Oleh Azhari
Banda Aceh, 4/9 (Antaraaceh) - Hiruk pikuk rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak hanya menjadi perdebatan di tingkat elit politik dan pemerintahan, tapi juga mulai dirasakan masyarakat "akar rumput" hingga ke pelosok pedesaan.
Jika dikalangan elit politik dan pemerintahan terjadi diskusi dan perdebatan, ada yang pro dan juga tidak sedikit jika lahirnya kebijakan benar-benar harga BBM itu naik.
Tapi, tidak bagi nelayan dan masyarakat pedesaan, yang terjadi adalah harga belum naik, namun BBM sudah sulit diperoleh.Misalnya, ratusan nelayan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tidak melaut karena kesulitan memperoleh pasokan minyak solar.
"Kami sekarang hanya menanti kapan solar bisa dipasok agar nelayan bisa melaut," kata salah seorang nelayan Babalan, Langkat, Burhanuddin.
Burhanuddin menjelaskan bahwa kelangkaan BBM seperti solar ini terus terjadi hingga nelayan kesulitan mendapatkannya sejak tiga pekan lalu.
Biasanya para nelayan membeli solar dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan, yang ada di pelabuhan Pangkalan Brandan, namun sekarang ini akibat solar payah didapat nelayan sudah susah melaut.
Mungkin apa yang dirasakan nelayan Langkat itu juga sama dialami masyarakat nelayan atau pedesaan di sejumlah daerah di Tanah Air. Warga Sabang, Aceh, dalam beberapa hari ini juga dirisaukan sering putusnya premium di SPBU daerah itu.
Lagi-lagi, BBM belum naik tapi masyarakat merasakan mulai sulit mendapatkannya dipasaran. Belum lagi, menjadi tradisi bahwa jika BBM naik maka imbasnya adalah melambungnya harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat.
Pengamat ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Dr Iskandar Madjid menyatakan, pemerintah harus menjamin persediaan dan harga sembilan kebutuhan pokok apabila harga BBM dinaikkan.
"Kalau tidak ada pilihan lain harga BBM dinaikkan, maka pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan sembako dan harganya tidak melonjak, karena kebutuhan itu menyangkut hidup orang banyak," kata Dosen Pascasarja Fakultas Ekonomi Unsyiah itu.
Iskandar memahami keinginan dari presiden terpilih Joko Widodo untuk menaikkan harga BBM, karena subsidi yang selama ini dirasakan masyarakat sangat membebani anggaran negara, apalagi ke depan jumlah kenderaan di Tanah Air ini akan terus bertambah.
Dikatakan Iskandar, kalaupun pemerintah mendatang terpaksa menaikkan BBM, tapi pemerintah harus memberi subsidi untuk sembilan bahan pokok ini, karena ini menyangkut dengan hajat hidup orang banyakl yang sebagian besar berpenghasilan rendah.
"Kalau orang kaya, naiknya BBM tidak akan masalah, tapi bagi saudara-saudara kita yang hidupnya pas-pasan, maka akan terkena hibas yang besar terhadap kenaikkan BBM," ujarnya.
Disebutkan, sudah menjadi hukum eknomi, kalau BBM naik, maka akan berhimbas pada naiknya harga barang-barang yang lainnya.
Oleh karena itu, mulai sekarang pemerintah harus memikirkan dampak dari kenaikkan BBM tersebut, kata Iskandar.
Ia menyebutkan, pengurangan subsidi BBM harus dialihkan ke sektor produktif, dimana pemerintah harus memberi dukungan dana yang besar, sehingga sektor tersebut tetap berjalan.
"Dan, yang lebih penting lagi, pemerintah harus mensubsidi terhadap sembilan bahan pokok, dengan cara membuka warung khusus menjual sembako subsidi dan hanya orang tertentu saja yang bisa membelinya," katanya.
Selain itu, kata Iskandar, pemerintah juga perlu memikirkan BBM alternatif yang tidak hanya bergantung pada solar atau premium.
Ia juga berharap Pemerintah Aceh juga segera melakukan langkah-langkah antisipasi kemungkinan harga BBM naik, dengan meminta sejumlah satuan kerja perangkat daerah memantau harga sembilan bahan kebutuhan pokok.
"Kalau terjadi lonjakan harga kebutuhan pokok, maka segera menggelar pasar murah," katanya.
Sementara itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta pemerintah mengkhususkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kepada industri dan dunia usaha tertentu, sehingga ada nilai kearifan lokal dari kebijakan itu.
"Kenaikan harga BBM pasti akan terjadi hanya menunggu waktunya saja, Namun, kita mengharapkan kenaikan harus disesuaikan dan dikhususkan kepada industri dan dunia usaha tertentu," kata Ketua Organda Aceh Barat Thantawi.
Organda menilai, kenaikan harga BBM selain memberi dampak negatif juga ada sisi positifnya kepada para pengusaha jasa angkutan darat yakni pasti akan ada kenaikan tarif angkutan disesuaikan dengan kenaikan harga BBM.
Dalam kondisi demikian, menurut dia, harus ada pemilahan atau pengecualian kenaikan harga kepada dunia usaha tertentu terutama kepada penyedia jasa angkutan setiap hari melayani masyarakat yang mayoritas miskin.
