Tapaktuan (ANTARA Aceh) - LSM Kajian dan Advokasi Hukum (KAuM) menyesalkan kinerja DPRK Aceh Selatan 2013-2018 yang hingga kini belum mengesahkan Rancangan Qanun (Raqan) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diusulkan eksekutif, sehingga pembangunan di daerah itu belum bisa dilaksanakan.
"Kami sangat menyesalkan kinerja DPRK Aceh Selatan yang lambat mengesahkan Qanun RPJMD, sehingga Pemkab belum bisa menjalankan pembangunan," kata Direktur Eksekutif LSM KAuM Aceh Selatan M Nasir SH saat dihubungi di Tapaktuan, Kamis.
Ia menyatakan, dengan belum di sahkannya Qanun RPJMD tersebut, visi misi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan periode 2013 – 2018 terancam tidak bisa direalisasikan, karena RPJMD Aceh Selatan terancam akan ditolak atau tidak diterima Kementerian Dalam Negeri yang akhirnya akan berimbas kepada gagalnya pelaksanaan program pembangunan di daerah tersebut.
Menurutnya, penetapan RPJMD Aceh Selatan tahun 2013 – 2018 dengan Perbup itu, bertentangan dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 terkait pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
"Selain bertentangan dengan Permendagri, penetapan RPJMD dengan Perbup itu juga bertolak belakang dengan penetapan RKPD dan RAPBK tahun 2015 yang ditetapkan dengan qanun," tegas Nasir.
Dia menjelaskan, dalam Pasal 75 ayat (1) Permendagri Nomor 54 tahun 2010, disebutkan bahwa Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJMD kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama paling lama 5 bulan setelah dilantik.
Selanjutnya, sambung Nasir, pada Pasal 84 disebutkan bahwa RPJMD yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/kota, menjadi pedoman penetapan Rencana Strategis (Renstra) SKPD dan penyusunan RKPD serta digunakan sebagai instrumen evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
"Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka RPJMD harus ditetapkan dengan peraturan daerah atau qanun, bukan dengan peraturan bupati (Perbup)," tegasnya.
Nasir mengatakan, RPJMD itu berisi tentang visi dan misi Bupati/Wakil Bupatiterpilih dan menjadi pedoman bagi SKPD dalam menyusun RKPD. Dan RPJMD itu dapat digunakan sebagai instrument untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan daerah.
Dan, RPJMD itu dibuat dalam jangka waktu 5 tahun dan ditetapkan dengan Perda, sedangkan RKPD dan RAPBK disusun dalam jangka waktu 1 tahun sekali dan juga ditetapkan dengan Perda serta bisa juga ditetapkan dengan peraturan bupati (Perbup).
Lebih lanjut, Nasir menjelaskan, berdasarkan pasal 282 ayat (1) Permendagri Nomor 45 Tahun 2010 disebutkan bahwa, perubahan RPJPD dan RPJMD hanya dapat dilakukan apabila, hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan tidak sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana pembangunan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri.
Kemudian, hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa substansi yang dirumuskan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri atau terjadi perubahan yang mendasar dan/atau merugikan kepentingan nasional.
Selanjutnya, sambung Nasir, pada ayat (2) disebutkan bahwa perubahan yang mendasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup antara lain terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional.
Sedangkan pada ayat (3) disebutkan, yang dimaksud merugikan kepentingan nasional apabila bertentangan dengan kebijakan nasional.
Dan pasal 283 disebutkan, bahwa RPJPD dan RPJMD perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Maka atas dasar itu, kata Nasir, pihaknya meminta kepada Pemkab dan DPRK Aceh Selatan segera melakukan perubahan RPJMD Aceh Selatan dari Perbup untuk selanjutnya segera ditetapkan dengan Peraturan daerah atau qanun, agar tidak berdampak secara lebih luas merugikan daerah dan masyarakat Aceh Selatan.
Sementara itu, anggota Badan Legislasi (Banleg) DPRK Aceh Selatan Alja Yusnadi STP mengatakan, penyebab pihaknya belum mengesahkan Raqan RPJMD menjadi qanun karena draftnya baru diusulkan sekitar dua minggu lalu oleh Pemkab Aceh Selatan.
