Jakarta (ANTARA) - Pemerintah akan menyederhanakan prosedur administrasi untuk pemanfaatan insentif pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang ditanggung pemerintah agar stimulus ini menjadi bantalan bagi pekerja atau kelompok pendapatan menengah.
“Harapannya bisa sampai ke kantong masyarakat terutama kelas menengah supaya bisa mendapatkan buffer (bantalan),” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, realisasi stimulus PPh pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) ini masih belum optimal karena masalah teknis administrasi dan data tersebut.
Padahal, lanjut dia, insentif itu dibutuhkan pekerja yang selama beberapa bulan ini mereka diperkirakan mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan.
“Pemerintah harus kerja lebih cepat lagi mengubah skema yang tadinya terlalu rumit menjadi sederhana,” imbuhnya.
Kementerian Keuangan sebelumnya telah memperluas cakupan penerima insentif PPh pasal 21 ini dari 440 kelompok usaha menjadi 1.189 kelompok usaha sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 86 tahun 2020.
Pemerintah mengalokasikan Rp120,61 triliun untuk insentif usaha, sebesar Rp39,66 triliun dialokasikan untuk PPh pasal 21 DTP.
Insentif lainnya yakni pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp5,8 triliun yang dinilai tinggi partisipasinya.
Selain itu, juga ada pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar Rp14,4 triliun, namun realisasinya masih rendah.
“Itu (pengurangan angsuran PPh pasal 25) masih kecil tapi ini akan dibuat lebih cepat dan lebih besar diskonnya,” katanya.
Saat ini, besaran diskon mencapai 30 persen dan rencananya akan dinaikkan agar lebih menarik sektor usaha.
Insentif lainnya yakni penurunan tarif PPh Badan sebesar Rp20 triliun, pembebasan PPh pasal 22 impor sebesar Rp14,75 triliun dan stimulus lainnya Rp26 triliun.