Oleh : Azhari
Banda Aceh, 19/6 (Antara) - Aceh pascakonflik dan tsunami merupakan salah satu provinsi yang menjadi daya tarik diperbincangkan banyak orang, tidak hanya dalam skala nasional, tapi juga masyarakat internasional.
Daya tarik itu, mungkin karena Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang menyandang status khusus daerah diberlakukannya hukum atau undang undang tentang Syariat Islam.
Karenanya, terkadang apapun yang dilakukan maupun terjadi dikait-kaitkan dengan penerapan Syariat Islam yang dideklarasikan di Blang Padang oleh Gubernur Aceh saat itu Abdullah Puteh pada 2002.
Bahkan, ironinya juga ada yang mengaitkan bahwa investor enggan masuk ke Aceh dikarenakan pengusaha, khususnya investasi asing sebab provinsi itu menerapkan Syariat Islam.
Namun, Gubernur Aceh Zaini Abdullah menolak keras anggapan Syariat Islam yang berjalan baik di daerahnya itu menjadi hambatan bagi investor yang akan menanamkan investasinya di provinsi tersebut.
"Sebenarnya, penerapan Syariat Islam berjalan dengan baik di seluruh Aceh, sangat sesuai dengan budaya dan adat istiadat dan
Syariat Islam bukan hambatan," katanya beberapa waktu lalu.
Saat membuka "Aceh Investment Promotion", gubernur menjelaskan bahwa pemerintah terus mengupayakan agar investasi dari dalam maupun luar negeri dapat masuk ke provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
Namun, Zaini mengatakan terkadang pemberitaan yang menyesatkan tentang Aceh menghambat upaya-upaya mendatangkan investasi tersebut.
"Bagaimana pun informasi keliru yang berkembang belakangan ini, memberi kesan kepada masyarakat diluar Aceh dan luar negeri bahwa Aceh tidak aman dan tidak kondusif bagi pelaku bisnis dan investasi," katanya menambahkan.
Isu yang paling santer diberitakan diantaranya masalah penerapan Syariat Islam yang dianggap membelenggu hak asasi manusia serta masalah keamanan yang tidak kondusif bagi dunia bisnis.
"Isu-isu ini perlu dicermati dan dipilah dasar kebenarannya. Sebenarnya, penerapan Syariat Islam berjalan dengan baik di seluruh Aceh, dan sangat sesuai dengan budaya dan adat istiadat," kata dia menjelaskan.
Perlu diperhatikan, gubernur menegaskan bahwa penerapan Syariat Islam di Aceh tidak diberlakukan bagi nonmuslim. Bahkan masyarakat Aceh sangat menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat nonmuslim dalam menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Oleh karenanya, tidak berlebihan jika warga asing yang datang ke Aceh berpendapat bahwa Banda Aceh merupakan kota yang sangat internasional. Banda Aceh memiliki fasilitas berstandar baik, kota dengan masyarakat madani yang menghargai perbedaan dan keragaman.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan penerapan Syariat Islam di provinsi mayoritas berpenduduk muslim itu sangat menghargai toleransi antar umat beragama.
"Penerapan Syariat Islam di Aceh sangat toleran, berbeda dengan di Timur Tengah. Disini umat Islam dan nonmuslin dapat hidup berdampingan dengan damai," katanya.
"Darah dan Daging"
Zaini juga menjelaskan, penerapan Syariat Islam di Aceh seperti "darah dan daging", saling menyatu dan melengkapi. Penerapan Syariat Islam telah menyatu dengan adat istiadat yang dicontohkan sejak masa Kerajaan Samudera Pasai dan Aceh Darussalam.
Untuk itu, Aceh terbuka untuk investor asing yang ingin menanamkan usaha di berbagai sektor ekonomi di provinsi itu.
"Situasi keamanan Aceh sangat kondusif. Di bidang ekonomi, Aceh terbuka bagi setiap investor termasuk asing yang ingin berusaha di daerah ini," katanya menambahkan.