"Usulan draft RPJMD itu belum bisa kami proses karena saat ini DPRK Aceh Selatan sedang melaksanakan Pansus sehingga tidak bisa menggelar dauble kegiatan. Hasil laporan kami terima ada sekitar 7 rancangan qanun yang diusulkan oleh Pemkab dimana salah satunya Raqan RPJMD tersebut," kata Alja.
Pihaknya berjanji bahwa setelah pelaksanaan Pansus selesai, segera melanjutkan dengan pengesahan 7 rancangan qanun tersebut termasuk raqan RPJMD.
"Pada dasarnya, kami sangat setuju RPJMD Aceh Selatan ditetapkan dalam bentuk qanun bukan Perbup, tapi karena draft itu baru diusulkan maka prosesnya terpaksa harus menunggu selesai Pansus dulu," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Alja menolak atau membantah tudingan yang menyebutkan bahwa dampak dari belum di tetapkannya RPJMD Aceh Selatan dengan qanun, akan ada konsekwensi penolakan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih oleh pihak Kemendagri.
"Secara logika kita berpikir, secara hirarki hukum lebih tinggi kedudukan Undang-undang dari padi Permendagri. Sementara dasar penetapan RPJMD dengan Perbup adalah Undang-undang. di samping itu Permendagri Nomor 54 di keluarkan tahun 2010, sementara penetapan RPJMD melalui Perbup telah berlangsung sejak tahun 2013 sampai 2014 tidak ada terjadi persoalan atau penolakan oleh Pemerintah Pusat," paparnya.
Pada dasarnya, sambung Alja, pihaknya memang sangat sependapat agar RPJMD Aceh Selatan di tetapkan melalui Qanun sekaligus untuk merevisi program untuk di sesuaikan dengan program Pemerintah Pusat.
"RPJMD lama masih semasa Presiden SBY, sedangkan sekarang sudah berganti Pemerintahaan Pusat di bawah Presiden Jokowi, sehingga sudah sewajarnya RPJMD di revisi untuk di sesuaikan dengan program nawacita Jokowi, sehingga selaras dan sinergi dengan program Pemerintah Pusat," pungkasnya.
"Kami sangat menyesalkan kinerja DPRK Aceh Selatan yang lambat mengesahkan Qanun RPJMD, sehingga Pemkab belum bisa menjalankan pembangunan," kata Direktur Eksekutif LSM KAuM Aceh Selatan M Nasir SH saat dihubungi di Tapaktuan, Kamis.
Ia menyatakan, dengan belum di sahkannya Qanun RPJMD tersebut, visi misi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan periode 2013 – 2018 terancam tidak bisa direalisasikan, karena RPJMD Aceh Selatan terancam akan ditolak atau tidak diterima Kementerian Dalam Negeri yang akhirnya akan berimbas kepada gagalnya pelaksanaan program pembangunan di daerah tersebut.
Menurutnya, penetapan RPJMD Aceh Selatan tahun 2013 – 2018 dengan Perbup itu, bertentangan dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 terkait pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
"Selain bertentangan dengan Permendagri, penetapan RPJMD dengan Perbup itu juga bertolak belakang dengan penetapan RKPD dan RAPBK tahun 2015 yang ditetapkan dengan qanun," tegas Nasir.
Dia menjelaskan, dalam Pasal 75 ayat (1) Permendagri Nomor 54 tahun 2010, disebutkan bahwa Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJMD kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama paling lama 5 bulan setelah dilantik.
Selanjutnya, sambung Nasir, pada Pasal 84 disebutkan bahwa RPJMD yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/kota, menjadi pedoman penetapan Rencana Strategis (Renstra) SKPD dan penyusunan RKPD serta digunakan sebagai instrumen evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
"Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka RPJMD harus ditetapkan dengan peraturan daerah atau qanun, bukan dengan peraturan bupati (Perbup)," tegasnya.
Nasir mengatakan, RPJMD itu berisi tentang visi dan misi Bupati/Wakil Bupatiterpilih dan menjadi pedoman bagi SKPD dalam menyusun RKPD. Dan RPJMD itu dapat digunakan sebagai instrument untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan daerah.
