Adnan menilai ruang baliho yang sempit menjadi alasan banyak caleg tidak menyertakan gagasannya ke dalam baliho. Namun, menurut dia, bukan berarti gagasan yang ada tidak bisa dituliskan sama sekali.
Para caleg tetap bisa menyampaikan gagasan secara ringkas menggunakan teori penulisan wara (copywriting) dengan memasukkan unsur Problem-Agitasi-Solusi (PAS) dalam sebuah gagasan.
“Tunjukkan apa problem yang ada sekarang. Lalu, agitasi hasutannya apa saja untuk menangani problem itu.
Setelahnya, baru sampaikan solusi. Kalimatnya tidak perlu panjang bisa terdiri atas tiga kata saja,” papar Adnan.
Apabila para caleg belum memiliki solusi atas berbagai permasalahan yang ada, gagasan alternatifnya sorot problem yang paling dekat dengan kebanyakan masyarakat. Misalnya, dengan gagasan berbunyi “Biaya pendidikan mahal, ayo dukung saya agar biaya pendidikan murah”.
Gagasan seperti itu dinilai lebih relevan dan menarik perhatian masyarakat ketimbang slogan-slogan klise dan usang tadi. Terlebih lagi, caleg petahana dapat memunculkan satu atau dua bukti kerja mereka saat menjabat sebagai gagasannya.
“Tulis saja misalnya ‘Saya inisiator beasiswa A’ atau ‘Inisiator Penanganan Stunting’. Itu lebih relevan daripada hanya menuliskan kalimat meminta doa dan dukungan dari masyarakat,” katanya.
Pada intinya, kata dia, baliho memang tidak bisa mengungkapkan seluruh gagasan, tetapi minimal bisa menyampaikan rencana yang akan dikerjakan caleg secara konkret.
Gagasan Isu Disabilitas Hampir Tak Ada
Program Manager Children and Youth Disabilities for Changes (CYDC), Erlina Marlinda, manyampaikan dirinya belum menemukan gagasan caleg di Aceh yang menyuarakan isu disabilitas.
“Saya melihat sampai detik ini, para caleg itu tidak ada yang menyuarakan hal itu,” kata perempuan yang akrab disapa Elin.
Padahal, Elin berharap banyak dari para calon legislatif dapat menemui kelompok disabilitas untuk berdiskusi terkait kebutuhan mereka. Apalagi, Qanun tentang disabilitas masih menjadi mimpi bagi kelompoknya.
“Kami membutuhkan Qanun disabilitas yang sampai sekarang belum ada. Katanya, baru tahun ini akan disusun untuk Aceh,” ujarnya
Elin menyampaikan aturan hukum tentang kelompok disabilitas baru ada di Aceh Besar, yakni Qanun Nomor 4 Tahun 2021 sedangkan di tingkat provinsi rencananya tahun ini baru akan diundangkan.
Karena itu, ia pun mendorong agar Pemerintah Aceh dapat segera melahirkan aturan tersebut agar kelompok disabilitas di seluruh kabupaten/kota bisa merasakan manfaatnya. Selain itu, juga tercipta pembangunan di Aceh yang inklusif dan ramah bagi disabilitas.
Di samping itu, Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk penyandang disabilitas yang sudah tersusun bahkan sudah ada Pergubnya tahun ini tidak pernah terdengar dalam gagasan caleg selama ini.
Baca juga: Kelelahan hitung suara Pemilu, petugas KPPS di Bener Meriah meninggal