Gubernur mencontohkan, salah satu investasi asing di Aceh yakni Semen Lafarge di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Mereka telah beroperasi cukup lama dan merasa nyaman berinvestasi di Aceh.
"Kami bekerja sekuat tenaga agar kondisi ekonomi Aceh semakin baik dari waktu ke waktu. Karenanya kami perlu dukungan dari semua pihak," kata Zaini Abdullah menambahkan.
Gubernur menjelaskan, bahwa saat ini fokus pembangunan di Aceh meliputi bidang pemberdayaan manusia, kesehatan, pekembangan ekonomi, menjaga kelestarian hutan serta rekonstruksi.
Pemerintah Aceh, kata dia juga sangat peduli terhadap kelestarian hutan, namun khawatir tentang penambangan emas di daerah barat Aceh dan sebagian wilayah Pidie.
"Kami ingin perkembangan ekonomi tidak merusak kelestarian hutan di Aceh," kata Zaini Abdullah yang juga pernah menetap di Eropa sebagai Warga Negara Swedia itu.
Tapi, kekhawatiran asing berinvestasi di Aceh karena daerah itu berlaku hukum syariah dibantah oleh sejumlah Duta Besar Negara-Negara Uni Eropa, bahkan menegaskan syariah tidak menjadi persoalan bagi mereka.
"Kami tidak mempersoalkan isu syariat Islam di Aceh. Ada isu penting lainnya yang ditanggapi, seperti investasi dan proses perdamaian," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan Asean, Olof Skoog saat berkunjung ke Banda Aceh.
Olof Skoog di Aceh didampingi Duta Besar Republik Ceko Tomas Smetanka, Duta Besar Italia Federico Faila, Duta Besar Jerman Georg Witschek serta para diplomat negara Uni Eropa.
Menurut dia, mereka selama kunjungan di Aceh menyempatkan diri bertemu dengan sejumlah elemen masyarakat. Mereka juga membahas masalah isu syariat Islam.
Dari pertemuan itu, kata dia, Uni Eropa tidak mempermasalahkan implementasi hukum syariah. Namun begitu, yang terpenting bagaimana menjunjung tinggi toleransi keberagaman beragama di Aceh.
"Jadi, kami tidak ingin terlibat dalam isu-isu hukum syariah karena ini merupakan masalah Aceh. Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana meningkatkan iklim investasi di provinsi ini," ungkap Olof Skoog.
Pada kesempatan itu, Olof Skoog mengatakan mereka berkunjung ke Aceh untuk melihat langsung perkembangan di Provinsi Aceh setelah 10 tahun pascatsunami dan era perdamaian.
"Uni Eropa telah lama menjadi mitra bagi Aceh melalui pendanaan yang disalurkan untuk rekonstruksi pascatsunami dan proses perdamaian di provinsi ini," kata Olof Skoog.
Jika Aceh disebutkan sebagai salah satu provinsi yang pembangunannya lamban meski setiap tahun anggaran dikelola belasan triliun rupiah, dan enggannya orang berinvestasi maka diperlukan evaluasi secara menyeluruh ditingkat instasi pemerintah.
Karena itu juga Pemerintah Aceh agar terus menerus meyakinkan investor tentang kenyamanan berinvestasi, selain juga Aceh memiliki sumberdaya alam cukup besar seperti bidang peternakan, pertanian, perkebunan dan hasil bumi lainnya.
Untuk itu, seperti kalangan ulama menyatakan saatnya semua pihak tidak semata-mata melihat penegakan Syariat Islam sebagai penyebab investor tidak mau berinvestasi di Aceh, buktinya perusahaan semen Lafarge, cukup nyaman berusaha di Aceh.
Investasi Aceh Diantara Isu Syariat
Kamis, 19 Juni 2014 18:51 WIB