Dan, RPJMD itu dibuat dalam jangka waktu 5 tahun dan ditetapkan dengan Perda, sedangkan RKPD dan RAPBK disusun dalam jangka waktu 1 tahun sekali dan juga ditetapkan dengan Perda serta bisa juga ditetapkan dengan peraturan bupati (Perbup).
Lebih lanjut, Nasir menjelaskan, berdasarkan pasal 282 ayat (1) Permendagri Nomor 45 Tahun 2010 disebutkan bahwa, perubahan RPJPD dan RPJMD hanya dapat dilakukan apabila, hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan tidak sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana pembangunan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri.
Kemudian, hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa substansi yang dirumuskan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri atau terjadi perubahan yang mendasar dan/atau merugikan kepentingan nasional.
Selanjutnya, sambung Nasir, pada ayat (2) disebutkan bahwa perubahan yang mendasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup antara lain terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional.
Sedangkan pada ayat (3) disebutkan, yang dimaksud merugikan kepentingan nasional apabila bertentangan dengan kebijakan nasional.
Dan pasal 283 disebutkan, bahwa RPJPD dan RPJMD perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Maka atas dasar itu, kata Nasir, pihaknya meminta kepada Pemkab dan DPRK Aceh Selatan segera melakukan perubahan RPJMD Aceh Selatan dari Perbup untuk selanjutnya segera ditetapkan dengan Peraturan daerah atau qanun, agar tidak berdampak secara lebih luas merugikan daerah dan masyarakat Aceh Selatan.
Sementara itu, anggota Badan Legislasi (Banleg) DPRK Aceh Selatan Alja Yusnadi STP mengatakan, penyebab pihaknya belum mengesahkan Raqan RPJMD menjadi qanun karena draftnya baru diusulkan sekitar dua minggu lalu oleh Pemkab Aceh Selatan.
"Usulan draft RPJMD itu belum bisa kami proses karena saat ini DPRK Aceh Selatan sedang melaksanakan Pansus sehingga tidak bisa menggelar dauble kegiatan. Hasil laporan kami terima ada sekitar 7 rancangan qanun yang diusulkan oleh Pemkab dimana salah satunya Raqan RPJMD tersebut," kata Alja.
Pihaknya berjanji bahwa setelah pelaksanaan Pansus selesai, segera melanjutkan dengan pengesahan 7 rancangan qanun tersebut termasuk raqan RPJMD.
"Pada dasarnya, kami sangat setuju RPJMD Aceh Selatan ditetapkan dalam bentuk qanun bukan Perbup, tapi karena draft itu baru diusulkan maka prosesnya terpaksa harus menunggu selesai Pansus dulu," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Alja menolak atau membantah tudingan yang menyebutkan bahwa dampak dari belum di tetapkannya RPJMD Aceh Selatan dengan qanun, akan ada konsekwensi penolakan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih oleh pihak Kemendagri.
"Secara logika kita berpikir, secara hirarki hukum lebih tinggi kedudukan Undang-undang dari padi Permendagri. Sementara dasar penetapan RPJMD dengan Perbup adalah Undang-undang. di samping itu Permendagri Nomor 54 di keluarkan tahun 2010, sementara penetapan RPJMD melalui Perbup telah berlangsung sejak tahun 2013 sampai 2014 tidak ada terjadi persoalan atau penolakan oleh Pemerintah Pusat," paparnya.
Pada dasarnya, sambung Alja, pihaknya memang sangat sependapat agar RPJMD Aceh Selatan di tetapkan melalui Qanun sekaligus untuk merevisi program untuk di sesuaikan dengan program Pemerintah Pusat.
"RPJMD lama masih semasa Presiden SBY, sedangkan sekarang sudah berganti Pemerintahaan Pusat di bawah Presiden Jokowi, sehingga sudah sewajarnya RPJMD di revisi untuk di sesuaikan dengan program nawacita Jokowi, sehingga selaras dan sinergi dengan program Pemerintah Pusat," pungkasnya.