Meulaboh (ANTARA Aceh) - Relawan Jokowi Center Aceh (JCA) mendesak pemerintah untuk segera memekarkan Provinsi Aceh agar terpangkas jaraknya birokrasi pemerintahan dan konsentrasi pembangunan di wilayah barat selatan Aceh.
Koordinator JCA Teuku Neta Firdaus di Meulaboh, Kamis mengatakan Provinsi Aceh terdiri dari 23 kabupaten/kota terlalu luas sehingga banyak kawasan tidak tersentuh dalam perencanaan pembangunan bahkan bertumpu pada satu daerah tertentu.
"Karena, faktor ekonomi dan geografis tuntutan pemekaran provinsi di Aceh diwajibkan, dalam konteks pemeratan pembangunan kami menduga pemerintah "zikir" sangat rasis dan diskriminatif, dari tahun ke tahun alokasi anggaran banyak ditumpukkan pada satu daerah tertentu," tegasnya.
Dua wilayah sudah lama mengajukan pemekaran pada pemerintah pusat dimasa pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yakni untuk Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) kawasan pesisir Aceh dan Aceh Leuser Antara (ALA) wilayah tengah Aceh, namun masih terhenti oleh beberapa kebijakan politik.
Neta menjelaskan, sudah layak provinsi ujung barat Indonesia itu dimekarkan karena salah satu indikator terlihat pihaknya dari Daftar Isi Pelaksana Anggaran (DIPA) Aceh untuk wilayah ALA dan ABAS dari tahun ketahun selalu mendapat jatah "anggaran minimalis".
Hal ini menunjukan masih adanya kesenjangan social pemerintah dalam pemerataan pembangunan sehingga memunculkan berbagai persoalan baru karena ada hal yang tidak tuntas namun diburu dengan proyek lain.
"Irigasi Lhok Guchi saja di Aceh Barat tidak pernah siap-siap penuntasan saluran pembangunannya. Karena itu kami menilai dengan berpisahnya Aceh Barat Selatan, dan Aceh Lauser Antara, maka ketiga provinsi ini akan bisa lebih fokus membangun kawasan masing-masing," tegasnya.
Sebutnya, anggaran belanja Aceh sangat besar namun uang beredar di masyarakat sangat kecil hal itu ditandai dengan tidak kesampaian harapan masyarakat Aceh mayoritas petani seperti harga pupuk murah, bibit unggul mudah, sarana irigasi megah, akses jalan ke sentra produksi gampang.
Neta menyebutkan, saat ini kondisi ekonomi Aceh terpuruk, pertumbuhan sektor rill mengalami stagnasi, serapan APBA masih sangat rendah akibatnya daya beli masyarakat menurun dan pembangunan masih melaju lambat sehingga pemerintah rapuh dalam mengelola sektor-sektor potensi ekonomi.
Lebih miris dia melihat untuk memberi keadilan pemerataan kesejahteraan masyarakat kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) juga tidak terlaksana dengan baik hal itu ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok yang pernah membantu dan berjuang bersama "zikir" muncul menuntut hak kesejahteraan.
"Mereka anggap kelompok-kelompok tersebut saat ini seperti mengusik dan mengusuk. Banyak janji dan program terabaikan dari janji kampanye sampai janji meningkatkan kesejahteraan publik hingga saat ini sulit direalisasikan," katanya menambahkan.
Koordinator JCA Teuku Neta Firdaus di Meulaboh, Kamis mengatakan Provinsi Aceh terdiri dari 23 kabupaten/kota terlalu luas sehingga banyak kawasan tidak tersentuh dalam perencanaan pembangunan bahkan bertumpu pada satu daerah tertentu.
"Karena, faktor ekonomi dan geografis tuntutan pemekaran provinsi di Aceh diwajibkan, dalam konteks pemeratan pembangunan kami menduga pemerintah "zikir" sangat rasis dan diskriminatif, dari tahun ke tahun alokasi anggaran banyak ditumpukkan pada satu daerah tertentu," tegasnya.
Dua wilayah sudah lama mengajukan pemekaran pada pemerintah pusat dimasa pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yakni untuk Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) kawasan pesisir Aceh dan Aceh Leuser Antara (ALA) wilayah tengah Aceh, namun masih terhenti oleh beberapa kebijakan politik.
Neta menjelaskan, sudah layak provinsi ujung barat Indonesia itu dimekarkan karena salah satu indikator terlihat pihaknya dari Daftar Isi Pelaksana Anggaran (DIPA) Aceh untuk wilayah ALA dan ABAS dari tahun ketahun selalu mendapat jatah "anggaran minimalis".
Hal ini menunjukan masih adanya kesenjangan social pemerintah dalam pemerataan pembangunan sehingga memunculkan berbagai persoalan baru karena ada hal yang tidak tuntas namun diburu dengan proyek lain.
"Irigasi Lhok Guchi saja di Aceh Barat tidak pernah siap-siap penuntasan saluran pembangunannya. Karena itu kami menilai dengan berpisahnya Aceh Barat Selatan, dan Aceh Lauser Antara, maka ketiga provinsi ini akan bisa lebih fokus membangun kawasan masing-masing," tegasnya.
Sebutnya, anggaran belanja Aceh sangat besar namun uang beredar di masyarakat sangat kecil hal itu ditandai dengan tidak kesampaian harapan masyarakat Aceh mayoritas petani seperti harga pupuk murah, bibit unggul mudah, sarana irigasi megah, akses jalan ke sentra produksi gampang.
Neta menyebutkan, saat ini kondisi ekonomi Aceh terpuruk, pertumbuhan sektor rill mengalami stagnasi, serapan APBA masih sangat rendah akibatnya daya beli masyarakat menurun dan pembangunan masih melaju lambat sehingga pemerintah rapuh dalam mengelola sektor-sektor potensi ekonomi.
Lebih miris dia melihat untuk memberi keadilan pemerataan kesejahteraan masyarakat kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) juga tidak terlaksana dengan baik hal itu ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok yang pernah membantu dan berjuang bersama "zikir" muncul menuntut hak kesejahteraan.
"Mereka anggap kelompok-kelompok tersebut saat ini seperti mengusik dan mengusuk. Banyak janji dan program terabaikan dari janji kampanye sampai janji meningkatkan kesejahteraan publik hingga saat ini sulit direalisasikan," katanya menambahkan.