Banda Aceh (ANTARA) - Dua jurnalis Aceh diduga diintimidasi oleh pengawal Ketua KPK Firli Bahuri saat meliput pertemuan Firli bersama organisasi perusahaan media Aceh di warung Sekretariat Bersama (Sekber) wartawan Aceh, Kamis malam (9/11).
Korban adalah Raja Umar wartawan Kompas TV dan Kompas.com, dan pewarta media lokal Puja TV Lala Nurmala. Intimidasi diduga terjadi saat Firli bersama sejumlah pengurus JMSI Aceh, organisasi perusahaan media, sedang ngopi dan makan durian di Sekber wartawan. Sekber selama ini menjadi tempat berkumpul wartawan lintas media dan organisasi untuk bekerja membuat berita maupun saat menunggu liputan.
"Saya dihampiri oleh polisi yang mengenakan pakaian preman dan meminta agar saya hapus foto pertemuan Firli," kata Raja Umar, di Banda Aceh, Jumat.
Umar menjelaskan, peristiwa itu bermula ketika dirinya mendapatkan informasi kedatangan Firli Sekber jurnalis di Banda Aceh sekitar pukul 20.49 WIB melalui grup wartawan tv.
Baca juga: AJI, IJTI, dan PWI kecam intimidasi wartawan Aceh oleh pengawal Ketua KPK Firli Bahuri
Kemudian, Umar langsung bergegas dari rumah ke lokasi dengan menggunakan sepeda motor, sekitar 15 menit ia sampai ke lokasi.
Setelah itu, Umar mengeluarkan id pers dan kamera dari tasnya, dan langsung menghampiri Firli yang sedang duduk santai.
"Saya memperkenalkan diri bahwa saya wartawan Kompas TV ingin mewawancara Ketua KPK terkait agenda kunjungan ke Aceh dan tanggapannya terhadap tudingan Firli mengulurkan waktu dari panggilan Polda Metro Jaya," ujarnya.
Lalu, jelas Umar, Firli tidak memberikan komentar karena sedang makan durian, dan Umar menyatakan siap menunggu ketua KPK itu selesai makan durian.
"Tak lama setelah itu polisi pengaman Firli langsung mengingatkan saya tidak boleh video dan foto. Lalu saya jawab santai bos, saya lagi kerja, saya wartawan, sambil saya berjalan duduk menjauh dari meja pertemuan Firli dengan JMSI," kata Umar.
Kemudian, Umar menolak untuk menghapus, lalu pengawal tersebut menyatakan bahwa dirinya seorang polisi dan berhak meminta penghapusan foto tersebut.
Selanjutnya, karena ada paksaan untuk membuka galeri di handphone, Umar langsung menghidupkan rekaman audio, dan menanyakan foto apa yang harus dihapus.
"Polisi (pengawal Firli) itu tahu saya merekam audio, dia juga meminta menghapus rekaman tersebut lalu saya melawan," ujarnya.
Karena merasa diintimidasi, rekaman audio itu dikirimkan Umar ke group Kompas.com. Tujuannya, jika terjadi sesuatu dengan dengan dirinya, maka itu menjadi salah satu barang bukti kemudian hari.
"Karena ada insiden itu kemudian saya langsung kabari ke beberapa wartawan tv yang tergabung dalam IJTI agar mereka segera ke lokasi untuk sama sama meliput Firli," kata Umar.
Selain Umar, wartawan Puja TV Nurmala juga mengalami hal serupa, kepada dirinya juga diminta agar foto pertemuan Firli tersebut juga dihapus.
Nurmala menyatakan bahwa dirinya sempat mengambil foto dan video ketika Umar berbicara dengan pengawal Firli, dan kemudian itu juga diminta hapus.
Nurmala kemudian didatangi oleh pengawal Firli dan memaksa melihat gambar dalam galeri handphone jurnalis itu. Bahkan, hingga ke spamnya.
"Sudah aku hapus, dan tersimpan dalam spam. Lalu, itu juga disuruh hapus, padahal handphone itu privasi saya," kata Nurmala.
Dalam kesempatan ini, Direktur Puja TV Jamaluddin, menyayangkan terhadap peristiwa tersebut, seharusnya semua pihak harus menghormati profesi dan tugas jurnalistik.
"Saya harap pihak dari organisasi kewartawanan bisa mengadvokasi masalah ini di lapangan," demikian Jamaluddin.
Baca juga: Cak Munir: PWI harus jadi komunitas pers berwibawa