Meulaboh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Aceh Barat mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi pajak daerah yang diduga tidak disetorkan ke kas daerah, oleh oknum ASN yang sebelumnya bertugas di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) setempat sekitar Rp500 juta lebih.
“Informasi yang kami terima dari masyarakat, pajak yang tidak disetorkan ini terjadi pada akhir tahun 2022 lalu,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Siswanto kepada wartawan di Meulaboh, Sabtu.
Menurutnya, pajak yang diduga tidak disetorkan ke kas daerah tersebut, diduga dipakai oleh oknum bendahara yang saat itu bertugas menerima uang pajak di Kantor BPKD Kabupaten Aceh Barat.
Pajak sebesar Rp500 juta lebih tersebut diduga berasal dari sejumlah kepala desa dan pelaku usaha di sektor pajak daerah seperti pajak restoran, rumah makan dan pajak lainnya.
Siswanto menjelaskan, sesuai aturan yang ada, setiap pungutan pajak yang telah diterima oleh petugas berwenang atau bendahara, maka wajib disetorkan ke kas daerah atau ke kas negara paling lama 1x24 jam sejak diterima.
Namun kenyataannya, uang tersebut diduga digunakan atau dipakai oleh oknum ASN yang bertugas menerima dana pajak daerah untuk kepentingan pribadi.
“Uang pajak itu kan uang negara, jadi kalau dia tidak setor berarti telah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Siswanto.
Ia menyebutkan, pemeriksaan terhadap sejumlah para pihak tersebut juga telah dijadwalkan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Barat pada Hari Selasa, 20 Agustus 2024 mendatang.
“Para pihak yang kita panggil ini meliputi mantan bendahara, dan pihak lain yang terkait (penerimaan pajak daerah,” kata Siswanto.
Terkait adanya upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang saat ini telah berupaya menyita aset oknum bendahara, yang diduga telah menggunakan dana pajak daerah tersebut, Siswanto mengatakan hal tersebut patut dipertanyakan.
Menurutnya, pemerintah daerah tidak berwenang melakukan penyitaan aset atau kendaraan bergerak milik masyarakat atau ASN, karena semua ketentuan penyitaan aset tersebut terdapat aturan hukum yang berlaku.
“Apa dasarnya penyitaan aset itu. Jika itu disita, kemudian mau diapakan itu barang, jelas pemda tidak ada kewenangan,” kata Siswanto.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Barat melalui Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) menerima jaminan dari seorang mantan bendahara di lingkungan pemerintah daerah setempat, terkait dugaan penggelapan pajak senilai Rp470,6 juta yang diduga tidak disetorkan ke kas daerah pada akhir 2022.
“Jaminan yang sudah mulai kita terima yaitu berupa sertifikat tanah, kendaraan bermotor,” kata Kepala BPKD Kabupaten Aceh Barat Zulyadi di Aceh Barat, Kamis (15/8) lalu.
Sebelumnya, dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Provinsi yang dirilis pada 2024, oknum bendahara penerimaan di BPKD Kabupaten Aceh Barat diduga belum menyetorkan pendapatan pajak daerah sebesar Rp470,67 juta, yang merupakan objek pajak yang diterima pada akhir tahun anggaran 2022 lalu.
Pajak yang diduga tidak disetorkan ke kas daerah tersebut diduga berasal dari sumber penerimaan pajak daerah, yang telah disetorkan oleh objek pajak.
Zulyadi mengatakan temuan tidak disetorkan pajak daerah ke kas daerah oleh oknum bendahara penerimaan tersebut, sebelumnya juga telah dilaporkan kepada BPK-RI Perwakilan Aceh.
Saat ini, pemerintah daerah terus berupaya meminta jaminan kepada oknum mantan bendahara, sehingga nantinya jaminan yang telah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat tersebut, segera dilakukan pelelangan.
Baca juga: Enam pemain judi online dan satu terpidana pelecehan seksual dicambuk