Pemilahan disarankan dengan menyediakan satu unit Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) yang khusus melayani mobil penumpang berplat kuning atau kendaraan masyarakat biasa, sehingga tarif kenaikan BBM tidak berimbas kepada masyarakat kecil.
"Harapan kami nantinya untuk angkutan umum plat kuning ditunjuk satu SPBU yang khusus, sementara untuk industri atau plat merah harus terasing, tapi kami memohon sebaiknya jangan dinaikan harga BBM subsidi angkutan umum dan nelayan," tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, apabila berbicara kelayakan dengan perekonomian masyarakat wilayah itu dengan pendapatan masih dibawah upah minimum provinsi (UMP) tidak tepat apabila ada kenaikan harga BBM subsidi, meskipun disokong beberapa program bantuan untuk masyarakat miskin tetap saja tidak mampu menutupi.
Reformasi tata kelola
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin berpendapat tugas prioritas Joko Widodo, calon presiden terpilih, adalah mereformasi tata kelola minyak dan gas sehingga menyakinkan semua pihak bahwa di sektor itu tidak ada lagi "mafia gas".
"Ya, tugas utama mereformasi tata kelola migas. Masih kita dengar mafia migas melakukan 'mark up' pembelian minyak satu dolar lebih/barel. Itu kemudian yang membuat harganya jadi naik," katanya.
Din Syamsuddin mengatakan bahwa tata kelola migas itu masih bisa diperbaiki sehingga ke depan tidak ada lagi yang namanya "mafia" bermain dalam perdagangan migas.
"Dengan tata kelola yang baik, mungkin negara akan punya uang sehingga subsidi tetap diperlukan supaya harganya tidak terlalu tinggi, atau juga dana itu bisa dimanfaatkan atau dirasakan langsung rakyat, misalnya untuk pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, dan papan," katanya.
Ketika ditanya soal rencana kenaikan harga BBM jenis solar dan premium, Din Syamsuddin mengatakan bahwa Pemerintah harus mengkaji, bukan soal naik atau tidak.
"Yang paling penting dalam hal harga BBM itu adalah bagaimana tata niaga migas itu harus diperbaiki. Selama itu tidak diperbaiki, lingkup kecil berupa kenaikan harga itu akan tetap menjadi masalah. Kita dapat memahami argumen dari pentingnya kenaikan harga BBM itu supaya subsidi yang cukup besar dapat disalurkan pada kepentingan riil rakyat," katanya.
Selama ini, Pemerintah beralasan menaikkan harga BBM agar subsidi yang relatif cukup besar, kemudian disalurkan pada kepentingan masyarakat. Akan tetapi, menurut dia, realisasinya tidak.
"Jadi, subsidi yang dikurangi itu entah ke mana menguap? Tidak sebenar-benarnya diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Jadi, harus ada jaminan dan perubahan pada tata kelola dan niaga migas," kata Din Syamsuddin.
Ketua Umum PP Muhamadiyah itu juga menyatakan bahwa dirinya tidak kaget jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menjadikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebagai tersangka.
"Itu karena ada tata kelola yang tidak benar sehingga kekayaan sumber daya alam kita itu tidak sesuai dengan perintah konstitusi yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun, yang terjadi saat ini dinikmati atau dimanfaatkan oleh segelintir pejabat," kata Din Syamsuddin.
Presiden RI terpilih Joko Widodo (Jokowi) mengaku setuju dengan usulan pengalihan subsidi BBM untuk kepentingan petani di pedesaan.
Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka forum Musyawarah Nasional organisasi relawan Seknas Tani Jokowi di Jakarta, Kamis, selaku forum yang akan merumuskan sejumlah rekomendasi dalam pembangunan pertanian Indonesia.
"Saya senang ada yang usul (harga) BBM dinaikkan saja, dan betul subsidi harus dialihkan kepada kebutuhan dan kepentingan petani," kata Jokowi dalam sambutannya di Musyawarah Nasional Seknas Tani Jokowi.
Dalam acara itu ada usulan dari salah seorang petani agar harga BBM bersubsidi dinaikkan, sehingga subsidi bisa dialihkan ke petani.
Jokowi menegaskan jika subsidi dialihkan ke petani maka produksi pertanian nasional akan meningkat. Subsidi itu menurut dia dapat diberikan dalam bentuk subsidi benih, pupuk, keperluan irigasi, dan untuk usaha mikro di pedesaan.
"Saat ini 71 persen subsidi BBM yang menikmati itu mobil, untuk kesenangan, tidak produktif. Sisanya subsidi itu baru untuk yang lain-lain," ujar dia.
Jokowi menyampaikan ke depan kebijakan pemerintah di sektor pertanian harus berdasarkan kebutuhan petani, bukan sekadar karena adanya proyek-proyek yang berbasis keuntungan.
Jokowi meyakini dengan adanya musyawarah nasional layaknya yang digagas Seknas Tani Jokowi, maka persoalan yang selama ini dihadapi petani akan dapat dirumuskan dan dicarikan jalan penyelesaiannya.
"Anggaran pemerintah ini cukup lumayan besar, maka penggunaan harus tepat sasaran," ujar Jokowi.
Mencari "Jalan Tengah" Kenaikan Harga BBM
Kamis, 4 September 2014 19:17 WIB