"Kami menunggu hasil investigasi dari Polda dan Polres. Nanti mereka akan menyampaikan informasi, dari sana kami akan mengambil keputusan apakah dicabut keberadaan desa tersebut," ujar Nata di Jakarta, Rabu.
Ditemui usai rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Nata menyampaikan kepada masyarakat untuk tidak berspekulasi dan menuduh sebelum dikeluarkannya keputusan dari Kemendagri.
"Nanti tunggulah arahan dari Bapak Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, apa yang menjadi arahannya akan menjadi keputusan pemerintah," ucap Nata.
Baca juga: Soal dugaan desa fiktif, Jokowi akan kejar pelakunya hingga tertangkap
Ia menambahkan kalau Kementerian Dalam Negeri siap mengundang Pers untuk menyampaikan ketika keputusan sudah ditetapkan.
"Jadi maksud saya jangan juga terlalu cepat kita mengatakan kalau desa itu begini-begitu," ujarnya menegaskan.
Nata mengungkapkan kalau sinyal keberadaan desa itu sudah tercium sejak dua bulan lalu sewaktu rapat pimpinan antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketika itu disampaikan oleh pimpinan KPK, ada pengaduan 56 desa tidak melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Baca juga: Presiden Jokowi marah tender konstruksi Rp31 triliun pada November
"Kami langsung bergerak untuk menindaklanjuti pada 15-17 Oktober, tim kami dari Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, turun ke Sulawesi Tenggara bersama aparat pemerintah provinsi masuk juga langsung ke Kabupaten," ujar dia.
Nata mengungkapkan kalau timnya telah berdialog dengan Bupati Konawe dan menanyakan keberadaan desa hantu tersebut.
Setelah diverifikasi data 56 desa tersebut, ternyata yang fiktif ada empat, yaitu desa Larehoma di Kecamatan Anggaberi, desa Wiau di Kecamatan Routa, desa Arombu Utama di Kecamatan Latoma serta desa Napooha di Kecamatan Latoma.