Langsa (ANTARA Aceh) - Sejumlah elemen sipil di Kota Langsa, Provinsi Aceh, mendukung langkah Walikota Usman Abdullah yang menolak mekanisme pembagian hasil penambahan dana Migas yang dituangkan dalam qanun (peraturan daerah).
Koordinator Forum Masyarakat Sipil Kota Langsa, Agusni AH di Langsa, Selasa mengemukakan, pihaknya menolak keberadaan Qanun Nomor 10 Tahun 2016 yang kebijakannya dinilai sangat merugikan kabupten/kota.
Sebab, lanjut dia, dengan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, sebanyak 40 persen jatah kabupaten/kota mekanismenya kembali ke sistem pagu.
Persoalan migas ini, kata Agusni, juga sudah dibicarakan pada pertemuan Forum Komunikasi Pemerintah Kabupaten/Kota se Aceh (FKKA) di Balai Kota Banda Aceh, pada 8 April 2017.
Menurutnya, proses pembangunan sepenuhnya berada di kabupaten/kota, karenanya menjadi penting bila pengelolaan dana bagi hasil Migas menjadi domain pemerintah kabupaten/kota.
Untuk itu, kata Agusni, pihaknya mendesak Gubernur Aceh untuk segera merevisi qanun tersebut dan menerbitkan peraturan terbaru dalam waktu dekat agar pengelolaan dana Migas diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Pihaknya, sambung Agusni, mendukung sepenuhnya upaya judicial review Qanun Aceh Nomor 10/2016 oleh FKKA ke Mahkamah Konstitusi.
Agusni menyampaikan bila Gubernur Aceh dan DPRA tidak merespon, maka pihaknya akan melakukan aksi massa. Terlebih, Forum Masyarakat Sipil Kota Langsa terdiri dari Dewan Kesenian Kota Langsa, SAPMA Pemuda Pancasila, LSM Seuramoe Institut, Komunitas Rumoh Aceh, Lembaga Advokasi Rakyat, Aldec, Piranti Bangsa dan Lembaga Analisis Pembangunan.
"Ini harus menjadi perhatian utama gubernur dan anggota parlemen Aceh, sehingga kegunaan dana Migas diperuntukkan bagi pembangunan yang menyentuh kepentingan rakyat," kata Agusni.