Takengon, Aceh (ANTARA) - Permintaan ekspor kopi Arabica gayo menurun jelang panen puncak komoditi unggulan itu di tingkat petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah pada akhir 2019.
Ketua Asosiasi Produser Fairtrade Indonesia (APFI) Armiadi di Takengon Senin mengatakan penurunan volume kontrak ekspor tersebut diperkirakan mencapai 40 persen dibanding kontrak tahun lalu.
Baca juga: Pemprov Aceh promosikan wisata dan Kopi Gayo di Australia
"Permintaan ekspor berkurang 30 sampai 40 persen, jauh menurun dari kontrak tahun lalu," kata Armiadi.
Menurutnya hal itu terjadi akibat adanya musim panen kopi serentak di berbagai negara di belahan dunia saat ini, sehingga para buyer disebut memiliki cukup banyak stok barang untuk akhirnya mengurangi pembelian sementara waktu.
Baca juga: Ngopi langsung di kebun kopi
"Mungkin stok tahun lalu belum habis, artinya barang masih ada di gudang jadi para buyer belum membeli lagi. Kemudian banjir kopi dari berbagai negara dunia, panen kopi dunia cukup banyak," ujarnya.
Armiadi menjelaskan melemahnya volume kontrak luar negeri tersebut tidak ada kaitannya dengan isu yang pernah berkembang belakangan tentang adanya temuan kimia glyphosate di kopi gayo.
Baca juga: Distanbun Aceh nyatakan kopi Arabika gayo masih organik
Menurutnya kondisi ini terjadi murni karena pasar kopi dunia sedang melemah seiring musim panen kopi dunia dari sejumlah negara, sehingga menyebabkan stok barang menumpuk di kalangan pembeli.
"Penurunan kontrak untuk kopi gayo mayoritas dari Amerika, karena pembeli terbesar selama ini juga dari Amerika," tutur Armiadi.
Permintaan ekspor kopi gayo menurun
Senin, 18 November 2019 16:35 WIB
Permintaan ekspor berkurang 30 sampai 40 persen, jauh menurun dari kontrak tahun lalu