Banda Aceh (ANTARA) - Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Mastur Yahya menegaskan lembaga tersebut perlu dipertahankan agar rekomendasi reparasi (pemulihan) terhadap korban konflik Aceh masa lalu bisa terus berlanjut.
"Perlu (pertahankan lembaga KKR Aceh) untuk menindaklanjuti ribuan data korban yang sudah direkomendasi ke pemerintah (reparasi), baik yang melalui pemerintah daerah maupun Pemerintah Pusat," kata Mastur Yahya di Banda Aceh, Selasa.
Pernyataan tersebut disampaikan Mastur Yahya merespons surat dari Kemendagri yang meminta Pemerintah Aceh mencabut Qanun (peraturan daerah) Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR.
Berdasarkan surat Ditjen Otda Nomor 100.2.1.6/9049/OTDA yang ditandatangani Plh Sekretaris Ditjen Otda Suryawan Hidayat, menyarankan Pemerintah Aceh untuk mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR, untuk kemudian berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal itu disampaikan Suryawan merespons surat Plh Sekretaris Daerah Aceh Nomor:100.3/11557 tanggal 23 September 2024 perihal Permohonan Fasilitasi Rancangan Qanun Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR.
Kemendagri juga meminta agar fasilitasi rancangan Qanun tidak dilanjutkan pembahasannya. Sebab, berdasarkan ketentuan Pasal 229 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh (UUPA) menyatakan KKR Aceh merupakan bagian tidak terpisahkan dengan KKR nasional. Sedangkan KKR nasional telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Baca: Kemendagri: Pemerintah Aceh diminta cabut Qanun 17/2013 tentang KKR
Selanjutnya, Kemendagri menyatakan terkait dengan pelaksanaan rekonsiliasi di Aceh dapat melalui Badan Rekonsiliasi Aceh (BRA) dan melakukan koordinasi kepada Kementerian Hak Asasi Manusia.
Dalam kesempatan ini, Mastur Yahya menjelaskan sejak 2017 hingga sekarang KKR Aceh sudah melakukan pengambilan pernyataan (pendataan/pengungkapan kebenaran) terhadap enam ribu lebih korban pelanggaran masa lalu dari 14 kabupaten/kota se Aceh.
Sejak KKR Aceh terbentuk periode pertama (2016-2021) hingga sekarang (2022-2027) KKR Aceh pernah beraudiensi dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendagri, Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Bappenas, dan kantor staf Kepresidenan.
"Audiensi itu terkait rekomendasi data yang telah dihimpun oleh KKR Aceh, terutama sekali rekomendasi reparasi dan program rekonsiliasi," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, KKR Aceh juga turut diminta untuk membantu penyelesaian non yudisial terhadap tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh yakni kasus simpang KKA, Jambo Keupok dan Rumoh Geudong yang dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo pada 2023 lalu.
Sejauh ini, KKR Aceh masih terus bekerja sesuai mandat Qanun KKR Aceh Nomor 17 Tahun 2013. Atas dukungan dan koordinasi pemerintah daerah pihaknya sedang menyiapkan mekanisme pelaksanaan reparasi, demikian juga penyempurnaan konsep memorial berbasis kearifan lokal.
"Disamping itu, KKR Aceh juga terus melakukan pendekatan rekonsiliasi bagi korban yang membutuhkan. Maka dari itu, lembaga KKR perlu dipertahankan untuk menindaklanjuti ribuan data korban yang sudah direkomendasi reparasi ke pemerintah," kata Mastur Yahya.
Baca: Elemen sipil serahkan 161 situs penyiksaan masa konflik Aceh ke KKR