Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh telah memasang penghalau (barrier) jenis kawat kejut atau power fancing sepanjang 59.000 meter pada sejumlah titik di daerah dengan intensitas tinggi konflik antara gajah liar dengan manusia.
“Sepanjang 59.000 meter power fancing itu tidak di satu daerah saja tapi seluruh Aceh yang memiliki intensitas tinggi konflik gajah dengan manusia,” kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Jumat.
Dia menjelaskan hingga saat ini konflik gajah liar dengan manusia masih terus terjadi di sejumlah wilayah Aceh. Beberapa daerah dengan intensitas konflik tinggi seperti Kabupaten Pidie, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Jaya serta beberapa daerah lain.
Baca juga: BKSDA Aceh imbau masyarakat tidak pasang jerat di kawasan hutan
Oleh karena itu, BKSDA terus bersiasat untuk mengatasi konflik gajah sumatera itu dengan manusia dengan beberapa metode seperti pemasangan barrier berupa power fancing atau parit serta pemasangan kalung GPS atau GPS collar.
“Power fancing itu kita pasang tersebar di beberapa daerah, ada di Aceh Timur, Pidie, Bener Meriah, Aceh Jaya, jadi di tempat-tempat dengan intensitas konflik satwa tinggi,” katanya.
Strategi itu, lanjut dia, kita terapkan sambil terus dinamis melihat ruang gajah liar untuk keluar masuk hutan.
Baca juga: Cegah konflik satwa liar, ini yang dilakukan BKSDA di Aceh Jaya
Menurut Agus pemasangan power fancing sudah dilakukan sejak 2014, namun BKSDA Aceh lebih meningkatkan pemasangannya selama dua tahun terakhir, dinilau ampuh sebagai penghalau gajah liar agar tidak ke pemukiman atau perkebunan milik warga.
“Kalau parit ada juga kita buat bekerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Tapi saat ini kita lebih utamakan pakai power fancing untuk penghalaunya,” kata Agus.
Baca juga: BKSDA: Anak gajah dengan belalai putus akhirnya mati dalam perawatan
Untuk kalung GPS, kata Agus, pihaknya memasangkan kepada kawanan gajah liar, guna memantau setiap pergerakan kawanan satwa liar dilindungi tersebut ketika mendekati pemukiman atau perkebunan warga.
“Seperti di Bener Meriah ada beberapa kelompok gajah liar, yang baru kita pasang GPS collar itu baru satu kelompok, ke depan akan kita pasang lagi ke kelompok-kelompok gajah liar lain,” kata Agus.