hubungan melalui komunikasi ini terbukti ada keahlian berkomunikasi secara alamiah tergambarkan secara elegan.
Masyarakat papua mempunyai kemampuan membuat perubahan hidup melalui ucapan yang baik, non verbal yang baik dengan cara berbicara yang dapat mendorong semangat kebersamaan semangat saling mengerti walau dengan pihak luar sekalipun. Terkadang yang menjadi kendala dan penghambat proses komunikasi itu malah datangnya dari kita atau komunitas luar, yang masih lemah pemahaman terhadap komunitas lokal/masyarakat setempat, masih kurang mengerti ilmu komunikasi efektif ketika berhadapan dengan masyarakat papua.
Modal utama ‘sesuatu’ yang istimewa dimiliki oleh masyarakat papua adalah kemampuan membuka diri, ada seni dalam berkomunikasi dengan pihak luar sekalipun. Tidak mudah memang berkomunikasi atau berbicara dengan orang lain apalagi kita dari luar komunitas/masyarakat tersebut. Namun mereka mampu melakukannya secara alamiah. Seni berkomunikasi merupakan seni yang harus diselaraskan dengan termasuk ucapan, tingkah laku, dan perhatian.
Sebagai cacatan, jika kita, komunitas/masyarakat dapat mengkomunikasikan ide-ide dengan baik, dunia akan berubah drastis dan menjadi jauh lebih baik. Pekerjaan menjadi lebih memuaskan, keluarga, kampung, komunitas/masyarakat akan lebih sehat dan baik, pikiran akan bertambah tajam dan secara keseluruhan tentu kualitas hidup akan menjadi lebih baik.
Tentu ada syaratnya, antara lain; mengetahui seberapa pentingnya apa yang dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya. Kemudian karunia terbesar yang dapat diberikan pada masyarakat adalah memberinya perhatian penuh atas keberadaannya. Memahaminya terlebih dahulu, baru kita akan dipahami. Mengembangkan minat yang tulus terhadap lawan bicara. Empati kepada masyarakat setempat. Empati adalah rasa peduli yang sungguh terhadap keadaannya.
Kemampuan berempati lebih merupakan karakter, yang jika digunakan secara efektif dan sunguh-sungguh, akan memberikan hasil-hasil yang luar biasa. Empati adalah esensi bahwa kita lebih memperhatikan orang lain daripada kita sendiri. Empati adalah kecakapan yang dipelajari. Menjadikan apa yang penting bagi orang lain sebagai sesuatu yang penting bagi kita.
Kemudian, ilmu mendengarkan, mendengarkan secara efektif merupakan cara yang paling efektif untuk mengkomunikasikan semua hal yang tulus kepada komunitas atau orang lain. Menyediakan dan upaya untuk sungguh-sungguh mendengarkan maksud seseorang yang sedang berkomunikasi dengan kita. Mendengarkan itu tidak pasif tapi aktif. Selanjutnya sebuah percakapan atau komunikasi pada dasarnya jiwa sejati terdapat dalam membangun rasa ingin tahu orang lain, bukan menjungkirbalikkannya.
Potensi alamiah tersebut ada dalam masyarakat papua, walaupun saudara-saudara kita tersebut termasuk genarasi penerusnya, belum ada kesempatan untuk pengembangan secara keilmuan. Hidup menyatu dan bersahabat dengan alam menjadi ciri utama masyarakat pedalaman papua dalam mempertahankan hidup sehari-hari. Alam, hutan, laut memberi kehidupan dan pengharapan hidup yang lebih baik.
Sisi lain, tentu cerita miris, sekali lagi ini dalam perspektif saya. Tidak ada cerita generasinya menghabiskan waktu di mall-mall seperti di kota-kota besar dengan mempraktekkan gaya dan sifat hidup konsumerisme dan hedonisme. Mungkin saja untuk menyalurkan hobby hidup seperti itu, uangnya dikuras dari perut bumi papua juga, dan bukan hanya untuk nusantara tapi juga menghidupkan secara mewah orang-orang dinegara-negara yang jauh disana.
Padahal banyak dari generasi penerus papua bahkan tidak tercatat di sekolah-sekolah, hidup yang jauh dari kelayakan, layanan kesehatan tidak memadai. Atau memang saudara-saudara kita tersebut seperti dilarang untuk sakit, bagaimana tidak rumah sakit atau puskesmaspun jarang ditemukan.
Dengan potensi alam, hutan yang sangat luas dengan hasilnya yang jarang ditemukan di dunia lain.
Lautnya tidak kalah dengan potensi dengan hutan. Bumi papua kaya raya, apa pun ada dan bisa tumbuh. Bumi papua menyimpan banyak hasil tambang, dari minyak bumi, emas, tembaga, baja, batubara sampai dengan uranium.
Ironis memang, potensi luar biasa tersebut, malah melahirkan masyarakat dalam kondisi miskin. Akan tetapi karena ada potensi alamiah berkomunikasi maka yang tampak dan tergambarkan dari wajah-wajah lugu tersebut tetap senyum, kecerian, semangat, etos dan tegar dalam memaknai hidup.
Memang bukan hanya masyarakat pedalaman papua yang belum tersentuh pembangunan, bahkan ada masyarakat diluar papua lebih suka memilih dipenjara daripada hidup bebas di luaran, ada yang kelaparan lebih memilih mati daripada harus selalu hidup menderita, ada juga yang tidak bisa melanjutkan pendidikan karena memang pendidikan dinegara ini seperti hanya bagi masyarakat yang kaya, sehingga yang miskin ada yang memilih gantung diri. Ini menjadi bukti ketidakpedulian negara bangsa terhadap masyarakatnya.
Amanah utama UUD memang terabaikan selama ini. bahwa seluruh kekayaan alam yang meliputi hutan, bumi, laut dan udara agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, masih terabaikan? Entah sampai kapan, atau hanya menunggu waktu untuk menggilas semuanya.
Meraka hanya tinggal jiwa. Namun, bukankah dari dalam jiwa itu; semangat, kemauan, harapan, sikap, makna hidup, etos, ketegaran terpancar? Hal itu masih termanifestasikan dalam setiap dinamika komunikasi masyarakat pedalaman papua. Itu menjadi kapital sosial utama untuk bangkit. Semoga.
Dosen dan Ketua laboratorium Ilmu Komunikasi, Fisip, Unimal Aceh
Ketua Development for Research and Empowerment (DeRE)Indonesia
Email: kamaruddinkuya76@gmail.com